THE END OF CAPITALISM - Ahmad Sastra.com

Breaking

Senin, 21 Februari 2022

THE END OF CAPITALISM



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Ideologi itu akan runtuh dan hancur dengan sendirinya disaat tidak punya kemampuan dan perangkat untuk menyelesaikan berbagai masalah bangsa dan negara. Masyarakat juga akan segera meninggalkan ideologi yang justru telah menimbulkan berbagai malapetaka.

 

Memang diakui bahwa sejak runtuhnya khilafah 101 tahun yang lalu, dunia dihegemoni oleh kapitalisme, tentu saja juga negeri-negeri muslim. Sebab pasca keruntuhan khilafah, negeri-negeri muslim terpecah menjadi lebih dari 50 negara yang terlepas dari ikatan akidah menuju keterikatan kebangsaan dalam institusi nation state.  

 

Sistem kapitalisme yang berakar dari paradigma sekulerisme ini awalnya dipresiksi sebagai akhir dan puncak peradaban dunia. Prediksi ini diungkap oleh ilmuwan Yoshihiro Francis Fukuyama, dengan jumawa dia mengungkap ini dalam bukunya, The End of History and the Last Man tahun 1992, dalam rangka menyambut keruntuhan negara adidaya Uni Sovyet.

 

Menurut Fukuyama, setelah Barat menaklukkan rival ideologisnya—monarki  herediter, fasisme dan komunisme—maka  dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berasumsi bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Ini sekaligus sebuah ‘akhir sejarah’ (the end of history).

 

Abraham Lincoln (1809-1865), mendefinisikan demokrasi  secara sekuleristik,  yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jargon terkenal atas makna demokrasi ala Lincoln menunjukkan bahwa demokrasi adalah ideologi anti etika agama. Demokrasi membawa gen antroposentrisme sekuler yang meniadakan hukum agama dalam ruang publik. Dari definisi dan karakter inilah awal segala malapetaka peradaban modern saat ini, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan bahkan politik.

 

Bahkan, tiga dekade berjalan, muncul berbagai kajian akademis tentang rusaknya peradaban Barat ini. Di antaranya ada buku JK Gibson-Graham yang berjudul The End of Capitalism (As We Knew It). Kemudian buku David Harvey yang berjudul Seventeen Contradictions and The End of Capitalism. Juga buku John McMurtry yang berjudul The Cancer Stage of Capitalism.

 

Belum lagi ratusan tulisan ilmiah lainnya. Bahkan kritik juga sampai ke gerakan sosial. Alhasil, kapitalisme sedang menuju pada penghujungnya. Kritik normatif ini justru memperkuat asumsi betapa secara empirik juga membuktikan kebobrokan sistem kapitalisme ini. Hal ini juga memperkuat bahwa kapitalisme tidak akan lama lagi menuju kehancurannya.

 

Penampakan boroknya demokrasi dirilis dalam laporan utama the Guardian, 6 Juni 2012, dengan judul “British Democracy in Terminal Decline” mengungkapkan fakta yang menggemparkan dunia bahwa era demokrasi bakal segera berakhir. Meski laporan ini berlocus di Inggris, namun secara karakteristik juga berlaku di negeri-negeri demokrasi.

 

Ada tiga indikator yang memperkuat fenomena tersebut. Pertama: Semakin hegemoniknya pengaruh korporasi dalam proses pengambilan keputusan publik, baik di lingkungan eksekutif maupun legislatif. Kedua: Semakin banyaknya politisi yang semakin memperkaya diri dan hanya mementingkan kelompoknya. Ketiga: Kian menurunnya partisipasi masyarakat dalam Pemilu sebagai wujud kekecewaan mereka terhadap demokrasi.

 

Diatas adalah kerusakan bidang politik, sementara demokrasi juga merusak aspek ekonomi. Dalam sejarah, kapitalisme yang begitu congkak sejak era Adam Smith pada 1800-an mulai terlihat cacatnya dan sempoyongan sejak the great depression pada malaise 1930-an. Setelah itu, kehidupan ekonomi dunia yang menganut kapitalisme dilanda krisis keuangan atau ekonomi secara berulang dan tak berkesudahan. Yang masih dekat dengan ingatan adalah resesi ekonomi global pada 2008 yang dipicu oleh krisis keuangan di Amerika Serikat.

 

Hampir semua ekonom dunia peraih Nobel, termasuk Paul Krugman dan Joseph Stiglitz, serta Bank Dunia dan IMF yang merupakan anak kandung kapitalisme sepakat bahwa krisis ekonomi yang melanda Eropa, AS, Jepang, dan pusat-pusat kapitalisme lainnya tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya. Yang lebih mencemaskan, mereka pun kewalahan bahkan hampir menyerah untuk menemukan jalan keluarnya.

 

Selain bidang politik dan ekonomo, demokrasi juga menjadikan aspek sosial juga rusak dan merusak. Kerusakan aspek sosial akibat demokrasi ini bermuara pada prinsip dasar sekularisme yang mengusung ide-ide liberalisme (kebebasan).  Karena ukuran kebahagiaan dalam sistem kapitasme bersifat materialistik, maka unsur-unsur spiritualitas sosial dalam penerapan dalam kehidupan publik diabaikan. Hal ini mengakibatkan penyakit-penyakit sosial semakin marak, kejahatan merajalela, dan terus berulang tanpa solusi yang fundamental. Keberadaan agama hanya menjadi pengisi dahaga spiritualitas personal belaka.

 

Sebagai contoh, pernikahan sejenis yang tidak manusiawi dan bertentangan dengan nilai-nilai agama justru menjadi marak. Menurut survei Pew Research, sekitar 61 persen warga Amerika telah mendukung pernikahan sejenis pada 2019, naik sekitar 30 persen dari 2004. Pada tahun tersebut, hanya 31 persen yang mendukung pernikahan sejenis. Dengan dalih HAM, maka berbagai kerusakan moral justru diberikan ruang yang luas dalam demokrasi sekuler ini. Inilah beberapa contoh tanda-tanda kehancuran sistem kapitalisme yang menjadi sumber malapetaka manusia dan kemanusiaan.

 

Intelektual muslim adalah entitas istimewa, sebab selain bertugas untuk melakukan berbagai riset sains yang menjadi penopang peradaban Islam, seorang intelektual muslim juga memiliki tugas memberikan peringatan atau berdakwah kepada manusia agar mereka sadar dan masuk Islam. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS Al Ghashiyah : 17-22.

 

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.

 

Nah berdasarkan firman Allah ini menujukkan bahwa kaum intelektual muslim adalah entitas yang memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan dengan masyarakat awam. Maka tugas mereka adalah memahamkan masyarakat tentang betapa rusaknya sistem yang diterapkan di negeri ini melalui berbagai argumen ilmiah yang bisa dibuktikan. Dari pemahaman ini akan bertranformasi kepada kesadaran bangsa akan pentingnya solusi fundamental bagi krisis multidimensi akibat penerapan kapitalisme sekuler ini.

 

Kaum intelektual juga bertugas meyakinkan kepada umat ini akan janji-janji kemenangan yang datang dari Allah bagi para pendakwah agamaNya. Yakin atau tidak, Islam pasti menang. Karena itu memang janji Allah. Bahkan, Allah mengulang ayat ini, dengan akhiran yang berbeda, sebanyak tiga kali. "Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur`ān) dan agama yang benar untuk dimenangkan atas segala agama.."

 

Pertama, QS. al-Fath: 28. Dengan akhiran, "Wakafa Billahi syahida" (Cukuplah Allah yang Menjadi Saksi). Kedua, Q.s. as-Shaf: 9. Ketiga, Q.s. at-Taubah: 33. Keduanya dengan akhiran, "Walau Kariha al-Musyrikun" (Meski orang Musyrik tidak menyukainya)

 

Kedua, QS. al-Fath: 28 turun dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah, setelah Umrah Hudaibiyah, tahun 6 H. Sebelum Makkah takluk di tangan kaum Muslim. Sedangkan Q.s. as-Shaf: 9 dan Q.s. at-Taubah: 33 turun setelah penaklukan kota Makkah. Q.s. at-Taubah sendiri turun tahun 9 H.

 

Inilah janji Allah. Janji itu terbukti. Islam pun berkuasa selama 14 abad di muka bumi, sampai akhirnya payung kekuasannya dihancurkan. Kini, setelah 101 tahun, Islam dan umatnya tidak mempunyai payung, Islam kembali hidup dan menjadi harapan kaum Muslim.

 

Bukan hanya harapan mereka, tapi merupakan harapan dunia. Terlebih saat Kapitalisme benar-benar sudah keropos luar dalam. Sosialisme dan Komunisme pun sudah runtuh. Buku "Inhiyar ar-Ra'sumaliyah wa Dhuhur al-Islam" ini ditulis oleh Dr Muhammad Malkawi yang pernah hidup di Uni Soviet di era Sosialisme, dan hidup di AS yang menerapkan Kapitalisme. 11 tahun setelah beliau prediksi Uni Soviet dan Sosialisme ini hancur, akhirnya terbukti. Tetapi, Islam akan tetap kokoh sebagai cahaya kehidupan bagi umat manusia. Masalahnya, apakah umat manusia, khususnya umat Islam, benar-benar sudah siap menyambut kembalinya Islam atau tidak, sebagaimana Madinah.

 

Maka, kaum intelektual muslim bukan hanya bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa ini, namun juga menyadarkan akan pentingnya penerapan Islam kaffah sebagai solusi fundamnetal bagi krisis multidimensi dunia ini. Sesaat lagi kapitalisme demokrasi sekuler akan runtuh dan Islam akan segera kembali berjaya memimpin dunia dengan syariah untuk menebar rahmat bagi alam semesta. The end of capitalism and becaming Islam.

 

(AhmadSastra,21/02/22 : 08.50 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories