SEKULERISME ADALAH KEGELAPAN, MUSTAHIL MELAHIRKAN KEADILAN - Ahmad Sastra.com

Breaking

Selasa, 14 Desember 2021

SEKULERISME ADALAH KEGELAPAN, MUSTAHIL MELAHIRKAN KEADILAN

 

 


Oleh : Ahmad Sastra

 

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Maidah : 8)

 

Inilah ayat al Qur’an tentang keadilan yang datang dari Allah Yang Maha Adil.  Keadilan hakiki hanyalah milik Allah. Manusia siapapun,  tidak mungkin bisa mewujudkan keadilan hakiki tanpa menjadikan keadilan Allah sebagai timbangannya. Keadilan menurut manusia tentu saja bukan keadilan menurut Allah. Keadilan manusia hanya mungkin bisa diwujudkan jika konsep keadilan Allah dijadikan sebagai tolok ukurnya.

 

Ayat di atas mengandung kata kunci yang sangat penting terkait konsep keadilan. Pertama, keadilan dihubungkan dengan orang-orang beriman. Iman adalah kepercayaan yang kuat kepada eksistensi Allah yang terwujud dalam hati, lisan dan perbuatan manusia. Keimanan atau aqidah Islam adalah ikatan seorang hamba kepada Allah didasarkan oleh dalil, baik aqli maupun naqli.

 

Korelasi antara keimanan dan keadilan tentu saja bahwa orang beriman adalah orang yang selalu terikat dan tunduk kepada Allah. Orang beriman adalah orang yang selalu menjadikan ridho Allah sebagai tujuan hidupnya. Orang beriman adalah orang yang selalu patuh kepada perintah Allah. Dalam ayat itu, Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk menegakkan kebenaran dan menjadi saksi keadilan. Allah berfirman : Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS Al An’am : 162).

 

Kebenaran adalah Islam sebagaimana ditunjukkan dalam QS. Ali Imran : 19 :  Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

 

Pedoman keadilan dari Allah ditunjukkan kepada manusia berupa Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an berupa firman Allah yang memuat seluruh aspek kehidupan manusia tanpa tertinggal sedikitpun, sementara Al Hadist adalah implementasi perilaku yang ditunjukkan oleh Rasulullah sebagai representasi firman Allah. Allah itu adil, selain menurunkan konsepsi berupa ayat Al Qur’an juga menunjukkan bagaimana implementasinya, yakni perilaku para RasulNya. Al Qur’an dan Rasulullah adalah dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan.

 

Kedua, Allah menghubungkan keadilan dengan kebencian kepada suatu kaum. Hal ini menandaskan bahwa keadilan tidak mungkin bisa ditegakkan jika didasarkan oleh perasaan. Perasaan manusia sangat dipengaruhi keterbatasan, sebagaimana juga akal manusia. Keadilan harus dilandasi oleh wahyu, bukan nafsu. Kebencian kepada suatu kaum, bisa jadi menghilangkan keadilan, begitulah keterbatasan manusia. Kebencian kepada suatu kaum bisa menutupi kebenaran yang nyata sekalipun.

 

Dalam pandangan Islam, seorang hakim dalam mengambil keputusan tidak boleh dalam keadaan marah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keadilan itu ditegakkan dengan sebenar-benarnya berdasarkan firman Allah, tidak boleh dipengaruhi oleh perasaan benci, marah, dendam, apalagi kebohongan. Entah sudah berapa banyak kasus-kasus hukum di negeri ini yang justru diputuskan berdasarkan sentimentalitas dan politik kepentingan dan bahkan dendam, sehingga melahirkan berbagai kezaliman dan kebusukan.

 

Ketiga, keadilan dihubungkan dengan ketaqwaan. Allah dalam ayat itu memerintahkan manusia untuk berbuat adil, sebab keadilan itu lebih dekat dengan taqwa. Taqwa sebagaimana dirumuskan oleh jumhur ulama didefinisikan dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah.

 

Ketaqwaan adalah ketundukan totalitas kepada syariah Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Manusia bertaqwa adalah manusia yang yakin dan tunduk kepada seluruh perintah Allah. Negara bertaqwa adalah negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Bahkan keimanan dan ketaqwaan suatu bangsa inilah yang menjadi kunci turunnya keberkahan dari Allah.

 

Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96).

 

Betapa dahsyatnya firman Allah ini yang mengingatkan dengan keras kepada manusia bahwa iman dan taqwa adalah kunci keberkahan suatu bangsa dan negara. Sementara kekufuran yang maknanya mendustakan Allah akan mendatangnya siksa yang pedih dari Allah. Ketaatan mendatangkan keberkahan, sementara kedustaan mendatangkan azab dan siksa.

 

Rasulullah adalah teladan agung yang secara sempurna telah mewujudkan negara adil makmur ketika menjadi pemimpin Daulah Madinah. Rasulullah adalah pemimpin yang secara sempurna menerapkan syariah Islam. Oleh para cendekiawan Barat, daulah Madinah adalah prototype negara paling sempurna pertama di dunia. Kesempurnaan Rasulullah, sebagaimana diungkapkan oleh Michael D. Hart karena beliau mampu mengintegrasikan antara urusan agama dan dunia sekaligus.

 

Maknanya adalah bahwa Rasulullah menerapkan syariah Islam untuk mengatur negara dan menjadi sumber perundang-undangan. Hal ini menandaskan bahwa Daulah Madinah adalah negara Islam, bukan negara sekuler. Keadilan yang terwujud adalah karena Islam. Islam adalah cahaya. Sementara negara sekuler adalah negara yang justru anti Islam. Jika Islam adalah cahaya, maka anti Islam adalah kegelapan. Sekulerisme adalah kegelapan, maka mustahil melahirkan keadilan, sampai kapanpun.

 

Inti sekulerisme adalah pemisahan antara negara dan agama. Islam sendiri justru mengintegrasikan antara keduanya, artinya negara dikelola berdasarkan nilai-nilai agama. Sementara sekulerisme sebaliknya, sebuah paham anti agama yang telah difatwa haramkan oleh MUI pada tahun 2005. Sumber hukum sekulerisme adalah kesepakatan manusia yang nota bene bukan pemegang keadilan, justru sebaiknya, manusia penuh keterbatasan dan kepentingan.

 

Tanpa wahyu, maka manusia adalah representasi akal dan nafsu. Tanpa merujuk kepada Allah Yang Maha Adil, maka manusia tidak mungkin berbuat adil. Kata adil sendiri merupakan terminologi Islam yang bersumber dari Al Qur’an. Tanpa Islam, maka konsensus keadilan berasal dari paham kapitalisme dan komunisme, dua ajaran setan yang justru telah menjadi biang kerusakan manusia dan kemanusiaan. Kapitalisme dan komunisme adalah sumber malapetakan peradaban manusia. Fir’aun adalah representasi antara kapitalisme dan komunisme sekaligus.

 

Jadi, selama suatu negeri menerapkan sistem kapitalisme yang sekuler maupun komunisme ateis, maka selamanya mustahil akan lahir keadilan. Sekulerisme banyak diterapkan oleh orang-orang kafir dan munafik. Kafir adalah penolakan atas ketuhanan Allah, sementara munafik adalah penolakan atas aturan Allah. Keduanya dilaknat oleh Allah. Ciri kemunafikan adalah saat diajak untuk tunduk dan patuh kepada hukum Allah, mereka menolaknya.

 

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna" (QS An Nisaa’ : 61-62).

 

Sekali lagi Islam adalah cahaya dari Yang Maha cahaya yang akan melahirkan keadilan sempurna, sementara sekulerisme adalah kegelapan yang mustahil melahirkan keadilan, namun hanya akan melahirkan malapetaka. Pertanyaannya, mengapa di negeri ini tidak pernah terwujud keadilan ?.

 

(AhmadSastra,Semarang,14/12/21 : 07.00 WIB)

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories