WATAK CULAS SEBAGAI CACAT BAWAAN DEMOKRASI - Ahmad Sastra.com

Breaking

Kamis, 15 Februari 2024

WATAK CULAS SEBAGAI CACAT BAWAAN DEMOKRASI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Sistem politik demokrasi yang membawaan gen sekulerisme telah diterapkan sejak zaman plato. Meski demikian, Plato sendiri justru berikan kritik tajam atas paham demokrasi ini.  Menurut murid Sokrates ini bahwa demokrasi berpotensi besar menghasilkan suatu sentimentalitas (seperti politik identitas) dan dapat membuahkan suatu ketidakadilan.

 

Lebih-lebih lagi, kebebasan dalam demokrasi tersebut dapat menghasilkan suatu oligharki ephitumia, yakni terpilihnya segelintir orang karena faktor kekayaan untuk memegang kekuasaan dan mereka mempunyai tujuan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan mereka.

 

Dengan kata lain, mempunyai tujuan untuk mengejar suatu nafsu dunia. Sementara itu menurut Plato, pemimpin harus dipilih berdasarkan alasan rasional, seperti berdasarkan kemampuan. Dengan demikian secara konseptual dan paradigmatik, demokrasi telah mengalami cacat bawaan dimana segelintir orang pemuas nafsu duniawilah yang justru akan mengendalikan rakyat jelata. Hasilnya tentu saja kontraproduktif, yakni kemiskinan terstruktur, kejahatan terorganisir, kecurangan masif, dan tipu daya yang membudaya.

 

Kejahatan oligarki akan tumbuh subur dalam sistem demokrasi, sebab karakter sekulerisme demokrasi memberikan ruang lebar bagi kedaulatan hukum yang disusun oleh mereka sendiri. Apapun keinginan mereka bisa diwujudkan dengan membuat produk hukum, menghapusnya atau bahkan mengubahnya. Antroposentrisme demokrasi memungkinkan para penjahat yang justru berkuasa dengan modal uang yang tak terbatas.

 

Ada beberapa watak antroposentrisme demokrasi kapitalisme sekuler. Karena hasrat yang selalu tidak terpuaskan, manusia melalui akal pengetahuannya berusaha memenuhi hasratnya dengan berbagai gagasan yang mengindikasikan eksploitasi kapitalis.

 

Karakter antroposentrisme kapitalis yakni opresif / eksploitatif, reduksionis, kuasa-menguasai (kolonialisme), berwawasan ilmu pengetahuan modern dan berteknologi. Antroposentrisme kapitalis melihat alam sebagai objek, alat, komoditas, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia.

 

Antroposentrisme kapitalis hadir sebagai ideologi untuk menggerakkan kaki- tangan proyek-proyek pembangunan yang bermisikan ‘pembangunan peradaban’. Antroposentrisme berkonspirasi dengan ilmu pengetahuan modern dengan mengabaikan cara-cara pengetahuan ekologi dan pendekatan holistik, serta mengebirikan kaum perempuan sebagai ahli.

 

Antroposentrisme demokrasi dengan kendali penuh kaum oligarki hanya akan menghasilkan berbagai bentuk kerusakan kemanusiaan, lingkungan dan nilai-nilai. Tidak ada satupun kebaikan dalam demokrasi ini. Di berbagai belahan negara yang menerapkan demokrasi akan terjadi berbagai kerusakan, kezoliman, penjajahan, amoralitas, nir etika, dan ujungnya adalah kerusakan peradaban manusia pada umumnya.

 

Demokrasi berasal dari bahasa Latin, demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan), ia selalu diasosiasikan sebagai suatu bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi dinilai sebagai sebuah sistem nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia yang lebih baik dari saat ini. Ia juga dinilai sesuai dengan tuntutan-tuntutan kebutuhan 'non material' manusia.

 

Nilai-nilai Demokrasi itu kemudian diyakini akan dapat memanusiakan manusia, sebab nilai-nilainya bertitik tolak dari 'nilai-nilai luhur' kemanusiaan. Anggapan ini terutama muncul karena faktor penderitaan manusia akibat fasisme, totaliterianisme, komunisme, dan paham-paham anti-demokrasi lainnya pada beberapa dekade yang lalu. Definisi di atas mempertegas bahwa eksistensi tuhan tidak dihitung, alias diabaikan. Padahal Indonesia konon katanya sebagai negara berketuhanan yang maha esa. Semestinya aspek paradigmatic ini menjadi perhatian utama pada akademisi muslim di kampus-kampus.

 

Ketiga mengabaikan peran tuhan, maka praktek berdemokrasi didasarkan oleh teori kontrak sosial, dimana kedaulatan negara bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja (taken for granted) atau berasal dari Tuhan (not derived from God). Kedaulatan merupakan sebuah produk proses perjanjian sosial antara individu dalam masyarakat, yang tidak ada sangkut pautnya dengan pendelegasian kekuasaan ataupun berasal dari Tuhan kepada seorang penguasa tertentu. Maka pada dasarnya teori Kontrak Sosial merupakan suatu teori politik yang sepenuhnya bersifat sekuler dan sangat bertentangan dengan manhaj Islam (ketentuan dan kebiasaan dalam Islam). Perbedaan yang mendasar antara Islam dan demokrasi ada pada paradigma kedaulatan hukum.

 

Padahal Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an: Allah, tidak ada Tuhan (Yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi (kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Qs. al-Baqarah [2]: 255). Dan Dialah Yang Berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Qs. al-An'aam: 18).

 

Sekulerisme sebagai sifat bawaan demokrasi adalah pandangan dunia yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, hukum, ekonomi, politik, dan budaya. Dengan kata lain, sekulerisme adalah paham yang memisahkan antara kehidupan dengan agama. Konsep ini menganggap bahwa kebijakan publik, hukum, dan etika harus didasarkan pada akal budi, bukan agama. Dalam masyarakat sekuler, kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi manusia, tetapi agama diperlakukan sebagai urusan pribadi dan tidak mempengaruhi kebijakan publik.

 

MUI pernah menetapkan fatwa haram untuk liberalisme, pluralisme dan sekulerisme agama pada tahun 2005. MUI berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan umat muslim.

 

Pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat memperlemah keimanan umat muslim, karena pandangan sekulerisme menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, sehingga nilai-nilai keagamaan tidak lagi diakui sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Argumen inilah yang menguatkan bahwa demokrasi itu haram bagi umat Islam, baik menerapkan maupun menyebarkan. Muslim harus kembali ke jalan lurus yang telah disediakan Allah, yakni jalan Islam.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,15/02/24 : 15. 15 WIB)

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories