Oleh : Ahmad Sastra
Stres dan kecemasan adalah dua respons psikologis yang
sering terjadi sebagai akibat dari tekanan hidup, namun keduanya memiliki
perbedaan dalam hal sifat, penyebab, dan cara penanganannya. Meskipun terkadang
digunakan secara bergantian, mereka memiliki karakteristik yang berbeda.
Stres adalah respons fisiologis dan psikologis tubuh
terhadap tantangan atau ancaman yang dirasakan. Ketika seseorang menghadapi
situasi yang dianggap menekan atau mengancam, tubuh akan melepaskan hormon
stres seperti adrenalin dan kortisol yang menyiapkan tubuh untuk bertindak, ini
disebut respons "fight or flight".
Penyebab Stres ada dua, pertama, faktor eksternal, misalnya
pekerjaan yang menumpuk, masalah keuangan, hubungan interpersonal yang buruk,
atau masalah kesehatan. Kedua, faktor internal, misalnya perasaan tidak mampu
mengatasi situasi, rasa cemas tentang masa depan, atau harapan yang sangat
tinggi terhadap diri sendiri.
Secara fisik orang yang mengalami kondisi stress biasanya
akan kelelahan, ketegangan otot, gangguan tidur, sakit kepala. Sementara secara
emosional, dia akan frustrasi, mudah marah, cemas, rasa tertekan. Dari sisi perilaku,
orang yang mengalami stress akan mengalami gangguan makan (baik makan
berlebihan atau kurang makan), perubahan dalam kebiasaan tidur.
Meski demikian, stres bisa bermanfaat dalam situasi
tertentu, seperti ketika seseorang perlu berfokus atau mengambil tindakan cepat
(misalnya dalam situasi darurat). Dalam situasi seperti itu, stres dapat
meningkatkan kewaspadaan dan membantu individu bertindak dengan lebih efisien.
Jika stres berlangsung lama dan tidak dikelola dengan
baik, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan tidur, masalah
pencernaan, penurunan kekebalan tubuh, serta meningkatkan risiko penyakit
jantung dan gangguan mental (seperti depresi).
Kecemasan adalah perasaan khawatir atau takut yang
berlebihan mengenai masa depan atau situasi yang tidak pasti. Berbeda dengan
stres yang lebih sering dipicu oleh peristiwa tertentu, kecemasan biasanya
lebih berkaitan dengan perasaan gelisah dan ketidakpastian yang lebih lama dan
lebih terus-menerus. Kecemasan dapat muncul tanpa pemicu yang jelas, meskipun
sering kali berhubungan dengan pemikiran negatif tentang apa yang mungkin terjadi
di masa depan.
Kecemasan bisa disebabkan oleh faktor psikologis
berupa pengalaman trauma masa lalu, kecenderungan untuk berpikir negatif, atau
adanya gangguan mental seperti gangguan kecemasan umum (GAD). Bisa juga
disebabkan oleh faktor sosial dan lingkungan: Ketidakpastian dalam kehidupan,
tekanan sosial, atau kecemasan tentang penilaian orang lain.
Secara fisik, orang yang mengalami gangguan kecemasan
biasanya detak jantung cepat, pernapasan pendek, keringat dingin, pusing, atau
bahkan mual. Secara emosional akan muncul rasa gelisah, ketakutan tanpa alasan
yang jelas, merasa cemas tanpa kendali. Sedangkan secara kognitif, orang yang
mengalami kecemasan akan berpikir berlebihan tentang kemungkinan kejadian
buruk, terjebak dalam ruminasi (memikirkan hal yang sama berulang-ulang).
Kecemasan yang berlarut-larut dapat berkembang menjadi
gangguan kecemasan atau bahkan serangan panik. Jika tidak ditangani, kecemasan
bisa mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan mengganggu kegiatan sehari-hari.
Bagaimana pandangan ilmuwan muslim terkait stress dan
kecemasan ini ?. Al-Balkhi adalah seorang ilmuwan dan psikolog Muslim yang
terkenal pada abad ke-9 dan ke-10. Ia dikenal dengan karya-karyanya dalam
bidang psikologi, kesehatan mental, dan kedokteran, khususnya tentang stres dan
gangguan mental.
Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah "Masalih
al-Abdan wa al-Anfus" (Manfaat untuk Tubuh dan Jiwa), yang membahas
tentang kesehatan tubuh dan jiwa, termasuk cara-cara untuk mengatasi stres,
depresi, dan gangguan psikologis lainnya.
Dalam karyanya tersebut, Al-Balkhi menjelaskan bahwa stres
atau kesedihan (yang dapat dipahami sebagai bentuk tekanan psikologis) adalah
reaksi normal terhadap kondisi yang tidak menguntungkan atau perubahan
kehidupan. Namun, apabila stres ini tidak dikelola dengan baik, dapat mengarah
pada masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti depresi atau gangguan
kecemasan.
Al-Balkhi mengidentifikasi beberapa sumber stres yang
bisa datang dari dalam diri manusia maupun dari luar diri. Pertama, masalah
psikologis, seperti kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran tentang masa depan. Kedua,
masalah fisik, misalnya penyakit atau kelelahan tubuh. Ketiga, masalah sosial
dan ekonomi, seperti kesulitan dalam hubungan dengan orang lain, masalah
keuangan, atau tekanan pekerjaan.
Menurut Al-Balkhi, stres yang berkepanjangan dapat merusak
keseimbangan jiwa dan tubuh. Al-Balkhi mengaitkan stres dengan gangguan pada
tubuh, seperti penurunan nafsu makan, gangguan tidur, dan penurunan fungsi
organ tubuh. Secara mental, stres dapat menyebabkan seseorang merasa cemas,
tertekan, atau bahkan jatuh dalam keadaan depresi.
Al-Balkhi menekankan pentingnya pengelolaan diri dan
cara-cara tertentu untuk meredakan stress. Pertama, perubahan pola pikir yakni dengan mengubah
perspektif atau cara berpikir terhadap masalah dapat membantu mengurangi stres.
Ini mirip dengan apa yang kini kita sebut sebagai terapi kognitif.
Kedua, Al-Balkhi menganjurkan untuk meluangkan waktu
untuk beristirahat, merenung, dan melakukan aktivitas yang menenangkan jiwa. Ketiga,
menjaga keseimbangan tubuh dan jiwa dengan menjaga kesehatan fisik (seperti
pola makan yang sehat, tidur yang cukup, dan olahraga) serta menjaga kesehatan
mental, seseorang dapat mengurangi dampak buruk dari stres.
Al-Balkhi juga menganggap bahwa kehidupan spiritual
memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola stres. Keterhubungan dengan
Tuhan, berdoa, dan bermeditasi tentang kehidupan dapat memberikan ketenangan
batin yang sangat efektif dalam mengurangi kecemasan dan stres. Ini sejalan
dengan pandangan banyak tokoh Islam lainnya yang mengaitkan kesehatan mental
dengan kedekatan kepada Tuhan.
Selain itu, Al-Balkhi juga menyarankan agar seseorang
mencari dukungan sosial untuk mengatasi stres. Berbicara dengan orang yang
dipercaya, berbagi beban emosional, dan mendengarkan nasihat dari orang lain
dapat memberikan perspektif yang lebih baik dan membantu mengurangi perasaan
terisolasi yang seringkali muncul akibat stres.
Pandangan Al-Balkhi tentang stres sangat relevan
dengan banyak pendekatan psikologi modern, terutama dalam hal mengelola stres
melalui keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Stres, menurut Al-Balkhi,
dapat dikelola dengan perubahan pola pikir, menjaga kesehatan fisik dan mental,
serta melalui kehidupan spiritual yang dapat memberikan kedamaian dan
ketenangan batin. Prinsip-prinsip ini tetap bermanfaat dalam mengatasi stres
dan menjaga kesejahteraan psikologis di zaman modern ini.
Puasa Ramadhan dapat menjadi sarana yang efektif untuk
mengatasi stres dan kecemasan. Meskipun puasa secara fisik bisa menantang,
aspek spiritual, psikologis, dan emosionalnya memiliki manfaat yang signifikan
dalam mengelola tekanan mental.
Selama Ramadhan, umat Muslim diundang untuk lebih
banyak beribadah, seperti salat, membaca Al-Qur'an, dan berdoa. Semua ini dapat
menjadi sumber ketenangan batin dan refleksi diri yang membantu mengurangi
kecemasan. Dengan mengambil waktu untuk merenung dan meningkatkan hubungan
spiritual dengan Tuhan, seseorang dapat merasa lebih tenang, fokus, dan
terhubung dengan tujuan yang lebih besar dalam hidup.
Hal ini akan memberikan manfaat sebagai relaksasi
mental yang diperoleh dari ibadah dan refleksi diri dapat mengurangi kecemasan
yang disebabkan oleh stres sehari-hari, serta memberikan perspektif yang lebih
luas tentang masalah yang dihadapi.
Puasa Ramadhan mengatur pola makan dan tidur, yang
memberikan struktur dan rutinitas yang stabil dalam kehidupan sehari-hari.
Rutinitas yang lebih teratur dapat membantu menurunkan kecemasan karena
seseorang merasa lebih terorganisir dan memiliki kontrol yang lebih baik atas
hidup mereka. Hal ini akan memberikan manfaat berupa keteraturan ini memberi
rasa aman dan mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat ketidakpastian
dalam kehidupan sehari-hari.
Puasa adalah latihan pengendalian diri. Menahan lapar,
haus, dan godaan lainnya sepanjang hari membutuhkan ketahanan mental yang
besar. Dengan berhasil mengatasi tantangan ini, seseorang dapat merasa lebih kuat
secara mental, meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi kecemasan yang
sering kali muncul akibat perasaan tidak berdaya.
Manfaatnya adalah sebagai pengendalian diri yang
dilatih selama puasa memperkuat mentalitas dan mengurangi kecemasan yang sering
berhubungan dengan kehilangan kontrol terhadap diri sendiri atau situasi.
Ramadhan juga sering kali menjadi waktu untuk
berkumpul bersama keluarga, teman, dan komunitas. Momen berbuka puasa bersama
dan kegiatan sosial lainnya menciptakan rasa keterhubungan sosial yang sangat
penting dalam mengatasi stres.
Koneksi yang kuat dengan orang lain bisa memberikan
rasa dukungan emosional yang mengurangi perasaan kesepian atau kecemasan. Dukungan
sosial ini dapat mengurangi tekanan mental yang sering disebabkan oleh isolasi
sosial, meningkatkan perasaan diterima dan dipahami.
Puasa mengajarkan untuk lebih fokus dan tekun dalam
menjalani aktivitas harian. Dengan fokus pada tujuan spiritual yang lebih
besar, seperti mendapatkan ridha Allah, seseorang dapat mengalihkan perhatian
dari kecemasan yang berhubungan dengan masalah duniawi. Manfaatnya adalah fokus
yang lebih tinggi pada nilai-nilai positif dan spiritualitas dapat mengurangi
kecemasan dan memberikan rasa ketenangan dalam menghadapi masalah.
Puasa juga memperkuat rasa syukur atas nikmat yang
dimiliki. Rasa syukur ini membantu seseorang untuk lebih menerima keadaan
mereka dan mengurangi perasaan cemas tentang hal-hal yang belum tercapai.
Ketika seseorang merasa bersyukur, mereka lebih
cenderung untuk melihat kehidupan dengan pandangan positif, meskipun menghadapi
tantangan. Manfaatnya adalah syukur yang diperkuat selama Ramadhan mengubah
fokus dari apa yang hilang menjadi apa yang sudah dimiliki, yang mengurangi
kecemasan dan stres.
Puasa membantu seseorang untuk mengelola emosinya
dengan lebih baik. Dengan menahan diri dari makan dan minum, individu juga
belajar untuk menahan impuls negatif, seperti rasa marah atau frustasi. Hal ini
dapat membantu mengurangi reaksi emosional yang berlebihan, yang sering menjadi
penyebab kecemasan. Manfaatnya adalah pengendalian emosi yang lebih baik
membuat seseorang lebih mampu menghadapi situasi penuh tekanan tanpa merasa
terbebani atau cemas.
Puasa memberi kesempatan untuk menghindari gangguan
negatif, seperti kebiasaan buruk, gosip, atau penggunaan media sosial yang
berlebihan. Dengan lebih banyak berfokus pada ibadah dan aktivitas positif,
seseorang dapat merasa lebih terkendali dan tidak terjebak dalam kecemasan yang
disebabkan oleh rangsangan eksternal.
Manfaatnya adalah dengan menjauhkan diri dari hal-hal
yang dapat memicu kecemasan, seseorang memiliki ruang mental untuk beristirahat
dan mengurangi tekanan yang datang dari dunia luar.
Meskipun puasa mengubah jadwal makan, banyak orang
melaporkan perbaikan kualitas tidur selama Ramadhan. Tidur yang lebih
berkualitas dan cukup membantu dalam mengelola stres dan kecemasan, karena
tubuh dan pikiran dapat beristirahat dengan baik untuk menghadapi tantangan
keesokan harinya. Manfaatnya adalah tidur yang baik sangat penting untuk kesehatan
mental, karena kurang tidur dapat memperburuk kecemasan dan stres.
Puasa bukan hanya membebaskan tubuh dari makanan dan
minuman, tetapi juga memberikan kesempatan untuk membersihkan pikiran dari
hal-hal negatif, kebiasaan buruk, dan kecemasan yang tidak perlu. Ini adalah
waktu yang baik untuk melakukan introspeksi dan meninggalkan hal-hal yang
membebani pikiran dan hati. Dengan membersihkan pikiran dari kecemasan dan
kekhawatiran, seseorang dapat merasa lebih ringan dan lebih siap untuk
menghadapi tantangan dengan pikiran yang jernih.
Puasa Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan
haus, tetapi juga memiliki dampak yang kuat pada kesehatan mental. Melalui
ibadah yang lebih intens, pengendalian diri, rutinitas yang lebih teratur,
serta keterhubungan sosial, puasa dapat menjadi alat yang efektif untuk mengatasi
stres dan kecemasan.
Dengan pendekatan yang holistik terhadap kesejahteraan
fisik, mental, dan spiritual, Ramadhan memberikan kesempatan bagi individu
untuk merasakan ketenangan batin, meningkatkan kesabaran, dan memupuk rasa
syukur yang dapat mengurangi tekanan mental dan kecemasan.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 06 Ramadhan 1446 H – 06 Maret
2025 M : 15.34 WIB)