ISLAM DAN PSEUDOENEMY - Ahmad Sastra.com

Breaking

Selasa, 08 Maret 2022

ISLAM DAN PSEUDOENEMY



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Secara normatif, narasi yang dibangun di negeri-negeri muslim yang menerapkan demokrasi adalah adanya keselarasan antara Islam dan demokrasi. Namun fakta politiknya justru menunjukkan  sebaliknya, Islam selalu menjadi sasaran kebijakan yang diskriminatif, mengapa ?

 

Jika konsisten dengan jargon-jargon yang sering dikembangkan oleh demokrasi, maka mestinya gagasan-gagasan Islam untuk menjadi alternatif solusi bagi masalah multidimensi bangsa ini diberikan ruang dialogis. Islam hadir di dunia bukan untuk menjadi musuh, namun membawa misi agung bagi perbaikan peradaban dunia. Namun, tidak demikian jika ditimbang dalam dimensi dan konstalasi ideologi-ideologi dunia. 

 

Narasi islamophobia justru makin menguat akhir-akhir ini. Narasi radikalisme dan fundamentalisme secara serampangan disasrkan kepada jantung Islam yakni ajaran Islam. Islam ditempatkan sebagai semacam pseudoenemy untuk memicu sentimentalitas publik atas Islam, termasuk di kalangan internal umat Islam sendiri. Istilah pseudo-/pseu·do-/ /pséudo/ bentuk terikat yang artinya semu; palsu; bukan sebenarnya. Sementara enemy artinya musuh. Frase pseudoenemy maknanya adalah musuh yang dibuat-buat yang sesungguhnya bukan musuh.

 

Dikatakan sebagai pseudo karena secara normatif, empirik dan historis, Islam itu diturunkan Allah justru untuk menebarkan kebaikan atau menjadi rahmat bagi alam semesta. Islam hadir tidak hanya sebagai rahmat bagi umat manusia, tetapi juga alam semesta. Pesan dan makna rahmatnya Islam sudah diisyaratkan dalam Alquran dan Hadis. Secara kebahasaan, rahmat berasal dari bahasa Arab, rahman, yang berarti ‘kasih sayang.’ Ada lebih dari 90 ayat di dalam Alquran yang menyinggung tentang rahmat. Ungkapan Bismillahi ar-Rahmaan ar-Rahiim acapkali diulang-ulang pada awal hampir setiap surah.

 

Faktanya, narasi pseudoenemy ini dijalankan sebagai agenda politik di negeri-negeri muslim oleh Barat. Demokrasi sendiri yang konon katanya memuja kebebasan berekspresi, namun pada tataran empirik tidak lebih dari pepesan kosong, sebab faktanya justru memusuhi Islam. Pseudoenemy harus ditempatkan dalam kerangka ghozwul fikr yang memang menjadi agenda Barat pasca kekalahan perang salib.

 

Islam diturunkan Allah ke muka bumi kepada nabi Muhammad bertujuan untuk menjadi solusi atas segala permasalahan dunia. Karena Islam adalah langsung datang dari Allah, maka Allah pulalah yang paling tahu permasalahan dunia. Segala nilai dan peraturan hidup dalam ajaran Islam akan memberikan ketenangan jiwa, kepuasan akal dan solusi kehidupan.

 

Islam adalah agama yang sempurna yang memberikan pencerahan atas semua problem manusia. Islam membawa konsep yang sempurna dalam berbagai bidang kehidupan. Baik bidang politik, ekonomi, pendidikan, budaya, tehnologi, pergaulan dan kesehatan. Islam memberikan solusi dari hal yang paling kecil hingga hal yang paling besar.

 

Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi, niscaya Allah menyayangi.” Artinya, Islam amat menganjurkan umatnya untuk menebar kasih sayang. Bahkan, itulah misi kenabian Rasulullah SAW, sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Anbiya ayat 107. Terjemahannya, “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).” Di antara sifat-sifat Allah adalah Mahapengasih dan Mahapenyayang. Alquran surah al-A’raf ayat 156 menegaskan, rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Dengan pesan inilah, risalah Islam menyebar ke muka bumi.

 

Padahal the real enemy bagi manusia yang sesungguhnya adalah paham sekulerisme dimana manusia hendak dijauhkan dari agama dan tuhannya.  Jika manusia telah menjauh dari ajaran Tuhan, maka inilah yang justru akan menjadi pangkal penyebab hadirnya berbagai malapetaka peradaban manusia.  

 

Jika bangsa mau jujur, maka persoalan multidimensi yang terus mendera peradaban modern ini adalah ketika ideologi sekulerisme ini diadopsi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa kendali nilai-nilai ketuhanan, maka kekuasaan terhadap manusia dimonopoli oleh komunitas tertentu di antara mereka.

 

Komunitas yang memonopoli kekuasaan ini senang memaksakan kehendaknya kepada rakyat, tanpa memberikan hak kepada siapapun untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyusun program dan cara kerja penguasa. Di sana telah terjadi perampasan hak rakyat secara masif oleh sentral kekuatan politik negara.

 

Sekulerisme juga melakukan proses penjaringan pemimpin dan penguasa didasarkan kepada paradigma materialisme, bukan kepada integritas dan kapabilitas.  Akibatnya orang-orang yang sebenarnya memiliki kejujuran dan integritas tidak tidak ada peluang sama sekali jika tak memiliki uang. Tumbuhnya kelas sosial kapitalis yang memiliki kekayaan yang melimpah di satu sisi tapi terdapat pula kelas sosial yang sangat miskin di sisi lain. Kekayaan segelintir orang bisa melebihi harta ratusan juta rakyat jelata.

 

Masyarakat yang berpijak pada sekulerisme tidak dibangun di atas asas persaudaraan melainkan pemaksaan dan kepentingan sepihak. Inilah yang kemudian menghilangkan kejernihan jiwa penguasa dan rakyat. Mereka tumbuh menjadi penindas yang lemah. Jiwa mereka menjadi gelap penuh egoisme dan kecongkakan.

 

Akibatnya berbagai bentuk kejahatan dan kriminalitas  tumbuh subur dari dari pucuk penguasa hingga rakyat jelata. Rakyat kemudian banyak mengalami stress dan depresi akibat tekanan ekonomi yang kian menjerat. Nyawa begitu murah di mata manusia sekuler. Berbagai rekayasa perang bahkan hanya untuk henemoni ekonomi dengan menjual senjata kepada kedua pihak yang berkonflik.

 

Sementara Islam adalah dinullah yang justru memiliki visi untuk melindungi manusia dan kehidupan seluruhnya. Hukum-hukum Islam justru bertujuan untuk melindungi akal, harta, jiwa, keturunan, agama dan negara. Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna [dibanding makhluk lain]'' (QS At-Tin: 4). Ayat ini menunjukkan tentang bentuk penghormatan Allah terhadap makhluk ciptaan-Nya yang bernama manusia. Salah satu bentuk tanggungjawab manusia dalam memuliakan dirinya adalah dengan melindungi nyawa dan raganya di dunia ini.

 

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya,'' (QS Al-Maidah: 32). Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh manusia sejagad dan menghidupi satu nyawa sama dengan menghidupi manusia sejagad''.

 

Penghormatan terhadap hak hidup manusia itu mutlak hukumnya, siapapun orangnya, apapun jabatan dan profesinya.. Tuntutan kepada seseorang (manusia) untuk menjaga hak hidup manusia lainnya adalah misi utama diturunkannya Islam oleh Allah. Menjaga hak hidup manusia lain bukan hanya memelihara atau melindungi kemaslahatan diri seseorang itu, tapi juga melindungi kemaslahatan berdimensi makro, atau kemaslahatan banyak aspek dalam kehidupan manusia.

 

Pseudoenemy atas Islam akan terus berlanjut selama masih berlangsung hegemoni materialisme, sebab keduanya berada dalam kutub yang berbeda. Namun, jika suatu bangsa  menyadari betapa indahnya Islam, maka hegemoni sekulerisme yang antikemanusiaan itu akan berakhir dengan sendirinya.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,08/03/22 : 10.16 WIB)

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories