Oleh : Ahmad Sastra
Di negeri demokrasi, dimana kebebasan individu dijunjung setinggi langit, dimana perialku menyimpang bahkan diberikan ruang dan perlindungan hukum. Tidak heran jika di beberapa negara demokrasi perilaku menyimpang seperti miras, LGBT, freesex, perjudian, bahkan hingga bunuh diri diberikan ruang dan legitimasi hukum.
Minum minuman berakohol bahkan telah menjadi kebiasaan masyarakat barat, lihatlah yang sering ditayangkan dalam film-film barat, selalu dibumbui oleh budaya minum minuman berakohol, akibatnya banyak orang yang mabuk atau mabok. Ciri-ciri orang yang mabuk, baik akibat alkohol maupun zat lainnya, umumnya melibatkan perubahan perilaku, fisik, dan mental.
Biasanya kalo orang sudah mabuk maka, sering kali berbicara dengan suara yang tidak jelas atau lambat, dan sulit dipahami. Mabuk juga dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih emosional, mudah marah, atau bahkan menangis tanpa alasan yang jelas. Beberapa orang juga bisa menjadi lebih agresif atau mudah tersinggung.
Orang mabuk juga akan sering mengaburkan kemampuan untuk berpikir logis, sehingga orang yang mabuk bisa mengambil keputusan yang buruk atau melakukan hal-hal yang berisiko. Lebih parah lagi, akibat mabok, seseorang akan kehilangan kontrol diri. Ini dapat bervariasi, dari perilaku yang impulsif hingga tindakan yang tidak pantas seperti tertawa atau menangis secara berlebihan dan bahkan melalukan berbagai bentuk tindakan menyimpang hingga kriminal.
Orang yang mabok miras atau minuman berakohol akan mirip dengan orang yang mabok demokrasi. Mabuk demokrasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan di mana demokrasi mengalami kelebihan atau penyimpangan dalam praktiknya, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan sistem politik itu sendiri.
Ungkapan ini mengandung makna bahwa demokrasi sebagai sistem yang memberikan legitimasi kebebasan dan hak asasi individu, akan menjadikan manusia atau rakyat serta para pejabat kehilangan kontrol dalam berperilaku maupun berpolitik. Sebagaimana orang mabok, demokrasi juga seperti alcohol yang membuat mabok kolektif.
Demokrasi menjunjung tinggi kebebasan individu, tetapi jika kebebasan ini tidak disertai tanggung jawab dan batasan yang jelas, bahkan dilegitimasi oleh hukum, maka masyarakat bisa mengalami chaos. Misalnya, kebebasan berbicara yang tidak terkendali bisa mengarah pada penyebaran ujaran kebencian, hoaks, atau disinformasi yang merusak harmoni sosial. Siapapun boleh bicara apapun, tanpa ada legitimasi otoritas, maka akan terjadi kekacauan sosial.
Mabok demokrasi juga bisa mengakibatkan apa yang disebut dengan istilah Overdemokratisasi. Ini terjadi ketika setiap hal, termasuk keputusan yang seharusnya diambil oleh para ahli atau pemimpin yang kompeten serta personal yang punya otoritas keilmuwan, justru diserahkan pada pemungutan suara atau referendum publik, dimana populis yang akan menjadi pemimpin, meski dungu sekalipun. Dalam kondisi ini, proses pengambilan keputusan bisa menjadi lambat, tidak efisien, atau malah kontraproduktif karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang isu yang kompleks. Kondisi ini yang menjadi salah satu kritik Plato atas keburukan demokrasi.
Mabuk demokrasi juga bisa merujuk pada kondisi di mana para pemimpin politik terlalu fokus mengejar popularitas atau dukungan mayoritas tanpa mempertimbangkan kepentingan jangka panjang, stabilitas institusi, atau hak-hak rakyat banyak.
Pemimpin populis mungkin mengorbankan kebijakan yang berkelanjutan demi keuntungan politik jangka pendek. Populisme telah menjadi alkohol politik demokrasi sehingga yang dimunculkan tidak lebih dari sebuah gimik-gimik dan sandiwara politik agar mendapatkan simpati rakyat yang memang sudah buta politik.
Orang yang mabok alcohol, maka akan sering membuat kegaduhan dan kerusuhan serta permusuhan masyarakat sekitar. Begitupun yang mabok demokrasi dapat menimbulkan olarisasi dan fragmentasi sosial. Hal ini bisa terjadi ketika perbedaan ini menjadi sangat tajam, dan masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.
Ini mengakibatkan polarisasi yang mendalam dan sulitnya mencapai konsensus atau kerja sama politik. apalagi bagi umat Islam, gegara demokrasi kufur inilah kini umat Islam terpacah belah di seluruh dunia dalam ikatan nasionalisme sempit, ikatan organisasi dan partai serta ikatan-ikatan primordialisme lainnya.
Padahal Allah menegaskan dalam Al-Qur'an, Surat Al-Hujurat (49:10) bahwa sesama muslim di seluruh dunia adalah bersaudara : Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.
Allah juga melarang keras kondisi umat Islam yang bercerai berai dalam Al-Qur'an, Surat Ali 'Imran (3:103) : Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.
Allah juga menegaskan dalam Al-Qur'an, Surat Al-Anfal (8:46) bahwa perselisihan umat Islam gegara faktor primordialisme dilarang karena akan melemahkan kekuatan umat Islam : Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Sebaliknya, dalam Surah At-Taubah (9:71) Allah memerintahkan sesama mukmin itu saling menolong : "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Dalam situasi mabuk demokrasi, negara dapat kehilangan kendali terhadap berbagai aspek penting dalam kehidupan publik karena terlalu banyak kepentingan yang bersaing atau beragamnya suara yang harus diakomodasi. Ini bisa melemahkan otoritas negara dalam menjalankan fungsinya sebagai pengatur dan pelindung masyarakat. Dalam kondisi seperti, maka perilaku-perilaku yang jelas-jelas menyimpang dan melanggar hukum Allah pun diberikan ruang dan bahkan justifikasi hukum.
Itulah mengapa di banyak negara LGBT disahkan, dengan alas an sebagai kebebasan individu yang harus dilindungi. Sementara dalam Islam, LGBT diharamkan dan dihukum mati bagi pelakunya. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam kisah Nabi Luth.
Mabuk demokrasi juga dapat menyebabkan situasi di mana terlalu banyak proses deliberasi atau debat tanpa hasil yang jelas. Hal ini bisa mengakibatkan kebuntuan politik (gridlock), di mana tidak ada keputusan yang bisa diambil secara efektif karena berbagai kepentingan yang saling berbenturan.
Kepentingan itu bersumber dari nafsu dan akalnya, bukan bersumber dari wahyu. Kepentingan itu juga hanya berujung pada perebutan tahta dan harta semata, bukan tentang amanah kepemimpinan untuk kepentingan rakyat. Demokrasi itu tak lebih dari permainan kaum oligarki yang jumlahnya hanya satu persen, sementara rakyat hanya jadi tumbal belaka, sementara para pejabat dan pemimpin hanya jadi jongos pengkhianat saja.
Mabok demokrasi akan berujung pada disorientasi politik, dimana di mana sistem demokrasi mengalami kebingungan atau penyimpangan dari prinsip-prinsip dasarnya, terlebih prinsip-prinsip agama, khususnya Islam.
Ketika aktor politik menggunakan kekuasaan mereka bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, prinsip representasi dan partisipasi yang menjadi inti demokrasi terganggu.
Kedaulatan rakyat sesungguhnya hanya penipun belaka, sebab faktanya kekuasaan demokrasi hanya dipegang oleh segelintir kaum oligarki yang rakus dunia. Penyalahgunaan kekuasaan menjadi salah satu karakter dasar demokrasi.
Para pemimpin yang mabok demokrasi dan mengalami disorientasi, maka akan kehilangan kepercayaan rakyat kepada mereka. Disorientasi demokrasi akan menimbulkan ketidakpercayaan rakyat kepada partai politik, parlemen, dan lembaga penegak hukum. Krisis kepercayaan ini sering kali disebabkan oleh korupsi, ketidaktransparanan, atau ketidakadilan. Demokrasi membawa virus anti-adab yang melahirkan hilangnya adab di masyarakat dan para pemimpinnya.
Dalam Islam mabok karena menenggak minuman keras (khamr) itu haram hukumnya, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmanNya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (QS. Al-Baqarah : 219). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk…….. (QS An Nisaa' : 43)
Jika yang sifatnya perbuatan individual saja haram hukum, apalagi jika mabok demokrasi dengan menerapkan hukum-hukum jahiliyah yang menyelisihi syariat Allah, maka mabok demokrasi lebih haram dari pada mabok miras. Sebab Allah melarang seorang muslim mengikuti thaghut dan hukum jahiliyah, apalagi menerapkannya, dimana yang diharamkan Allah menjadi halal, sementara yang dihalalkan Allah justru diharamkan, ini orang mabok namanya, kerasukan thaghut.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS An Nisaa' : 60)
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS An Nisaa' : 61)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS Al maidah : 50).
Jika mabok khamr saja haram, apalagi mabok demokrasi, lebih haram lagi.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 02/10/24 : 09.34 WIB)
Demokrasi terlihat sepintas seperti kedaulatan ada di tangan rakyat namun kenyataannya demokrasi yang sekarang, demokrasi selalu dijadikan benteng benteng para penjahat untuk melakukan tindakan semena mena, hal ini akan terus dilakukan sampai pada titik rakyat sudah tidak percaya pada demokrasi lagi ( Wildan okta ramadhani, 241105080533 )
BalasHapuskita sebagai mahasiswa harus berfikir kritis terhadap negara demokrasi ini
BalasHapusMahasiswa tetap harus dalam kendali dan bahkan membuat rencana untuk menolak tawaran tersebut. Pastikan rencana ini tidak mengganggu hubungan Anda dengan orang tersebut.
BalasHapusBegitu Anda sudah mengetahui bagaimana cara mengatasi tawaran untuk minum alkohol, mahasiswa tentu bisa lebih mengendalikan diri jika hal tersebut terjadi kembali nanti.