KARAKTER PEMIMPIN YANG DIBUTUHKAN INDONESIA - Ahmad Sastra.com

Breaking

Selasa, 27 September 2022

KARAKTER PEMIMPIN YANG DIBUTUHKAN INDONESIA



 

Oleh : Ahmad Sastra  

 

Saat ini Indonesia dalam cengkraman kapitalisme sekuler yang penuh kezaliman kepada rakyat. Sistem kapitalisme sekuler dikendalikan oleh oligarki yang rakus dunia dengan menguasai sumber daya alam secara membabi buta. Tidak ada sedikitpun keadilan di negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sementara sekulerisme adalah sistem anti agama yang destruktif.

 

Indonesia butuh pemimpin yang mampu mewujudkan keadilan. Kata adil berasal dari bahasa Arab al Adl. Kata ini tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, kecuali serapan dari bahasa Arab. Kata adil dengan demikian adalah kata yang berasal dari terminologi Islam. Al Adl merupakan salah satu nama-nama baik Allah SWT.

 

Allah memiliki 99 nama yang disebut sebagai Asmaul Husna. Al Adl artinya menjadi bagian dari Asmaul Husna yang wajib dipahami artinya. Sebagai nama-nama baik, Al Adl artinya menjadi wujud kebesaran Allah SWT. Al Adl artinya juga digunakan secara langsung dalam Al Qur'an. Al Adl artinya merupakan bukti bahwa Allah adalah dzat yang maha segalanya.

 

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Maidah : 8)

 

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan (QS An Nisaa’ : 135).

 

Jika Allah Maha Adil, maka Islam adalah agama yang adil karena berasal dari Tuhan Yang Maha Adil. Begitupun Rasulullah adalah utusan yang merepresentasikan keadilan dalam memimpin dan menerapkan hukum Islam. Jika dikaitkan dengan hukum, tentu saja hukum yang berasal dari Allah Yang Maha Adil adalah hukum yang adil. Melaksakan semua hukum Allah adalah manifestasi kesempurnaan keadilan, sebagaimana telah diterapkan oleh Rasulullah ketika memimpin Madinah.

 

Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu (QS Ar Rahman : 7- 9)

 

Awal kemunculan agama Islam di abad pertengahan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan tatanan kehidupan masyarakat. Islam adalah agama dan ideologi yang menjunjung tinggi nilai keadilan. Nilai keadilan Islam bisa diterapkan dalam setiap aspek kehidupan. Keadilan merupakan suatu ciri utama dalam ajaran Islam. Seluruh masyarakat muslim dan non muslim yang hidup dibawah daulah Islam akan memperoleh hak dan kewajibannya secara adil, seadil-adilnya.

 

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (QS An Nisaa’ : 58).

 

Islam sebagai sistem hukum adalah representasi dari keadilan yang sempurna, jika diterapkan secara kaffah. Sementara Rasulullah sebagai seorang pemimpin adalah teladan dalam keagungan akhlak. Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al Ahzab: 21).

 

Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari khuluq. Kata tersebut artinya perilaku dan tabiat manusia sejak lahir. Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam Ensiklopedi Akhlak Rasulullah Jilid 1 mengatakan, Ar-Raghib memaknai Al khuluq sebagai kekuatan dan karakter yang ditemukan dengan mata batin.

 

Allah berfirman tentang keagungan akhlak Rasulullah : Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam: 4). Diriwayatkan dari Mujahid tentang firman Allah "berbudi pekerti yang luhur", ia berkata, "Yaitu agama." Sementara itu, dari Aisyah ra. ketika ditanya akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab, "Akhlak beliau Al Quran." (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Al-Jami').

 

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Al-Jumuah : 2)

 

Adalah kesempurnaan bagi sebuah bangsa jika menerapkan sistem sempurna yang adil dan memiliki pemimpin yang berakhlak agung. Maka fungsi utama diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk menjadi bukti hidup dan contoh nyata dari seluruh ajaran dan syariat Allah Swt yang diturunkan melalui wahyu-Nya.

 

Rasulullah Saw telah menerapkan semua ajaran (kaffah) yang diterimanya dari Allah SWT, hal ini menjadi bukti bahwa Syariat Islam bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengikuti Islam dengan dalih ajarannya dinilai berat dan di luar batas kemampuan manusia.

 

Rasulullah Saw adalah tokoh yang memiliki banyak peran. Ia adalah seorang pemimpin umat, komandan perang, referensi bagi umat dan hakim dalam menyelesaikan berbagai masalah. Tapi dari sekian banyak peran beliau, peran paling utama dan esensial adalah peran sebagai seorang pemimpin dan pendidik. Bahkan tak tanggung-tanggung, Allah yang langsung mendidik Rasulullah.

 

Dalam perspektif hukum Islam keduanya bisa dipenuhi, yakni ketika Rasulullah sebagai manusia pilihan yang jujur dan amanah menjalankan hukum yang benar dan adil yakni yang bersumber dari Al Qur’an. Hukum-hukum dalam al Qur’an adalah mutlak keadilannya, karena berasal dari Allah Yang Maha Adil. Berbuat adil dalam pandangan Islam adalah refleksi dari ketakwaan.

 

Adalah persoalan yang rumit di saat hukum-hukum produk manusia dijadikan sebagai sandaran untuk mewujudkan keadilan berbangsa dan bernegara. Sebab kepentingan politik pragmatis yang mendominasi para pemimpin seringkali justru menyalahgunakan kekausaan untuk menciptakan ketidakadilan. Al Qur’an sendiri telah menggambarkan betapa bodohnya manusia ketika mau menerima amanat yang berat.

 

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS Al Ahzab : 72).

