SIKAP YANG SALAH ADALAH KETIKA MEMILIH DIAM
Jumat, Juni 12, 2020
0
Oleh : Ahmad Sastra
Sebagai seorang muslim yang memiliki teladan agung, yakni Rasulullah, maka hendaknya selalu amar ma'ruf nahi mungkar. Selalu peduli atas nasib saudaranya seiman yang mengalami berbagai bentuk kezaliman. Muslim harus berani melawan berbagai bentuk kemungkaran. Sebab bersabar itu atas ujian, sementara kezaliman dan kemungkaran harus dihentikan. Itulah pesan dakwah dan perjuangan para Nabi dan Rasul.
Allah mengutus para Nabi dan Rasulnya membawa misi agung bagi seluruh manusia. Misi agung diutusnya Rasul adalah untuk menyampaikan kabar gembira sekaligus peringatan. Rasulullah menyampaikan kabar gembira kepada manusia yang rela tunduk kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah lewat lisan RasulNya. Sebaliknya seorang Rasul akan memberikan peringatan kepada manusia akan ancaman Allah bagi manusia yang ingkar kepada perintahNya.
Karena itulah, maka para Rasul Allah memiliki tugas utama untuk dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, mengajak manusia kepada ketundukan kepada Allah dan mencegah pengingkaran kepada Allah. Sebab telah menjadi sunnatullah adanya kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kebatilan serta kesalehan dan kemaksiatan. Manusia diberikan kebebasan untuk memilih diantara keduanya dengan segala konsekuensi yang mesti diterimanya.
Rasulullah adalah teladan bagi umatnya. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah’. Ayat ini menegaskan bahwa salah satu cara meneladani Rasulullah adalah dengan mengambil peran dakwah amar ma’ruf nahi mungkar sebagai misi utama Rasulullah.
Oleh karena itu seorang muslim yang meneladani Rasulnya harus menentukan sikap yang tegas terhadap berbagai kemungkaran, kezoliman dan kecurangan yang terjadi di dunia. Seorang muslim harus menunaikan amanah dakwah dalam arti mengajak manusia kepada Islam serta mencegah segala bentuk perilaku yang menjauhkan dari Islam. Seorang muslim tidak dilahirkan untuk diam atas kemungkaran.
Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,’ Barang siapa diantara kalian melihat perkara mungkar, maka cegahlah dengan tangannya (kekuasaannya), apabila tidak mampu, cegahlah dengan lisan, dan apabila tidak mampu juga, bencilah dengan hati, yang demikian itu selemah-lemahnya iman’
Dalam pandangan Islam, keimanan mewakili sebuah kebajikan, kekafiran mewakili kemungkaran dan kemunafikan mewakili kemungkaran dalam bentuk yang lain. Dalam menyikapi kemungkaran seorang muslim selalu berupaya mencegahnya, sementara seorang munafik lebih memilih diam saat dihadapkan kepada kemungkaran. Orang munafik biasanya berada di tengah-tengah antara keimanan dan kemungkaran. Sikap diam ini biasanya disebut dengan sikap netral. Bagi muslim adalah kebuah kesalahan saat memilih diam atas kemungkaran.
Sikap munafik yang berposisi sebagai netral dengan sikap diam terhadap kemungkaran sangat dilarang dalam Islam. Sebab seorang muslim harus punya sikap yang jelas terhadap kemungkaran, yakni mencegahnya. Sikap diam berarti tidak memiliki sikap yang jelas.
Terhadap sikap diam karena jiwa kemunafikan ini Rasulullah mengancam dengan menyebutnya sebagai kaum munafik. Sebab sikap netral cenderung tidak mau mengambil resiko dan hanya ingin aman untuk dirinya sendiri. Sikap diam disaat Islam dihina, Rasulullah dilecehkan bahkan kaum muslimin dianiaya adalah sikap tercela.
Abu Ali Ad Daqaq Rahimahullah mengatakan bahwa siapa manusia yang diam saja tidak membela kebenaran, maka dia adalah setan bisu. Ungkapan ini menegaskan makna bahwa diam terhadap kebatilan dan tidak membela kebenaran adalah sebuah kebisuan. Sementara setan adalah gambaran kejahatan. Setan bisu maknanya diam sebagai sikap tercela.
Dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah disebutkan, "Yang tidak meyuarakan kebenaran adalah setan bisu." (Lihat hlm 62 bab as-shumti). Ungkapan ini bukan hadis, tapi dikutip oleh banyak ulama dalam fatwa dan kitab-kitab mereka. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam Majmu' fatawa. Ibnu al-Qayyim juga menukilnya. Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengutipnya dari Abi al-Qasim al-Qusyairy yang meriwayatkan dari Abu 'Ali ad-Daqqaq an-Naisaburi as-Syafi'i.
Kemungkinan besar Abu Ali ad-Daqqaq inilah yang pertama mengutip ungkapan di atas. Kendati bukan hadis, isi dan jiwa kalimat tersebut sejalan dengan QS Ali Imran ayat 104, at-Taubah:71, dan lainnya. Juga seirama dengan makna banyak hadis amar makruf dan nahi mungkar.
Karena itu seorang muslim harus mengambil sikap yang jelas yakni membela kebenaran dan mencegah kemungkaran sebagaimana sikap para Nabi dan Rasul agar tidak disebut sebagai orang munafik atau setan bisu. Tidak ada satupun Nabi yang diam atas kemungkaran yang terjadi pada zamannya.
Nabi Musa tidak diam atas kemungkaran yang dilakukan oleh pemimpin zalim fir’aun laknatullah. Nabi Ibrahim tidak diam atas kemungkaran raja zalim namrud. Rasulullah Muhammad SAW tidak diam atas kemungkaran kaum jahiliah pimpinan abu lahab dan abu jahal.
Bila seorang Muslim tidak melakukan nahi mungkar padahal mampu dan tidak ada penghalang maka dia adalah setan bisu. Lebih parah lagi bila ada orang yang menyuarakan kebatilan, dia dijuluki sebagai jubir setan. Umat Islam masih menjadi umat terbaik bila amar makruf dan nahi mungkar ditegakkan. "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." (Ali Imran, 110).
Bahkan saat berhadapan dengan penguasa zalim, seorang muslim tetap tidak boleh diam apalagi takut, harus berani menyampaikan dakwah. Abu Said al-Khudzri berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Jihad yang palig afdhal adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa yang zalim (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Dailami).
Ketika maksiat kemungkaran merajalela di tengah manusia, kezaliman merata, sedangkan setan bisu dan jubir setan makin banyak jumlahnya, maka Allah akan menimpakan kepada umat ini beberapa malapetaka yang mengerikan: pertama, diberi musibah merata; kedua, umat akan dikuasai penjahat; ketiga, manusia akan saling bunuh; dan keempat, doa ulama tidak dikabulkan.
Abu Nu'aim meriwayatkan dalam Kitab Al-Hilyah, dari Abur Riqaad, bahwa ia berkata, "Hendaknya kamu memerintahkan yang makruf, melarang yang mungkar, dan menyuruh kebaikan atau kamu sekalian akan disiksa bersama atau kamu diperintah oleh orang-orang jahat di antara kamu kemudian bila para tokohnya berdoa tidak lagi akan dikabulkan.
(AhmadSastra,KotaHujan,23/04/19 : 14.40 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags