Oleh : Ahmad Sastra
Skema Dua Negara, Bukan Solusi
Membela penjajah israel bertentangan
dengan syariat Islam dan pembukaan UUD 45. Sebab Allah telah menegaskan dalam
firmanNya : Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu. (QS Al Baqarah : 120)
Sementara dalam pembukaan UUD 45 tertulis
dengan jelas : Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Jelas dalam hal ini bahwa
posisi israel adalah penjajah, sementara paletina adalah pihak yang dijajah.
Jika dilihat dimensi historisnya, akan
mudah dipahami bahwa israel adalah penjajah atas rakyat Palestina. Entah sudah
berapa nyawa melayang dan entah sudah berapa hektar tanah palestina dirampok
israel. Maka jika presiden Prabowo akan
mengakui israel jika mereka mengakui kedaulatan palestina adalah sebuah
keputusan yang cukup menyakitkan hati kaum muslimin sedunia.
Prabowo bilang, saat negara Palestina
diakui Israel, maka Indonesia siap mengakui Israel sebagai negara membuka
hubungan diplomatik dengan Israel. Bagaimana mungkin penjajah diberikan
kesempatan untuk mendirikan negara di atas tanah jajahannya ?. Logikanya,
apakah boleh dulu, penjajah protugis,
belanda atau jepang mendirikan negara di atas tanah Indonesia, dengan alasan
solusi dua negara agar terwujud perdamaian ?.
Dengan wacana yang dilemparkan oleh
Prabowo, soal skema dua negara mereka, maka penting ditanyakan ?. Palestina
merdeka itu wilayahnya yang mana, apa hanya Jalur Gaza, Tepi Barat dan
Yerusalem Timur saja sebagaimana solusi dua negara (two-state solution) yang
dicanangkan PBB atau termasuk wilayah Palestina lainnya yang tengah diduduki
Israel?.
Kalau semuanya, tentu saja Israel tidak
akan ada kalau Palestina merdeka. Jadi, tidak ada relevansinya lagi mengakui
adanya negara Israel. Tentu saja bukan ini yang diinginkan Prabowo. Padahal
akar masalah Palestina adalah adanya pendudukan sebagian wilayah Palestina oleh
entitas penjajah Zionis Yahudi. Jadi jika seluruh wilayah Palestina yang
merdeka, maka israel harus pergi dari tanah palestina yang mereka rampok. Jika tidak,
maka sama saja dengan menyerahkan tanah ke penjajah.
Artinya, kalau hanya Jalur Gaza, Tepi
Barat, dan Yerusalem Timur saja. Sedangkan sisanya untuk Israel, itu sama saja
dengan menyetujui sebagian besar wilayah Palestina diduduki oleh entitas
penjajah Zionis Yahudi. Nah, ini yang diinginkan Prabowo. Keinginannya sangat
sejalan dengan solusi yang ditawarkan negara kafir penjajah Amerika Serikat dan
sekutunya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan akan
mendorong kemerdekaan negara Palestina dalam konferensi tingkat tinggi solusi
dua negara di New York, Amerika Serikat, pada Juni 2025. Dalam KTT tersebut,
Macron mengatakan Prancis dan Arab Saudi akan memberikan dorongan baru untuk
pengakuan negara Palestina, termasuk pengakuan terhadap Israel untuk hidup aman
dan damai di kawasan Timur Tengah.
Gagasan solusi dua negara ini disetujui oleh MUI. “Israel
harus terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina. Atas dasar pengakuan
tersebut, barulah Indonesia mempertimbangkan membuka hubungan diplomatik dengan
Israel,” ujar Yusril Ihza Mahendra, menteri koordinator bidang hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan menambahkan,
sebagaimana dikutip oleh tempo.co. di Jakarta, 22 Mei 2025
Padahal skema dua negara itu bukan solusi. Solusi
untuk penjajah adalah diusir dari tanah jajahannya, sebagaimana para penjajah
Indonesia dulu yang diusir para pahlawan, seperti Belanda, Portugis dan Jepang.
Sudarnoto
menuturkan bahwa pertemuan Prabowo dan Macron layak diapresiasi sebagai langkah
lebih maju, tidak hanya untuk kepentingan kerja sama bilateral, tetapi juga
demi kepentingan kemanusiaan, kedaulatan, kemerdekaan Palestina, serta keamanan
global dan perdamaian sejati. Ini narasi yang agak berlebihan.
Kemerdekaan Tidak Untuk Ditukar Guling, Tapi
Diperjuangkan
Dilansir oleh Kompas, bahwa Ketua Bidang Hubungan
Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hakim
menyatakan, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk membenci Israel jika
Palestina telah merdeka dan mendapatkan kembali hak atas wilayahnya.
Hal ini disampaikan Sudarnoto merespons pernyataan
Presiden Prabowo Subianto yang menyebut akan mengakui negara Israel jika
kedaulatan Palestina diakui Israel.
"Jika Israel tidak lagi menjajah, semua pasukan mundur dari Gaza,
semua tanah yang telah direbut secara paksa oleh Israel dikembalikan, semua
tawanan Palestina dilepas, maka tidak ada lagi alasan Indonesia untuk membenci
Israel,"
Dalam sejarah, Palestina merupakan salah
satu negara pertama yang mengakui Indonesia sebagai negara merdeka secara de
facto. Pengakuan ini disebarluaskan ke seluruh dunia oleh seorang mufti besar
Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini.
Pasca-mengakui Indonesia merdeka, mufti
besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan Muhammad Ali Taher, saudagar
kaya Palestina, menyiarkan dukungan rakyat Palestina terhadap kemerdekaan
Indonesia. Dukungan tersebut disebarluaskan melalui radio berbahasa Arab di
Berlin, Jerman. Jadi aneh jika saat ini kemerdekaan Palestina malah seolah
ditukar guling dengan penjajah israel.
Palestina adalah tanah milik umat Islam
yang diberkahi Allah dan menjadi salah satu wilayah tujuan Isra Mi’raj. Allah
abadikan dalam QS Al Isra ayat 1 : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Sejak Perisai Umat hilang dihancur
leburkan dimana umat Islam sejatinya adalah satu tubuh menjadi terpecah belah,
lantas Yahudi berusaha menguasainya dengan cara nista, 78 persen
tanah Palestina dicaplok Otoritas Zionisme Yahudi pada 1948 dan disusul
pendudukan Yerusalem dan wilayah Palestina lain pada 1967. Umat Islam Palestina
pun kian menderita dengan Penjajahan yang tiada henti mereka alami hingga kini.
Dengan demikian, Klaim kaum Yahudi dibantu
Barat yang selalu menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan selama ini terhadap
bangsa Arab, khususnya penduduk Palestina, sebagai ’self defense’ (membela
diri) adalah kebohongan. Nyatanya setiap hari mereka melakukan penggusuran,
pengusiran dan pembunuhan terhadap rakyat Palestina. Termasuk membunuhi wanita,
lansia dan anak-anak.
Klaim mereka sebagai penduduk asli tanah
Palestina dan pemilik tanah yang dijanjikan Tuhan juga dusta besar. Pernyataan
itu sesungguhnya adalah kedustaan yang dikarang oleh pendiri negara yahudi, theodor
herzl. Hakikatnya mereka adalah agresor keji. Tak ada satu pun ayat dalam kitab
suci terdahulu, apalagi dalam al-Quran, yang menyatakan Palestina sebagai tanah
yang dijanjikan Tuhan untuk mereka.
Kaum Zionis Yahudi mendapatkan tanah
Palestina lewat bantuan Inggris dan Prancis melalui Perjanjian Sykes-Picot.
Kedua negara tersebut mendukung pembentukan negara yahudi di tanah Palestina.
Kedua negara ini bersekongkol untuk menyembelih Khilafah Utsmaniyah. Mereka
lalu menjadikan tanah air kaum muslim, termasuk tanah Palestina, sebagai harta
rampasan mereka.
Karena itu usaha paling penting bagi umat
Islam di seluruh dunia adalah membebaskan Palestina dari penjajahan Israel,
bukan dengan solusi dua negara, tapi mengusir penjajah israel dari tanah
Palestina. Sebab Islam adalah agama anti penjajahan. Islam adalah agama yang
membebaskan manusia dari keterjajahan dalam berbagai bentuknya.
Bagi seorang muslim, persoalan Palestina bukanlah
persoalan sekedar persoalan kemanusiaan, kolonialisme dan kezaliman, namun
lebih dari itu adalah persoalan agama, yakni persoalan aqidah, syariah dan
politik Islam. Umat Islam wajib melek politik Islam dalam melihat krisis
palestina, bukan sekedar dari sisi solidaritas kemanusiaan.
Dikatakan sebagai persoalan aqidah karena Masjidil
Aqsa (Palestina) adalah tanah suci ketiga bagi kaum Muslimin. “Nabi pernah
bersabda, tidak ada perjalanan yang sengaja ke masjid kecuali ke Masjidil
Haram, masjidku (Masjid Nabawi, red) dan Masjidil Aqsa. Jadi tanah Palestina
juga tanah yang diberkati.Dikatakan sebagai persoalan syariah Islam, karena
ajaran Islam sangat mengharamkan berbagai bentuk penjahahan, ketidakadilan,
kezaliman dan kemungkaran.
Baitul Maqdis di Palestina di
mana Gaza berada di dalamnya adalah negeri tujuan Isra yang diberkahi Allah
adalah pertanda bahwa Palestina adalah bagian dari wilayah kekuasaan Islam pada
masa yang akan datang. Tampilnya Rasulullah sebagai imam para Nabi menegaskan
bahwa masa depan adalah milik Islam dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Batas
negara Islam yang didirikan Rasulullah melawati Baitul Maqdis Palestina dan
seluruh warisan agama-agama terdahulu berada di pundak Rasulullah SAW.
Sementara itu, menyikapi kekejaman israel atas muslim
Palestina, beberapa ulama Muslim terkemuka di dunia mengeluarkan fatwa yang
menyerukan seluruh Muslim dan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim
melancarkan jihad melawan Israel. Fatwa jihad ini diterbitkan untuk membela rakyat Gaza yang diserang Israel selama 17
bulan terakhir.
Ali al-Qaradaghi, sekretaris jenderal Persatuan
Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS), sebuah organisasi yang sebelumnya
dipimpin oleh Yusuf al-Qaradawi, menyerukan fatwa jihad kepada semua
negara Muslim pada Jumat pekan lalu, 4 April 2025. "Kegagalan pemerintah
Arab dan Islam untuk mendukung Gaza saat sedang dihancurkan dianggap oleh hukum
Islam sebagai kejahatan besar terhadap saudara-saudara kita yang tertindas di
Gaza," katanya seperti dikutip dari Middle East Eye, Selasa, 8 April 2025.
Sejarah Pembebasan Palestina
Dalam sejarah peradaban Islam di bawah daulah
khilafah, jihad pembebasan Palestina, khususnya kota Yerusalem, melalui dua
tokoh besar Islam, yaitu Umar bin Khattab dan Salahuddin al-Ayyubi. Keduanya
merupakan bagian penting dalam sejarah jihad umat Muslim untuk mempertahankan
dan membebaskan tanah suci tersebut dari kekuasaan para penjajah kafir.
Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam sejarah Islam,
memimpin jihad pasukan Muslim dan berhasil menaklukkan Yerusalem pada tahun 637
M. Saat itu, Yerusalem berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Bizantium. Setelah
penaklukan oleh pasukan Muslim, Umar bin Khattab memasuki kota Yerusalem dan
berjanji akan memberikan kebebasan agama bagi penduduknya, yang sebagian besar
adalah orang-orang Kristen.
Pada masa itu, pasukan Bizantium sedang menghadapi
kesulitan besar di beberapa front, dan umat Muslim berhasil memenangkan
beberapa pertempuran penting di wilayah Syam (sekarang Syria, Lebanon,
Palestina, dan Yordania).
Setelah perundingan dengan penguasa Yerusalem,
Sophronius, yang merupakan Patriarkus Kristen Ortodoks Yerusalem, Umar bin
Khattab diundang untuk memasuki kota dan menandatangani sebuah perjanjian
perdamaian yang dikenal dengan Perjanjian Umar.
Dalam perjanjian ini, umat Kristen di Yerusalem
dijamin kebebasan beragama, serta hak-hak mereka untuk menjalankan ibadah
mereka tanpa gangguan. Selain itu, Umar bin Khattab juga memberikan hak kepada
umat Yahudi untuk tinggal dan beribadah di Yerusalem setelah sebelumnya
dilarang oleh pihak Bizantium.
Salah satu momen terkenal dalam peristiwa ini adalah
ketika Umar bin Khattab pergi ke Gereja Makam Kudus dan melakukan shalat di
sana. Dia menolak untuk shalat di dalam gereja karena khawatir umat Muslim akan
menjadikannya tempat ibadah jika dia melakukannya di sana.
Pembebasan Yerusalem oleh Umar bin Khattab menandakan
dimulainya pemerintahan Islam di Palestina dan menetapkan prinsip toleransi
beragama serta perlindungan terhadap penduduk non-Muslim.
Salahuddin al-Ayyubi, salah seorang panglima besar
masa kekuasaan peradaban Islam, memainkan peran yang sangat penting dalam
membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Salib, yang telah menguasai kota tersebut
selama hampir 100 tahun. Ia adalah pemimpin dari Dinasti Ayyubiyah yang
berbasis di Mesir.
Pada abad ke-12, Yerusalem dikuasai oleh tentara Salib
yang telah mendirikan Kerajaan Yerusalem setelah Perang Salib Pertama (1099 M).
Salibis menguasai kota ini dengan kekerasan dan menindas umat Muslim serta
Yahudi yang tinggal di sana.
Salahuddin al-Ayyubi, yang terkenal dengan kebijakan
toleransi dan kepemimpinannya yang bijaksana, memulai perjuangan untuk merebut
kembali Yerusalem dari tangan Salib. Salahuddin berhasil menyatukan dunia
Muslim di wilayah tersebut dan memimpin pasukan untuk mengalahkan tentara Salib
dalam beberapa pertempuran besar, seperti Pertempuran Hattin pada tahun 1187.
Setelah kemenangan di Hattin, Salahuddin memimpin
pasukan Muslim untuk mengepung Yerusalem. Kota tersebut kemudian menyerah tanpa
perlawanan besar pada bulan Oktober 1187.
Palestina Merdeka
adalah Harga Mati
Palestina merdeka
adalah harga mati. Mewujudkan Palestina merdeka dan
melenyapkan penjajahan Zionis Israel yang didukung Amerika bukan hanya soal
kemanusiaan, lebih dari itu adalah soal keimanan, perjuangan dan persatuan kaum muslim sedunia.
Aksi protes umat Islam seluruh dunia
bela Palestina menyusul pernyataan sepihak Donald Trump bahwa Yerusalem sebagai
ibu kota Israel adalah awal dari kesadaran akan pentingnya kebangkitan dan
persatuan umat Islam.
Spirit Palestina merdeka dari
segala pendudukan dan penjajahan Zionis Israel
akan melahirkan kesadaran persaudaraan sesama muslim seluruh dunia.
Sebab telah Allah tegaskan bahwa sesama muslim adalah bersaudara, bersatu dan
tidak bercerai berai. Islam menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa
berjalan bersama seperti satu tubuh dalam ikatan kokoh tali agama Allah. Spirit
menolong agama Allah dan menjaga persatuan akan mendatangkan kemenangan,
pertolongan Allah dan kekuatan umat [QS 49 : 10, 13, dan QS 3 : 103].
Aspek Teologis dan historis
begitu kuat saat membahas tentang negeri Palestina. Bukanlah suatu kebetulan
jika dari tanah Palestina inilah Nabi dan Rasul Allah dilahirkan. Palestina
adalah negeri para Nabi [QS Al Anbiyaa : 71-71]. Sebagaimana disebutkan oleh
Allah dalam Al Qur’an bahwa seluruh Nabi adalah muslim yang mendakwahkan tauhid
kepada umat manusia. Membela dan menjaga Palestina adalah harga mati bagi
seorang muslim sampai kapanpun. Sebab Al Quds adalah milik kaum muslim sedunia.
Persoalan pokok Palestina itu adalah adanya penjajah
Israel yang merampas tanah kaum muslimin dan melakukan pendudukan dan
penjajahan. Jadi perjuangan ini harus fokus pada bagaimana agar Israel terusir dan lenyap dari Palestina.
Perjuangan untuk membuat mundur Israel dari tanah Palestina, tidak mungkin bisa
diraih dengan perdamaian, diplomasi atau perjuangan orang perorang. Mesti ada
kekuatan yang seimbang, padahal kaum muslimin berjumah hampir dua milyar di
seluruh dunia. Sayangnya tidak mau bersatu dan cenderung bercerai berai.
Mengapa perdamaian bukan merupakan opsi solusi atas
krisis Palestina Israel, sebab perdamaian mensyaratkan dua hal : pengakuan
eksistensi negara penjajah Israel dan yang kedua Israel dan Palestina akan
menjadi dua negara yang berdampingan. Jalan satu-satunya adalah jihad fi
Sabilillah mengusir zionis dari bumi Palestina, sebagai dahulu para pahlawan
mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari bumi Indonesia.
Menghapi imperialisme negara tidaklah bisa dilakukan
oleh orang perorang, namun idealnya harus dihadapi lagi oleh sebuah institusi
negara. Untuk itu adalah keharusan negeri-negeri muslim segera bertobat kepada
Allah, lantas bangkit dan bersatu padu melawan segala bentuk penjajahan.
Jika dahulu khilafah Islam mampu melindungi Palestina,
karena semua negeri muslim bersatu padu, tidak tercerai berai. Maka, saat
inipun jika seluruh negeri-negeri muslim bersatu dengan menyatukan seluruh
potensi dan kekuatan, dengan izin Allah akan bisa melenyepkan segala macam
bentuk penjajahan di atas muka bumi ini, dengan jihad fi sabilillah.
Saksikan ya Allah, hamba telah menyampaikan. Semoga tulisan
ini kelak menjadi hujjah di akhirat, di hadapan pengadilan Allah SWT.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1052/31/05/25 : 04.59 WIB)