 

Keadilan dalam pandangan Islam adalah disaat meletakkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang telah diatur oleh Allah. Mewujudukan keadilan dengan demikian bukan hanya soal pemahaman terhadap hukum, namun juga berkait erat dengan keahlian di bidangnya. Adalah termasuk menyia-nyiakan amanah di saat menyerahkan tugas bukan kepada ahlinya.

 

Setidaknya ada tiga prinsip keadilan yang harus diwujudkan dalam sebuah negara, jika tidak terwujud, maka yang akan muncul adalah kezaliman. Sebab jika tak adil, maka zalim namanya. Pertama adalah prinsip menuhankan Tuhan. Maknanya negara tersebut akan dipandang adil oleh Allah jika rakyatnya mengakui Allah sebagai Tuhan, lantas menyembah dan mentaati aturannya. Menuhankan yang bukan tuhan adalah sebuah kezaliman, apalagi jika mentaati aturan bukan dari Tuhan.

 

Kedua, memanusiakan manusia. Maknanya adalah bahwa pemerintah harus memahami hakikat rakyat sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah. Memanusiakan manusia memiliki pengertian mendalam bahwa cara pandang terhadap rakyat mesti secalan dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Dari sinilah akan lahir perangkat hukum yang bertujuan meningkatkan martabat kemanusiaan yang adil dan beradab.  Karena itu menjadi penguasa sangatlah berat jika tak berbuat adil.

 

Dalam hadis yang lain Rasulullah Saw memperingatkan bahwa “Akan datang melanda umatku di mana pemimpin yang berkuasa berlaku bagai (sifat) singa, para pembantunya bagai (sifat) serigala, para ulamanya bagaikan (sifat) hewan, rakyatnya bagaikan (sifat) domba.”   .

 

Bahkan Rasulullah SAW pernah menagaskan bahwa  hakim itu ada tiga golongan, dua golongan di dalam neraka dan satu golongan di dalam surga. Dua golongan hakim yang akan terjerumus masuk neraka. Masuk neraka karena khianat dan bodoh, sementara hakim yang masuk surga karena mengadili secara adil sesuai dengan pemahaman hukum yang Allah tetapkan.

 

Ketiga adalah mengalamkan alam. Keadilan juga bisa diwujudkan dengan cara pandang yang benar terhadap sumber daya alam, baik apa yang ada di laut, darat dan udara, termasuk di dalamnya hewan-hewan. Pemerintah yang adil adalah yang mampu mengelola sumber daya alam sesuai dengan hukum dan aturan dari Allah Yang Maha Adil. Sebab Allah menciptakan alam semesta untuk dijaga dan dimanfaatkan secara beradab, bukan dirusak sesuai kepentingan hawa nafsunya, apalagi diprivatisasi dan dikuasai asing dan aseng, jelas haram.

 

Pada pasal 33 ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Dalam Islam, SDA seperti padang, air dan api adalah milik umum yang wajib dikelola oleh negara dan diperuntukkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, bukan untuk oligarki apalagi asing dan aseng. Kepemilikan umum adalah izin dari al-syari’ bagi komunitas (jama’ah) secara bersama-sama untuk memanfaatkan benda. (M. Husain abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islami, hlm. 55).

 

Tiga Macam Kepemilikan Umum : Pertama, apa-apa yang menjadi hajat hidup orang banyak (ma huwa min marafiq al-jama’ah). Contoh: air, padang rumput, api, dll. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga benda; air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud).

 

Kedua, benda-benda yang dari segi bentuknya tidak membolehkan individu untuk menguasainya. Contoh: jalan, jembatan, sungai, danau, dll. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Mina adalah tempat bagi siapa saja yang lebih dulu datang.” (HR. Ibnu Majah).

 

Ketiga, tambang dengan depositnya besar. Contoh: tambang emas dan tembaga yang melimpah, dll. Hadits Abyadh bin Hammal ra : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menarik kembali pemberian tambang garam karena produksinya besar. (HR. Tirmidzi). (M. Husain Abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islami, hlm. 56).

 

Islam itu agama sempurna yang berhukum kepada hukum Allah Yang Maha Sempurna dalam mengurusi urusan rakyat, termasuk dalam tata kelola sumber daya alam. Pemimpin dalam Islam adalah orang muslim yang penuh jujur, amanah dan cerdas dan tentu saja tidak disorientasi. Pemimpin dalam Islam adalah yang tunduk patuh sepenuhnya dengan hukum Allah. Dengan demikian dalam Islam Islam, sistem aturannya sempurna dan pemimpinnya amanah, maka lahirlah berbagai bentuk keberkahan.

 

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS Al A’raf : 96)

 

Indonesia adalah negeri muslim terbesar dunia yang seringkali menjadi rujukan bagi dunia muslim lainnya. Namun sayangnya, Indonesia justru negeri yang penuh kezaliman dan selalu memiliki pemimpin yang anti Islam. Sistem kapitalisme demokrasi sekuler adalah sistem kufur yang sarat kezaliman, sementara pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi tidak lebih dari para jongos penjajah yang kerjanya hanya merusak kehidupan dan lingkungan.

 

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS Al A’raf : 56).

 

Oleh sebab itu, jika ingin lebih baik, maka Indonesia mesti menerapkan Islam secara kaffah dan memiliki pemimpin yang taat kepada hukum Allah, sebagaimana negara madinah yang dipimpin Rasulullah dan menerapkan Islam secara sempurna. Indonesia membutuhkan pemimpin yang muslim, berakal, adil, mampu, laki-laki, dan baligh. Selain itu karakter pemimpin yang dibutuhkan Indonesia adalah yang shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Orang berakal pasti mau tawaran ini ?.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,27/09/22 : 22.10 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories