SINGGUNG HTI DAN FPI TERLARANG, NASDEM BUNUH DIRI POLITIK ?



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Apa yang dikatakan oleh  Wasekjen NasDem Hermawi Taslim,  bahwa organisasi terlarang seperti HTI dan FPI akan tetap terlarang jika Anies Baswedan terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2024. Taslim mengatakan hal itu katanya sudah menjadi komitmen bersama menujukkan setidaknya dua hal.

 

Pertama,  wasekjen Nasdem nampaknya tidak memahami konstitusi negeri ini terutama putusan Mahkamah Konstitusi No 82 tahun 2013 bahwa ormas yang dicabut badan hukumnya atau tak memiliki SKT, bukan berarti terlarang. Dalam putusan PTUN dan kasasi di mahkamah agung tidak pernah menyebut HTI dan FPI sebagai organisasi terlarang. Produk hukum ini menguatkan keputusan menteri no 30 tahun 2017 yang mencabut SK Menteri hukum dan HAM 282 tahun 2014 tentang perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia.

 

Sementara di SK Menteri no 30 tahun 2017 yang diperkuat dengan tiga tingkat pengadilan memang mencabut BHP HTI, namun bukan berarti HTI jadi ormas terlarang. Di pasal 80 A UU No 16 tahun 2017 yang dulu perpu, telah memotong jalur proses peradilan yang menempatkan semua warga sama haknya di hadapan hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dengan perpu, negara seolah menempatkan diri sebagai lembaga penilai tunggal atas kebenaran dan kesalahan hukum. Alhasil dengan perpu itu, HTI dinyatakan bubar, tapi tidak dinyatakan terlarang. Yang tidak boleh menurut nomenklatur hukum adalah melakukan berbagai kegiatan atas nama HTI, itu saja.

 

Kedua, wasekjen Nasdem tengah melakukan bunuh diri politik dengan ucapan itu. Mungkin umat Islam yang tadinya mendukung Anies akan segera meninggalkan dukungannya, karena ucapan itu selain salah, juga memberikan konfirmasi bahwa Nasdem diduga kuat anti ideologi Islam. Padahal HTI dan FPI hanyalah medakwahkan ajaran Islam, bukan mengjarkan paham komunis yang dilarang di negeri ini. 


Jika ormas seperti FPI, tidak diperpanjang SKT, bukan berarti dilarang, hal ini ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi no 82 tahun 2013 bahwa ormas tidaklah masalah tidak memiliki SKT atau berbadan hukum. Kalau mau mengajukan ke kementerian hukum dan HAM agar ormas berbadan hukum atau bisa juga terdaftar di kementerian dalam negeri yang namanya SKT.  

 

FPI dulu melakukan yang kedua. Hal ini menegaskan bahwa FPI itu tidak terlarang, namun yang jadi persoalan adalah adanya ketidakadilan yang namanya SKB 6 menteri yang membubarkan FPI yang konskuensinya pelarangan kegiatan atas nama FPI, larangan penggunaan atribut, dan penghentian kegiatan FPI. Pembubaran ini lebih cenderung sebagai produk politik, dibandingkan dengan persoalan hukum. FPI sendiri dalam persidangan tidak terbukti melanggar hukum dalam putusan peradilan, terutama saat dikaitkan dengan terorisme.

 

Front Pembela Islam sebagai ormas yang dipimpin HRS telah banyak berkiprah di negeri ini, baik kaitanya dengan dakwah membela kebenaran maupun berbagai kegiatan sosial, seperti tanggap bencana alam. FPI terbukti sangat dicintai oleh umat, bahkan umat agama lainnya. Meski jarang diliput media, namun umat Islam di Indonesia melihat bahwa FPI adalah ormas yang memiliki andil besar di negeri ini.

 

Begitupun dengan HTI setelah dicabut BHPnya, bukan lantas menjadi organisasi terlarang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi no 82 tahun 2013 tadi. HTI adalah ormas legal yang sejak lama berdiri di Indonesia dan memiliki kiprah positif bagi kesadaran keislaman bangsa ini. Sebab HTI sama dengan ormas Islam lainnya merupakan organisasi dakwah yang mendakwahkan ajaran Islam dari A sampai Z. Namun, oleh pemerintah, HTI kemudian dipersoalkan hingga dicabut legalitas badan hukumnya dengan didasarkan oleh berbagai asumsi yang dikonstruk pemerintah tanpa melalui proses peradilan. Namun bukan berarti HTI menjadi ormas terlarang setelah pencabutan BHP. Bahkan HTI itu terbukti tidak melanggar hukum. Pencabutan BHP HTI juga merupakan produk politik.

 

HTI hanya dicabut Badan Hukum Perkumpulannya. FPI hanya ditolak penerbitan SKT-nya. Keduanya, hanya mendapat tindakan dari badan atau pehabat TUN (Tata Usaha Negara), berupa keputusan TUN (Beshicking). HTI & FPI berbeda dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). HTI dan FPI mendakwahkan ajaran Islam Khilafah, tidak seperti PKI yang menyebarkan paham Karl Marx. Jika ada orang menganggap HTI dan FPI sebagai organisasi terlarang dan menyamakan dengan PKI, maka orang itu tengah melangalami virus kedunguan tingkat tinggi, jika ada orang yang seperti itu loh....

 

Taslim menambahkan bahwa pelarangan HTI dan FPI adalah bagian dari perjuangan NasDem. Selain itu, Taslim mengatakan bahwa NasDem juga akan meneruskan program Presiden Jokowi yang dianggap baik. Ucapan ini menunjukkan bahwa Nasdem telah menjadi salah satu partai yang mengidap islamopobia. Sebab FPI dan HTI itu tidaklah berbahaya sama sekali bagi bangsa ini. Justru sebaliknya, FPI dan HTI telah memberikan konstribusi positif bagi negeri ini.

 

HTI dengan dakwah pemikirannya, telah memberikan pencerahan tingkat tinggi bagi kesadaran politik umat Islam bahkan bangsa Indonesia pada umumnya. HTI mencintai negeri ini dengan memberikan kesadaran bahwa negeri ini tengah dijajah oleh kapitalisme sekuler dibawah kendali oligarki yang menjadikan rakyat semakin miskin dan sengsara.

 

Mengapa islamopobia semakin marak di negeri ini ?. Di satu sisi pemerintah gencar berbicara soal toleransi antar umat beragama, namun disisi lain justru penghinaan atas Islam ini semakin marak dan menggila. Lebih ironis lagi seringkali pelakunya adalah orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Misal gerombolan buzzeRp yang justru sengaja melakukan berbagai tindakan dan ucapan yang mengarah kepada ujaran kebencian, pecah belah bangsa, intoleransi dan penistaan atas Islam dan ajarannya. Namun, sayangnya mereka seolah kebal terhadap hukum. mereka terus melenggang tanpa ada sentuhan hukum, meski telah dilaporkan ke pihak kepolisian.

 

Paradoks kedua adalah di saat dunia Barat telah menyatakan anti Islamophobia yang oleh PBB telah dinyatakan dengan tegas bulan Maret 2022, namun ironisnya di negeri ini seolah baru mulai dan semakin meninggi tensinya. Padahal negeri ini adalah negeri mayoritas muslim, namun Islam dan ajarannya selalu dianggap sebagai masalah. Umat Islam yang mencoba menjalankan agamanya dengan kaffah justru dituduh dengan berbagai tuduhan yang menyakitkan seperti radikal, fundamnetalis dan bahkan teroris. Sangat menyedihkan memang.

 

Secara genealogis, islamopobia memang berawal dari dunia Barat yang memang anti Islam, lantas menjalar sampai negeri-negeri pembebeknya, seperti Indonesia. Islamophobia bisa dikatakan sebagai kejahatan politik Barat dikarenakan permusuhan kepada Islam disatu sisi, dan disisi lain, umat Islam juga tengah mengalami kebangkitan dimana-mana. Narasi Islamophobia itu muncul di Barat yang nyata-nyata anti kepada Islam. Berbagai tindakan Barat yang anti Islam terus dilakukan melalui berbagai strategi. Narasi Islam moderat atau moderasi agama justru dibuat sebagai pertanda bahwa Barat anti Islam. Islam anti Islam karena melihat gejala kebangkitan Islam dimana-mana. Program moderasi beragama disetting Barat sebagai upaya untuk menghadang kebangkitan Islam.

 

Dunia Barat tidak menginginkan kebangkitan Islam dengan cara selalu memojokkan Islam dan menfitnah Islam. Indonesia sendiri sebagai negara bukan utama seringkali mengikuti narasi yang dibangun oleh negara adi daya. Alhasil, Indonesia meski mayoritas muslim, namun ajaran Islam selalu diframing berbahaya bagi bangsa ini, bahkan para ulama banyak yang dikriminalisasi. Narasi islamophobia itu lahir dari ideologi sekulerisme. Negara-negara yang menerapkan sistem sekulerisme selalu menempatkan Islam sebagai halangan dan ancaman. Dari sini, kebijakan deradikalisasi bisa dipahami alurnya.

 

Tentu saja umat Islam harus semakin yakin bahwa ideologi kapitalisme sekuler dengan politik demokrasi terbukti menolak Islam. Secara filosofis, demokrasi berpaham antroposentrisme dimana manusia dijadikan sebagai sumber segalanya. Istilah manusia sebagai pusat edar kehidupan berasal dari ungkapan Plato. Dengan pemahaman sederhana, bahwa demokrasi menjadikan manusia sebagai sumber kebenaran. Dengan arti lain, sejak awal lahir, demokrasi adalah ideologi anti tuhan, anti agama dan anti Islam.

 

Bahkan demokrasi juga berpaham antropomorpisme dimana manusia berdaulat atas penyusunan hukum dan perundang-undangan. Melalui model trias politica, maka demokrasi menyumberkan konstruksi hukum dan undang-undangnya disusun oleh manusia juga. Kedaulatan hukum ada di tangan manusia dan mengabaikan hukum-hukum Allah adalah perkara aqidah bagi seorang muslim. Sebab aqidah seorang muslim adalah keterikatan dirinya dengan hukum Allah.

 

Jadi ucapan Wasekjen Nasdem ada hikmah dan pelajaran bagi umat Islam mayoritas di negeri ini untuk menolak demokrasi dan istiqomah tetap memperjuangkan Islam di negeri ini untuk agar negeri ini semakin menjadi lebih baik. Sebab Indonesia adalah milik Allah dan hanya hukum Allah yang paling layak mengatur negeri ini. Soal Nasdem dan Anies, maka umat harus semakin cerdas, apakah masih ingin mendukung partai ini ?.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,19/01/23 : 10.00 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

1 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Dengan pernyataan itu, mereka sedang menyemai angin. Sehingga tunggu saja saatnya mereka memanen badai....

    BalasHapus

Categories