RAMADHAN DAN HAKEKAT PULANG KAMPOENG
Jumat, April 24, 2020
1
Oleh : Ahmad Sastra
Fenomena wajib setiap hadir bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri adalah mudik atau pulang kampoeng. Bahkan tahun ini di tengah wabah Covid-19, masyarakat lebih awal ada yang sudah pulang kampoeng. Pulang kampoeng itu ya mudik dan mudik itu ya pulang kampoeng, sama saja.
Memang tahun ini agak sedikit berbeda dengan adanya larangan mudik akibat pandemi coronavirus, namun bukan berarti tidak ada masyarakat yang tetap mudik. Secara de facto, mudik adalah kembalinya sang perantau ke kampoeng halaman. Merantau ke luar daerah umumnya untuk bekerja mencari nafkah, meski ada juga karena menuntut ilmu atau kepentingan yang lain.
Fenomena budaya mudik menunjukkan bahwa pada umumnya orang akan kembali kepada kampoeng halaman, setelah melakukan perantauan. Kampoeng halaman adalah tempat asal mereka dilahirkan. Bahkan seringkali, kampoeng halaman dijadikan sebagai tempat lahir sekaligus tempat mati, meski dalam hidupnya merantau ke berbagai daerah. Keistimewaan kampoeng halaman inilah yang kelak melahirkan tradisi mudik orang Indonesia.
Secara filosofis, pulang kampoeng dari perantauan adalah sebuah perumpamaan eksistensi kehidupan manusia. Sebab manusia pasti bermula dan berakhir, berasal dan kembali. Jika diibaratkan mudik, manusia berasal dari kampoeng halaman dan akan kembali ke kampeong halaman. Manusia dilahirkan dan akan mengalami kematian. Selama menjalani kehidupan di dunia inilah mereka sedang menjalani masa perantauan.
Secara spiritual, manusia akan mudah menjawab jika ditanya siapa yang telah menciptakan manusia dan alam semesta, mereka akan menjawab : Tuhan. Kepercayaan dasar ini bersifat inherent [ghorizah tadayyun]. Bahkan manusia juga tidak bisa membantah `suara hatinya` bahwa kelak mereka akan kembali kepada Tuhan setelah kematian. Sebagaimana keyakinan mereka akan kampoeng halaman, tempat mereka dilahirkan.
Karena itu, bukanlah jadi masalah, keyakinan manusia akan sang Pencipta. Keyakinan ini ibarat yakinnya mereka akan keberadaan matahari di siang hari dan bulan di malam hari. Masalahlah adalah bagaimana memanfaatkan cahaya matahari, masalahnya adalah bagaimana menjalani hidup di tanah rantau, masalahnya adalah bagaimana menjalahi kehidupan di dunia ini.
Ternyata faktanya dari dahulu kala hingga zaman modern ini, tidak banyak manusia yang mampu memanfaatkan cahaya matahari dan tidak banyak manusia yang mampu menjalani hidup di dunia ini dengan benar. Itulah sebabnya tidak setiap orang yang berangkat merantau bisa pulang kampoeng dengan sukses. Di tanah rantau, banyak yang mengalami kegagalan.
Kenapa banyak orang mengalami kegagalan di tanah rantau, sebab mereka salah niat, tergoda di tanah rantau atau lupa akan kampoeng halaman. Mengapa banyak orang yang gagal dalam kehidupan di dunia, sebab mereka tidak menyadari dari mana berasal, untuk apa hidup dan hendak kemana setelah mati. Sesungguhnya hidup itu berasal dari Allah (QS Ar Rahman : 3), visi hidup di dunia adalah untuk ibadah kepada Allah (QS Adz Dzariyat : 56) dan setelah mati akan kembali kepada Allah (QS Yasin : 83).
Dalam filosofi pulang kampoeng, kehidupan dunia adalah sebuah usaha untuk mencari bekal dan tabungan yang akan dibawa ke kempoeng halaman yakni akhirat. Di kampoeng akherat ada surga dan neraka. Jika gagal dalam perantauan maka akan saat pulang ke akhirat akan masuk dikarantina di neraka, baik sementara maupun selamanya. Jika dalam perantauan sukses dengan tabungan iman dan taqwa, maka pulang kampoengnya akan masuk surga.
Nah di bulan Ramadhan inilah kesempatan emas untuk menambah bekal untuk pulang kampoeng, sebab Ramadhan adalah bulan dimana Allah memberikan banyak bonus. Setiap amal ibadah di bulan Ramadhan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah. Doa-doa yang dilantunkan akan diijabah oleh Allah. Bahkan ada satu malam yang nilainya sama dengan seribu bulan. Masyaallah, inilah bulan bertebaran berkah dan kebaikan. Perbanyaklah ibadah agar bisa mencukupi bekal pulang kampoeng yang sangat jauh, yakni surga di akhirat.
Selama Ramadhan adalah kesempatan untuk menyiapkan pulang kampoeng secara lebih serius, sebab inilah kesempatan emas yang belum tentu akan terulang lagi. Surga adalah kampoeng halaman seorang muslim, dimana dahulu Nabi Adam AS berasal. Hidup di dunia adalah perantaun seorang muslim dengan membawa visi ibadah agar bisa kembali ke kampoeng halaman di surga. Selama Ramadhan dan setelahnya perbanyaklah tilawah Al Qur'an, sholat sunnah malam, berzikir, bersedekah, sholat lima waktu, menuntut ilmu dan memperbanyak silaturahmi serta amal sholih lainnya.
Hakekat visi ibadah dalam hidup adalah ketundukan total kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan seluruh aspek hidupnya di dunia. Ibadah harus berorientasi kepada meraih ridho Allah dan metodenya mengikuti Sunnah Rasulullah. Allah menurunkan Islam sebagai seperangkat hukum yang harus disaksikan, dipahami, diamalkan, diajarkan, didakwahkan, diperjuangkan, diterapkan negara dan disebarkan melalui dakwah dan jihad fi sabilillah. Lihatlah perjuangan Rasulullah dari komitmen kepada Allah hingga menegakkan daulah Islam di Madinah. Rasulullah adalah suri tauladan kita (QS Al Ahzab : 21).
Kesuksesan seorang perantau adalah saat komitmen terhadap niat baik sejak awal berangkat dari kampoeng halaman, sehingga setelah pulang dia telah memiliki bekal yang cukup untuk membangun kampoeng halaman dan memberi manfaat bagi masyarakatnya. Jika di tanah rantau berubah jadi penjahat, maka mudik justru akan jadi bencana di kampoeng halamannya sendiri.
Kesuksesan seorang hamba Allah dalam hidup adalah saat komitmen terhadap visi hidup yang telah Allah gariskan sejak awal, sehingga setelah pulang kampoeng alias mati telah memiliki bekal yang cukup untuk memasuki surganya Allah. Jika dalam kehidupan dunia justru menjadi penjahat yang memusuhi dan merusak Islam, membangkang Allah, menolak syariah, maka nerakalah tempatnya di kampoeng akhirat.
Namun demikian, selama masih di tanah rantau masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri, sebelum pulang kampoeng. Masih ada kesempatan taubat selama masih diberikan usia, sebelum mati. Bagi muslim yang memuja sekulerisme dan menolak syariat, maka bertobatlah. Bagi kaum kafir yang membangkang Allah, maka masuklah Islam, sebagai jalan keselamatan agar sukses pulang kampoeng.
Karena itu bagi seluruh manusia dan kaum muslimin, terlebih rezim yang telah menyimpang dari Islam, bertaubatlah sebelum kita semua mudik ke akherat dan menghadapi hari perhitungan yang akan menetapkan posisi kita, apakah di surga atau sebagai penghuni neraka.
Selamat pulang kampoeng, semoga sukses dunia dan akherat.
(AhmadSastra,KotaHujan,24/04/20 : 13.35 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags
Keren
BalasHapus