DEMOKRASI HALALKAN PERDUKUNAN, SEMENTARA ISLAM MENGHARAMKAN - Ahmad Sastra.com

Breaking

Senin, 08 Februari 2021

DEMOKRASI HALALKAN PERDUKUNAN, SEMENTARA ISLAM MENGHARAMKAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Demokrasi adalah istilah yang multi-interpretatif. Tak ada otoritas yang berhak mengkalim kebenaran atas tafsir demokrasi. Secara historis, subyektifisme interpretasi atas demokrasi telah dimulai sejak zaman Yunani Romawi kuno (500 SM – 476 M), kemudian zaman abad pertengahan dari (476 M – 1500 M) dan zaman modern (1500 M – sekarang). 

 

Di setiap  masa, demokrasi  dirumuskan secara faktual, sesuai situasi kondisi yang ada pada zamannya masing-masing. Pada zaman modern istilah demokrasi dirumuskan oleh Abraham Lincoln, yang didorong oleh fakta  paham kebebasan di Amerika Serikat yang mempengaruhi Revolusi Perancis dan dirumuskan sebagai egalite (persamaan), fraternite (persaudaraan) dan liberte (kemerdekaan).

 

Karena tidak ada otoritas, maka setiap penguasa negar, bahkan juga rakyat berhak mengklaim berdemokrasi. Para penguas lantas memaknai demokrasi sesuai dengan kepentingan dan interpretasi sendiri-sendiri, seperti  demokrasi liberal, demokrasi rakyat, demokrasi proletar, demokrasi komunis, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, dan demokrasi parlementer.

 

Abraham Lincoln (1809-1865), lantas mendefinisikan demokrasi  secara sekuleristik,  yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jargon terkenal atas makna demokrasi ala Lincoln menunjukkan bahwa demokrasi adalah ideologi anti etika agama. Demokrasi membawa gen antroposentrisme sekuler yang meniadakan hukum agama dalam ruang publik. 

 

Sifat dasar demokrasi yang antroposentrisme inilah yang justru sangat berbahaya, sebab segala sesuatu dinilai berdasarkan kepentingan nafsu manusia. Bahkan demokrasi juga membawa sifat antropomorpisme, dimana manusia seolah menjelma menjadi tuhan yang berhak memutuskan setiap perkara. Kedua sifat dasar ini justru sangat bertentangan dengan agama, terutama Islam. Hasilnya adalah bahwa demokrasi tak memiliki tuhan dan anti etika agama.

 

Itulah mengapa dalam demokrasi kebebesan berekspresi menjadi tuhannya, yakni setiap orang bebas mengekspresikan sikap dan pilihannya sebab dilindungi oleh jargon hak asasi manusia. Kebebasan seksual seperti homoseksual, seks bebas dan pelacuran adalah hak setiap individu dalam demokrasi, meskipun menurut Islam merupakan perbuatan yang diharamkan. Apa yang diharamkan oleh Islam justru dihalalkan oleh demokrasi, disinilah busuknya demokrasi. Namun, sayangnya masih banyak umat Islam yang justru menyembah demokrasi.

 

Tidak hanya sampai disitu, dibidang keyakinan, demokrasi juga menghalalkan segala bentuk keyakinan, meskipun sesat dan menyesatkan. Demokrasi menghalalkan perdukunan meskipun aktivitas ini sangat membodohkan masyarakat. Sementara dalam Islam, perdukunan adalah sebuah kemusyrikan yang tidak akan diampuni oleh Allah. Kemusyrikan akan mendatangkan murka dari Allah dan menjadikan hilangnya keberkahan dalam kehidupan. Negara yang menghalalkan kemusyrikan akan dimurkai oleh Allah. Individu yang membolehkan perdukunan juga akan terkena dosa musyrik ini.

 

Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampunkan dosa syirik mempersekutukanNya (dengan sesuatu apa jua), dan akan mengampunkan dosa yang lain dari itu bagi sesiapa yang dikehendakiNya (menurut aturan SyariatNya). dan sesiapa yang mempersekutukan Allah SWT (dengan sesuatu yang lain), maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang besar. (Qs. an-Nisa : 48).

 

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan 11 Fatwa dalam Musyawarah Nasional (Munas)-nya yang ke-7, antara lain tentang haramnya segala bentuk perdukunan dan peramalan. "Haram untuk mempercayai praktik-praktik perdukunan dan peramalan, mempublikasikannya dan memanfaatkannya," kata Ketua Komisi Fatwa Ma’ruf Amin di sela Munas MUI VII di Jakarta, Kamis, usai memimpin Rapat Komisi C yang membahas soal fatwa-fatwa.

 

Dukun dalam bahasa arab adalah kâhin atau ‘arrâf yaitu orang yang mengaku mengetahui perkara gaib. Bahkan sebagian orang percaya orang ini untuk melakukan ilmu sihir kepada orang lain seperti membuat orang lain tidak betah dalam suatu tempat, bertengkar sesama teman, mengetahui pencurian, bahkan barang hilang.

 

Perdukunan termasuk perbuatan syirik. Syirik dalam arti mempersekutukan Tuhan dengan menjadikan sesuatu, sebagai obyek pemujaan, dan atau tempat menggantungkan harapan dan dambaan termasuk dalam kategori kufr. Ini karena perbuatan itu mengingkari kemahakuasaan dan kemahasempurnaan-Nya.

 

Menurut Ibnu Manzur dalam Lisanul Arabi (Darul Ma’aruf, 1990), kata syirik berasal dari “syaraka” yang bermakna bersekutu dua orang misalnya seseorang berkata asyraka billah yang artinya bahwa dia sederajat dengan allah SWT. Sementara itu, syirik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti menyekutukan Allah SWT dengan yang lain. Syirik adalah pangkal segala kejahatan dan penyelewengan serta rusaknya pikiran atau tingkah laku. Syirik pada hakekatnya adalah ucapan atau akidah tanpa ilmu.

 

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahmendeskripsikan kelompok manusia yang mendatangi dukun atau peramal dilihat dari sisi konskuensi hukumnya. (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 2/184). Kelompok yang pertama adalah orang yang mendatangi dukun atau peramal lalu bertanya sesuatu berkaitan dengan aktivitas perdukunannya, tapi tidak membenarkan apa yang dikatakan dukun tersebut. Perbuatan jenis ini hukumnya haram. Konsekuensinya, ibadah shalat pelakunya selama empat puluh hari tidak akan diterima. Sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits.

 

Rasulullah bersabda, barangsiapa mendatangi paranormal, lalu bertanya tetang sesuatu, maka tidak diterima sholatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim: 2230). “Makna tidak diterima shalatnya adalah tidak ada pahala baginya dalam shalat tersebut, meski shalatnya cukup untuk menggugurkan kewajiban darinya, sehingga dengan itu ia tidak perlu untuk mengulang shalatnya.” [Syarh Muslim, 14/227, Taisirul ‘Azizil Hamid, 347-348].

 

Kelompok yang kedua adalah orang yang mendatangi dukun atau peramal lalu bertanya sesuatu berkaitan dengan aktivitas perdukunannya, dan dia membenarkan apa yang dikabarkan dukun tersebut. Perbuatan jenis ini menjadikan pelakunya kufur kepada Allah. Sebab dia telah membenarkan orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib. Perbuatan membenarkan manusia yang mengaku mengetahui ilmu ghaib merupakan sikap pendustaan.

 

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65). “Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal, lalu ia mempercayai ucapan dukun atau peramal tersebut maka ia telah kafir terhadap (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.” (HR. Ahmad. Ash-Shahihah, 3387).

 

Kelompok yang ketiga adalah orang yang mendatangi dukun atau peramal lalu bertanya sesuatu berkaitan dengan aktivitas perdukunannya untuk kemudian membantah, menunjukkan, serta membuktikan kedustaan jawaban dukun tersebut. Lalu kemudian dijadikan bahan untuk memahamkan umat tentang kedustaan praktik perdukunannya. Perbuatan jenis ini diperbolehkan oleh syariat.

 

Dalilnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi seseorang bernama Ibnu Shayyad yang mengaku sebagai utusan Allah, padahal hakikatnya dia adalah seorang dukun. Rasulullah mengujinya dengan sebuah pertanyaan untuk kemudian menunjukkan kedutasaan Ibnu Shayyad.

 

Sebagaimana dalam riwayat, “Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (bermaksud menguji): “Aku sembunyikan sesuatu untukmu?” Ibnu Shayyad menebak: “Ad-Dukh (asap/kabut).” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tetaplah di tempatmu. Engkau tidak akan melampaui apa yang telah Allah takdirkan padamu.” (HR. Al-Bukhari: 1354, Ahmad: 6075, 6076).

 

Nah oleh karena itu segera tinggal paham demokrasi yang anti Islam karena selalu menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Secara esensi, demokrasi adalah kesyirikan yang besar, maka haram hukumnya mengadopsi, menerapkan dan menyebarkannya. Adalah haram juga hukumnya sebuah aturan yang menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah. Demokrasi adalah bagian dari thoghut, yakni sistem aturan yang menyelisihi Al Qur’an dan Al Hadist.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,08/02/21 : 09.30 WIB)  

 

 

 

 

 

 

 

 



  

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories