MOTIF POLITIS DIBALIK NARASI FUNDAMENTALISME - Ahmad Sastra.com

Breaking

Minggu, 16 Januari 2022

MOTIF POLITIS DIBALIK NARASI FUNDAMENTALISME



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19, untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen. Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula munculnya fundamentalisme. Mereka telah menetap-kan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910, dimana saat itu mulai terkris-talisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamental-isme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang  bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan  yang lahir dari ideologi Kapitalisme yang berdasarkan aqidah pemisahan agama dari kehidupan.

 

Meskipun gerakan Protestan ini telah padam karena Perang Dunia II, tetapi telah tertancap dalam benak orang-orang Eropa bahwa fundamentalisme adalah musuh kemajuan dan ilmu pengetahuan, keter-belakangan pola pikir yang tidak selaras dengan masa kebangkitan, serta wajib diperangi hingga seluruh pengaruhnya musnah dari kehidupan masyarakat.

 

Jelas bahwa fundamentalisme itu muncul di Eropa, karena adanya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang muncul setelah pemisahan agama Kristen dari kehidupan.  Fundamentalisme merupakan reaksi yang lahir dari ketidakmampuan agama Kristen untuk beradaptasi dengan sistem kehidupan baru yang lahir dari aqidah ideologi Kapitalisme (pemisahan agama dari kehidupan).  Ketidakmampuan itu telah mendorong mereka yang mengimani agama Kristen untuk mengambil sikap penolakan terhadap segala bentuk kemajuan materi dan peradaban Barat.  Tetapi gerakan yang dinamakan fundamentalisme ini akhirnya gagal dan punah, karena lemah dalam menyodorkan solusi yang praktis untuk mengatasi berbagai problem kehidupan, dan karena tujuan gerakan ini adalah me-nentang ilmu pengetahuan, seni, dan berbagai ide yang tidak sesuai dengan keyakinan orang-orang Kristen.

 

Maka dari itu, pemberian predikat fundamental-isme pada beberapa gerakan Kristen dan Yahudi, sumbernya adalah dari Barat, yang artinya, gerakan-gerakan agama tersebut adalah penentang kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan  seni yang terlahir dari penerapan ideologi Kapitalisme. Pemberian predikat fundamentalisme untuk banyak gerakan Islam dan para aktivis gerakan Islam belakangan  ini oleh para politisi dan intelektual Barat, juga penumpasan oleh sebagian kaum muslimin  terha-dap para aktivis itu, tujuannya adalah untuk memerangi dan melawan gerakan-gerakan tersebut. Juga untuk membentuk opini umum internasional guna melawan siapa saja yang disebut fundamentalis, karena menurut mereka, fundamentalisme adalah keterbelakangan dan kemunduran serta penentangan terhadap segala kema-juan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Hanya dengan mencap satu pihak sebagai funda-mentalis, sudah cukup pihak itu dianggap berbahaya bagi peradaban modern yang materialistik dan bagi kehidupan masyarakat. Predikat itu lalu digunakan sebagai pembenaran terhadap tindakan-tindakan yang diambil --yang sangat kejam dan biadab-- untuk melawan dan memerangi pihak tersebut. Ketika suatu negara --seperti Mesir, Aljazair, dan lain-lain—menja-tuhkan hukuman mati kepada orang-orang Islam yang dicap fundamentalis, dia akan meraih dukungan opini dari Dunia Barat. Sebaliknya, lembaga-lembaga pem-bela HAM tidak akan marah sebab yang dihukum mati itu --menurut lembaga-lembaga ini-- adalah kaum fundamentalis yang menentang nilai-nilai kemanusiaan.  Apalagi, mereka telah pula dituduh sebagai pelaku semua aksi-aksi yang mengerikan, seperti pembantaian rakyat tak berdosa di Aljazair dan pembunuhan para turis dan orang sipil di Mesir.

 

Tak hanya itu, cap fundamentalisme ini juga di-berikan kepada setiap gerakan atau partai yang berjuang mengubah kehidupan kaum muslimin yang sangat buruk menuju kehidupan Islam, dengan jalan mengem-balikan Khilafah dan hukum Islam. Cap itu juga diberi-kan kepada setiap gerakan yang melawan para agresor serta perampas tanah dan hak kaum muslimin, seperti orang-orang Yahudi, Serbia, Ame-rika, dan lain-lain. Jadi para mujahidin muslim yang membunuh musuh-musuh yang telah merampas tanah mereka, disebut para fundamentalis dan teroris. Para pejuang yang mati syahid demi untuk menghancurkan kekuatan musuh asing, disebut pelaku bunuh diri dan tindakan kriminal!

 

Pemberian predikat fundamentalisme mengandung bahaya bagi setiap muslim dan setiap gerakan penen-tang kezaliman dan pendudukan. Juga mengandung bahaya bagi setiap partai yang berjuang dengan metode syar’i untuk melanjutkan kehidupan Islam. Sebab, pemberian predikat tersebut tujuannya adalah untuk mendapatkan legitimasi dari undang-undang untuk memberangus siapa saja yang menyerukan kembalinya Islam dalam kehidupan, dengan dalih gerakan Islam adalah gerakan fundamentalis seperti halnya gerakan-gerakan fundamentalis Kristen dan Yahudi yang telah memerangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kebangkitan Kapitalisme.  Pemilihan istilah fundamentalisme itu sendiri untuk mencap gerakan-gerakan Islam, sebenarnya dilatarbelakangi oleh konteks historis yang khas dalam opini umum Dunia Barat, yang bertujuan agar bangsa-bangsa Barat beserta para pe-nguasanya dapat mencegah kembalinya “Islam Politik” dalam bentuk negara dan sistem kehidupan. 

 

Hendaknya tidak terlintas dalam benak seorang muslim, bahwa penyebutan gerakan-gerakan Islam dengan istilah fundamentalis itu berhubungan dengan istilah ushuludin (fundamen/dasar agama) dan ushul fiqih (fundamen/dasar fiqih).  Sebab, ushuludin dalam Islam adalah Aqidah Islamiyah, yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan Qadar (Taqdir). Sedang ushul fiqih, adalah kaidah-kaidah yang menjadi landasan adanya fiqih, yang digunakan oleh seorang mujtahid untuk mengistinbath hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci.

 

Sesungguhnya fundamentalisme menurut termino-logi Barat sebagaimana yang dibawa oleh gerakan Kristen Protestan, beserta tujuan yang mendasari keberadaan gerakan tersebut, sangat jauh dari persepsi-persepsi  Islam dan gerakan-gerakan Islam, baik gerakan yang  ada masa kini maupun yang pernah ada  dalam sejarah. Dalam sejarah kaum muslimin memang telah muncul berbagai gerakan politik, aliran pemikiran, dan madzhab fiqih. Tetapi semua itu tidak mirip sedikit pun dengan gerakan-gerakan fundamentalis Kristen. Bahkan mereka yang menyerukan ditutupnya pintu ijtihad pada abad VII H, tidak mengatakan bahwa langkah itu adalah untuk memelihara ajaran lama dan menentang ajaran baru, tetapi karena mereka menduga bahwa fiqih Islam yang telah disusun oleh ulama salaf telah mencakup setiap masalah yang mungkin akan dihadapi orang di kemudian hari.

 

Islam adalah agama yang unik yang berbeda dengan agama-agama samawi lainnya, yakni Islam adalah agama samawi terakhir dan  penghapus agama samawi sebelumnya. Allah SWT telah menjamin pemeliharaan Islam  sebagaimana ia diturunkan sampai Hari Kiamat nanti.   “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.”  (QS Al Hijr : 9)

 

Keunikan lainnya, Islam adalah suatu ideologi yang menyeluruh dan sempurna, yang didasarkan pada aqidah yang dibangun atas dasar akal, yang darinya lahir peraturan hidup yang menyeluruh untuk meng-atasi segala problem kehidupan manusia sampai Hari Kiamat. Tidak ada kesan bahwa Islam itu lemah dalam memberikan keterangan hukum syara’ untuk problem apa pun yang akan dihadapi manusia. "Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur`an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.”  (QS An Nahl : 89)

 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  yang pernah ditunjukkan Dunia Islam dahulu, adalah hasil penerapan Islam dalam kehidupan, bukan hasil dari pemisahan agama Islam dari kehidupan. Kemajun ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di dunia kini, berhutang budi kepada para ulama Islam yang telah me-rumuskan berbagai teori dan hukum yang mendasar, di bawah naungan kehidupan Islam dan Daulah Islamiyah.

 

Maka dari itu, predikat fundamentalisme yang dile-katkan pada Islam dan gerakan-gerakan Islam sebagai-mana dilekatkan pada gerakan Kristen, adalah predikat yang salah dan tendensius. Tidak sesuai dengan fakta ajaran Islam dan fakta orang-orang yang berjuang me-ngembalikan Islam dalam kehidupan. Sebab, mereka berusaha untuk mengubah realitas kehidupan kaum muslimin yang buruk, yang merupakan hasil dari pene-rapan sistem buatan manusia dalam kehidupan.  Ini jelas bertolak belakang dengan aktivitas gerakan-gerakan fundamentalis Kristen yang berusaha meles-tarikan pola kehidupan orang Kristen sebelum era kapitalisme, baik secara formal maupun substansial.

 

Dengan demikian, predikat fundamentalisme yang diberikan Amerika dan Eropa kepada gerakan-gerakan Islam, tak lain adalah untuk memerangi kembalinya Islam dalam kehidupan. Ini memang masalah yang strategis, bahkan sangat vital bagi Barat.  Karenanya mereka sangat berambisi untuk mempertahankan Dunia Ketiga --khususnya negeri-negeri Islam— sebagai dunia yang terbelakang, yang jauh dari kebangkitan yang hakiki. Tujuannya adalah untuk menghalang-halangi kembalinya negara Khilafah yang akan mencerabut sistem kehidupan mereka dari akar-akarnya serta menghancurkan ketamakan dan keserakahan mereka.

 

Dengarlah kesaksian salah seorang dari mereka, seorang peneliti-tamu (visiting researcher) di Univer-sitas Harvard untuk Studi-Studi Timur Tengah. Dalam sebuah memorandum yang disampaikannya kepada Kongres Amerika dia menyatakan, ”Kaum fundamen-talis memandang bahwa syari’at wajib diterapkan dengan segala rinciannya, dan bahwa penerapan tersebut bersifat mengikat bagi kaum muslimin seluruhnya. Dia --yaitu Islam-- adalah sumber asasi bagi kekuatan mereka. Mereka memandang pula bahwa syari’at layak diterapkan di masa sekarang sebagaimana layak diterapkan pada masa lampau.”  Dia mengatakan pula, ”Kaum fundamentalis sangat membenci peradaban Barat, dan mereka menganggap bahwa peradaban Barat adalah penghalang terbesar yang menghambat penerapan Syari’at Islam.”  Seorang peneliti Amerika yang lain --yaitu John L. Esposito-- dalam sebuah memorandum yang dia sampaikan kepada Kongres Amerika mengatakan, ”Sebenarnya yang mengancam kepentingan-kepentingan Amerika, adalah para funda-mentalis muslim.” 

 

Jadi fundamentalisme yang mereka serang, sesungguhnya adalah upaya menerapkan kembali Syari’at Islam dalam kehidupan. Andaikata memang ini yang dimaksud dengan fundamentalisme, maka kaum mus-limin --menurut pengertian Barat tersebut—hakikatnya adalah kaum fundamentalis, sebab kaum muslimin kini tengah merindukan dengan penuh semangat penerapan seluruh hukum-hukum Islam, di bawah naungan negara Khilafah yang akan menyelamatkan mereka dan bahkan menyelamatkan dunia dari jurang penderitaan akibat kapitalisme menuju kebajikan Islam.

 

 “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah memberi petunjuk kepada kepada orang-orang yang zalim. Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir benci”  (QS  Ash Shaff : 7-8)

 

Jadi, predikat fundamentalis lebih bernuasa politis dari pada filosofis, tujuan utamanya adalah untuk menghadang kebangkitan Islam. Sebab Barat tahu, Islam adalah ideologi yang punya potensi untuk memimpin peradaban dunia, menggantikan ideologi kapitalisme yang sudah mulai membusuk.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,16/01/21 : 10.13 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories