PARADIGMA NEGARA ISLAMI - Ahmad Sastra.com

Breaking

Kamis, 21 April 2022

PARADIGMA NEGARA ISLAMI

 



Tanggapan atas Tulisan Moh Mahfud MD berjudul Fikih Konstitusi Negara Pancasila yang Islami

 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Negara Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan produk ijtihad ulama kaum Muslimin Indonesia. Sebagai produk musyawarah yang penuh argumentasi, negara Indonesia berdasarkan kesepakatan seluruh bangsa sudah Islami.

 

Kalimat di atas adalah salah satu kutipan dari tulisan Moh Mahfud MD, seorang Guru Besar Hukum dan Tatanegara sekaligus Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan  di harian Kompas, Sabtu 16 April 2022 dengan tajuk Fikih Konstitusi  Negara Pancasila yang Islami. Tulisan ini hendak memberikan catatan, tanggapan sekaligus bantahan.

 

Tulisan Moh Mahfud MD dilatarbelakangi oleh berbagai respons publik atas  ceramah shalat tarawih yang dia sampaikan di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada pada 3 April 2022, dengan mengambil tema ”Titik Temu Nasionalis-Islam dan Nasionalis–Sekuler dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.

 

Di akhir tulisan, Mahfud MD menuliskan bahwa sebagai produk musyawarah yang penuh argumentasi, maka negara Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan kesepakatan seluruh bangsa yang harus dipatuhi karena sudah Islami (diturunkan dari al maqashid al syar’i). Kalangan ulama Nahdlatul Ulama menyebut negara Indonesia sebagai Dar al mietsaq (negara kesepakatan), sedangkan kalangan Muhammadiyah menyebut sebagai Dar al ahdi wa al syahadah (negara hasil perjanjian dan tempat membangun) bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Kata islami/is·la·mi/ dalam KBBI memiliki bermakna bersifat keislaman. Kata Islami adalah istilah umum yang merujuk kepada nilai keislaman yang melekat pada sesuatu. Sesuatu yang dimaksud bisa saja dalam bentuk karya seni, tradisi, pendidikan, budaya, sikap hidup, cara pandang, teknologi, ajaran, produk hukum, lembaga, negara, dan lain-lain. Sesuatu disebut islami apabila nilai-nilai yang terkandung atau sistem yang bekerja di dalamnya mengadopsi ajaran Islam.

 

Kata islami jika dilekatkan kepada kata negara menjadi negara islami yang maknanya adalah negara yang sumber sistem hukumnya berasal dari wahyu. Negara islami bisa dikatakan sebagai antithesis dari negara sekuler dan negara komunis. Negara sekuler adalah negara yang sistem hukumnya berdasarkan konsensus sosial sebagaimana demokrasi sekuler dengan jargon dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sementara negara komunis adalah negara yang sistem hukumnya bersumber dari paham materialisme yang ateistik.

 

Benarkah negara pancasila adalah negara Islami ?. Jika merujuk kepada definisi di atas dan fakta yang ada, maka negara pancasila belum bisa dikatakan sebagai negara islami. Sebab dari sisi sumber hukum, negara pancasila tidak menjadikan Al Qur’an sebagai satu-satunya sumber hukum. Terlebih jika Indonesia menetapkan sebagai negara demokrasi, maka demokrasi adalah ideologi yang bersumber dari peradaban Yunani. Jika pancasila itu Islami, mengapa usaha formalisasi syariah Islam justru selalu dibenturkan dengan Pancasila ?.

 

Sementara, demokrasi adalah paham Barat yang membawa karakter dasar antroposentrisme, dimana manusia adalah sumber segalanya dalam kehidupan dan mengabaikan peran tuhan. Secara ekonomi, paham demokrasi tidaklah mengenal hukum halal dan haram sebagaimana Islam. Pancasila sendiri sesungguhnya merupakan set of philosophy yang bebas nilai, bergantung kepada interpretasi politik kekuasaan.

 

Penerapan demokrasi pancasila di negeri ini,  alih-alih telah memberikan keberkahan ekonomi bagi rakyat. Justru yang terjadi adalah lahirnya kebijakan ekonomi yang berpihak kepada oligarki kapitalis yang makin menyengsarakan rakyat banyak. Akhirnya kekayaan segelintir pemodal lebih banyak dibandingkan dengan kekayaan 100 juta rakyat miskin di Indonesia. Bukankah hal ini bertentangan dengan Al Qur’an surat  Al Hasyr: 7 yang menegaskan supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.

 

Antroposentrisme kapitalis ala demokrasi di negeri ini justru telah menyelisihi al maqashid al syar’i yakni penjagaan dan perlindungan atas harta. Konsep kebebasan kepemilikan ala demokrasi juga menyelisihi hukum Islam. Sumber daya alam yang semestinya milik rakyat justru diprivatisasi oleh segelintir oligarki.  Antroposentrisme kapitalis menggambarkan sebuah hasrat yang selalu tidak terpuaskan melalui nafsu keserakahannya yang berusaha memenuhi hasratnya dengan berbagai gagasan yang mengindikasikan eksploitasi kapitalistik atas manusia dan alam.

 

Antroposentrisme kapitalis juga membawa karakter reduksionis dan kolonialistik. Antroposentrisme politik telah menjadikan negeri ini justru terjajah oleh ideologi asing, alih-alih menjadi negara islami. Paham sekulerisme yang menjadi jalan tengah kompromi politik justru sering diskriminatif kepada ajaran Islam. Bahkan lebih dari itu, di negeri ini tengah terjadi islamophobia yang makin menggila. Adalah paradoks jika dikatakan sebagai negara islami, tapi yang terjadi justru islamophobia.

 

Istilah Dar al mietsaq (negara kesepakatan) dan Dar al ahdi wa al syahadah (negara hasil perjanjian dan tempat membangun) bagi seluruh rakyat Indonesia justru menujukkan bahwa negera ini bukan negara islami, namun negara sekuler. Indikasinya sangat jelas, yakni lahirnya berbagai produk UU hasil kesepakatan anggota dewan, bukan hasil istimbat hukum yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulillah. Bahkan tak jarang produk UU yang lahir justru mendapat penolakan dari rakyat karena dinggap tidak pro rakyat.

 

Tujuan lain dari al maqashid al syar’i berdirinya negara dalam Islam adalah melindungi agama, sebab agama dan negara adalah dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan  pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.

 

Al Qur’an mengenalkan istilah khalifah sebagai konsep kepemimpinan Islam. Disebut dengan raja karena memimpin kerajaan. Disebut sultan karena memimpin kesultanan dan disebut khalifah karena memimpin khilafah. Esensi khilafah dalam Islam adalah untuk menerapkan syariat dan hukum Allah secara sempurna di berbagai bidang kehidupan manusia. Esensi kedua khilafah adalah dakwah rahmatan lil alamin ke seluruh penjuru dunia. Esensi ketiga khilafah adalah mewujudkan persatuan umat seluruh dunia dalam satu kepemimpinan.

 

Di sub tema Nabi Mendirikan Negara, Mahfud menuliskan bahwa membangun negara, bahkan mendirikan negara dan pemerintahan (khilafah), menurut Islam, adalah keharusan (wajib) karena bernegara adalah sunatullah. Tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang bisa hidup di luar kekuasaan negara, baik negara merdeka maupun negara jajahan.

 

Dengan demikian, khilafah adalah negara Islami sebagai pelanjut negara Madinah yang dipimpin Rasulullah. Khilafah menyandarkan sistem hukumnya kepada Al Qur’an, Al Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Lantas dimana letak islaminya negara pancasila yang menerapkan demokrasi dan sekulerisme ?.

 

(Ahmadsastra,KotaHujan,21/04/22 : 20.20 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories