Oleh
: Ahmad Sastra
Jongos
menunjuk pada orang laki-laki yang bertugas membantu seorang tuan. Jika
jongos merujuk orang laki-laki, maka babu merujuk perempuan. Keduanya sama-sama
bermanka pembantu atau orang yang melayani.
Prinsipnya,
jongos diasosiasikan untuk menyebut pembantu rumah tangga laki-laki.
Sebutan jongos populer di masa kemerdekaan Indonesia masih mimpi. Qaris
Tajudin, dalam tulisan di Majalah Tempo, Jongos, Babu, Pembantu (2012),
menjelaskan, kata jongos mengandung unsur antikemanusiaan yang berat.
Jongos
dalam tulisan ini adalah para pembantu penjajah belanda pada zaman kolonial
yang mengkhianati bangsanya sendiri demi kepentingan duniawi semata. Jongos atau
pengkhianat bangsa pada saat itu sering juga disebut sebagai londo ireng. Disebut
londo karena bekerja untuk penjajah dan disebut ireng karena berasal dari
pribumi. "Londo Ireng" dalam konteks ini mengacu pada orang Jawa yang
bekerja sama atau bekerja sebagai mata-mata untuk pihak penjajah Belanda.
Pengkhianatan
oleh "Londo Ireng" ini sangat dikecam oleh masyarakat Jawa karena
dianggap sebagai penghianatan terhadap tanah air dan masyarakatnya sendiri.
Mereka dianggap berkolaborasi dengan penjajah Belanda untuk kepentingan pribadi
atau untuk mendapatkan keuntungan tertentu, sementara rakyat biasa menderita
akibat penjajahan.
Karakter
"Londo Ireng" dalam konteks sejarah ini memiliki konotasi negatif
sebagai pengkhianat bangsa. Istilah ini mencerminkan perasaan marah dan
kekecewaan masyarakat terhadap individu atau kelompok yang membantu penjajah
dan bekerja melawan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Jika
dahulu banyak pribumi yang rela mengkhianati bangsanya sendiri dengan menjadi
seorang jongos penjajah, apakah darah jongosnya itu lantas mengali ke anak
cucu, sangat mungkin tidak. Tapi jika pertanyaannya diganti, apakah saat ini
masih ada penjajah di negeri ini ?. Jawabnya sangat mungkin masih. Jika demikian,
masih adakah jongos penjajah di zaman ini. Jawabnya, pasti ada dan mungkin
malah lebih banyak.
Karakter pertama jongos penjajah atau londo ireng
zaman kolonial adalah selalu berkolaborasi dengan penjajah. Mereka bekerja sama
dengan penjajah Belanda dan mungkin memiliki hubungan atau ikatan dengan
mereka. Mereka mungkin memberikan informasi strategis kepada penjajah, membantu
penjajah dalam mengendalikan masyarakat, atau bahkan menjadi agen atau
mata-mata.
Seperti
halnya dulu, tidak sedikit diantara pribumi yang memilih menjadi jongos
pengkhianat yang anti terhadap semangat perjuangan tentara kemerdekaan, karena
mereka memilih tergabung dalam beberapa organisasi bentukan Belanda. Salah
satunya adalah Nederlands Indie Civil Administration (NICA).
Jongos
modern tentu saja tidak jauh berbeda, mereka bergabung dengan
organisasi-organisasi bentukan asing dan aseng, sebab di dalamnya ad aiming-iming
duniawi. Meski banyak organisasi yang jelas-jelas memusuhi Islam dan ingin
merusak Islam, seperti liberalisme, propaganda lgbt, dll, namun jongos tetap
setia menjadi budaknya. Banyak organisasi aseng asing yang membutuhkan
komprador pribumi dan tentu saja yang memilih sebagai jongos penjajah dengan
hati membantunya. Berbagai bentuk kezoliman, seperti perampasan tanah rakyat
biasanya juga dibekingi oleh para jongos penjajah ini.
Karakter kedua dari para londo ireng jongos penjajah
adalah kerakusannya atas materi dunia. Mereka hanya mengejar kepentingan pribadi
semata, namun rela mengkhianati bangsanya sendiri. Londo ireng jongos penjajah
itu sangat pragmatis, materialistik dan hanya menjadi budak perutnya sendiri.
Motivasi
mereka cenderung didorong oleh keinginan untuk mempertahankan atau meningkatkan
posisi sosial, ekonomi, atau politik mereka sendiri, bahkan jika itu berarti
mengorbankan kesejahteraan dan kebebasan masyarakat yang lebih luas.
Londo
ireng jongos penjajah demi mengejar isi perutnya tidak peduli akan merugikan
saudara sebangsa dan setanah airnya. Londo ireng jongos penjajah tidak peduli
apakah uang yang didapat itu adalah uang haram hasil pengkhianatan. Jongos penjajah
itu tetap menjadikan penjajah sebagai tuan yang dipuja-puja setinggi langit
dengan terus merendahkan saudaranya sendiri. Bahkan tak segan-segan, demi isi
perutnya, jongos penjajah akan mengadu domba sesame anak bangsa.
Karakter ketiga dari londo ireng jongos penjajah penentangan
terhadap gerakan kebangkitan Islam. Sejak zaman dulu, penjajah membenci dan
mendengki para ulama yang memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan seruan
semangat jihad fi sabilillah. Sebab yang diinginkan belanda adalah para ulama
itu bergabung dengan belanda dan menjadi jongosnya juga. Penolakan para ulama
itu lantas dituduh oleh belanda sebagai kaum ekstrimis.
Jadi jika hari ini
masih ada orang yang justru membela kapitalisme dan komunisme serta menolak
kebangkitan perjuangan Islam, maka pada hakikatnya mereka adalah londo ireng
jongos neokolonialisme. Mereka menentang gerakan kebangkitan dan usaha-usaha
untuk membebaskan bangsa dari penjajahan aseng dan asing. Mereka rela menjadi
komprador pemuja aseng asing. Mungkinkah mereka itu anak cucu para londo ireng
zaman belanda ?.
Karakter
keempat londo ireng jongos penjajah, selain menginginkan kehidupan mapan secara
mudah, serangkaian alasan politis juga menjadi penyebab mata hati mereka
terhadap saudara sebangsa dan tanah air tertutup rapat. Alih-alih membantu di
medan juang menjaga kedaulatan, mereka bahkan rela menjadi pengkhianat bagi
saudara sebangsa, sehingga menorehkan kisah buram di tanah air pada zaman itu.
Disorientasi
politik sebagai kelanjutan hegemoni kekuasaan penjajah seringkali menjadikan
para jongos penjajah menjadi para pejabat negara atau pemimpin politik untuk
melanjutkan berbagai kepentingan tuannya. Selain itu, tentu saja untuk mendapatkan
duniawi lebih banyak, sebagaimana telah dilakukan oleh tuannya. Terlebih saat
penjajah pergi, maka mereka meninggalkan para jongosnya untuk menjadi penguasa,
agar negara tetap bisa dikendalikan. Mungkin
bagi londo ireng jongos penjajah belanda, harta dan kenyamanan hidup lebih
berharga daripada kemerdekaan dan bisa hidup berdaulat di atas tanah dimana
Allah mentakdirkannya hidup untuk merawatnya sebagai ‘Khalifah fil Ardl’.
Belanda
yang telah menanamkan pengaruh kolonialnya di tanah air kita tercinta, membuat
sebagian rakyat takluk yang kemudian menjadi tunduk dan patuh. Bagi mereka,
nasionalisme dan angin kemerdekaan, hanyalah buaian mimpi belaka yang mustahil
terjadi. Alhasil, banyak kalangan terpelajar Indonesia, lebih memilih menjadi
pegawai kolonial Belanda. Kemapanan, finansial dan jaminan hidup, lebih mudah
dibanding bersimbah darah di medan pertempuran dengan ancaman kematian.
Bisa
jadi, itulah alasan mereka membela Belanda demi jabatan dan hidup mapan. Tak
hanya di kalangan terpelajar, para aristokrat dan bangsawan (raja-raja), juga
ikut termakan rayuan duniwai yang ditawarkan para penjajah. Pada zaman itu,
bukanlah hal aneh jika para raja, bangsawan maupun pejabatnya dekat dengan
pemerintahan kolonial. Motivasi mereka pun beragam. Ada yang dekat karena ingin
diangkat menjadi raja atau pemangku wilayah karesidenan, menjadi pegawai
sipilnya saja. Dan bagi rakyat biasa, ia rela menjadi centeng hingga mata-mata
Belanda karena tergiur oleh upah.
Karakter
kelima londo ireng jongos penjajah belanda adalah mengadu domba anak bangsa
dengan menebarkan berbagai bentuk fitnah, khususnya kepada umat Islam dan para
ulamanya. Bisa juga melakukan berbagai bentuk adu domba antar agama yang
berbeda, Islam dan kristem mislanya.
Adu
domba sesama muslim dengan membesar-besarkan perbedaan, atau isu-isu tentang
radikal radikul serta terorisme pada zaman ini sebanarnya hanya kelanjutan dari
kerjaan londo ireng jongos penjajah. Hanya saja sekarang sudah berganti tuannya
saja.
Lalu, kemanakah para pribumi pengkhianat bangsa jebolan NICA dan KNIL atau
londo ireng itu kini ?. Secara ukuran
usia normal mungkin sudah mati dan tinggal menyisakan kisah memalukan dan
memilukan. Kemudian pertanyaannya, apakah jiwa londo ireng itu masih terbawa
oleh faktor genetika kepada anak cucu keturunannya sampai sekarang dalam masa neoimperialisme ideologi kapitalisme
dan komunisme saat ini ?. Rasa-rasanya makin banyak ya londo ireng jongos
penjajah saat ini.
(AhmadSastra,KotaHujan,09/08/23
: 09.12 WIB)
Mantap karikaturnya brom
BalasHapusSudah bosan dengan negeri ini saya, pantesan aja banyak instansi-instansi pemerintahan yang gk becus dan memberatkan rakyat sehingga mungkin banyak instansi-instansi pemerintahan yang orang nya berketurunan londo ireng
BalasHapus