[13] THE POWER OF RAMADHAN - Ahmad Sastra.com

Breaking

Sabtu, 23 Maret 2024

[13] THE POWER OF RAMADHAN



 

Oleh : Ahmad Sastra 

 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran : 110).

 

Alhamdulillah, kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke tiga belas bulan suci Ramadhan 1445 H. Sebagai seorang muslim yang senantiasa beriman, bertaqwa dan bersyukur kepada Allah hendaknya selalu menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai bulan yang mendatangkan kekuatan.

 

Sebagai seorang pemimpin, misalnya, Ramadhan sudah seharusnya akan memberikan kekuatan besar bagi tumbuhnya sifat-sifat baik, semisal sifat jujur. Sebab Ramadhan mengajarkan seorang muslim menjadi pribadi yang jujur. Saat menjalakan puasa, maka seorang muslim hanya diketahui oleh Allah dan dirinya sendiri. Kejujuran yang tumbuh saat menjalankan puasa adalah kejujuran hakiki, sebab kejujuran yang didasarkan oleh iman, taqwa dan ihsan. Ihsan adalah kesadaran selalu diawasi oleh Allah SWT, meski dalam keadaan sendirian.

 

Posisi sebagai seorang pemimpin dalam pandangan Islam sangat penting, sebab pemimpin akan dijadikan sebagai panutan oleh rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin juga sangat menentukan ke arah mana rakyat hendak dibawa. Pemimpin juga adalah nahkoda bagi para penumpang kapalnya. Karena itu setidaknya ada empat sifat yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni shidiq, amanah, tabligh dan fathonah.

 

Shidiq bermakna kejujuran atau kebenaran. Seorang pemimpin diwajibkan jujur dalam segala hal, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Shidiq adalah sifat yang sangat dihargai dalam Islam. Shidiq juga bermakna benar dalam arti seorang pemimpin itu harus dalam posisi benar.

 

Benar itu ketika dia berjalan di atas jalan yang benar. Jalan yang benar adalah Islam. Sebab hanya Islam yang diidhoi Allah. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran : 19)

 

Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al baqarah : 256).

 

Kebenaran Islam direpresentasikan oleh keseluruhan firman Allah dalam Al Qur’an dan apa yang dilakukan dan diucapkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu Allah menegaskan ketaatan kepada Allah dan RasulNya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisaa’ : 59)

 

Ramadhan mestinya menuhbuhkan kekuatan seorang pemimpin untuk menerapkan Al Qur’an secara keseluruhan, sebab Ramadhan disebut juga syahrul qur’an. Sebagaimana firman Allah : Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, juga sebagai penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan sebagai pembeda (TQS al-Baqarah [2]: 185).

 

Al-Quran mengandung banyak seruan dari Allah SWT. Seruan-seruan al-Quran setidaknya mencakup dua aspek, yakni aspek ruhiyah (spiritual) dan aspek siyasiyah (politik) yang keduanya wajib diterapkan oleh seorang pemimpin. Aspek ruhiyah mencakup pengaturan hubungan manusia dengan Allah SWT seperti shalat, puasa, haji, dll. Adapun aspek politik mencakup pengaturan hubungan sesama manusia, khususnya yang menyangkut urusan masyarakat yang dijalankan oleh negara dan dikontrol pelaksanaannya oleh umat.

 

Sifat kedua pemimpin adalah amanah. Sifat amanah merujuk pada amanah atau kepercayaan. Seorang pemimpin wajib menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya, baik dalam urusan dunia (rakyat) maupun agama. Ini mencakup menjaga amanah Allah, seperti menjalankan kewajiban agama dengan baik, dan juga menjaga amanah rakyat. Pemimpin dalam Islam harus mengurus urusan rakyat dengan hukum Islam.

 

Terkait sifat amanah, Allah tegas berfirman : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS Al Anfal : 27).

 

Seruan ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Wahbah al-Zuhaili berkata, “Wahai orang-orang yang beriman dan membenarkan Allah SWT, Rasul-Nya dan al-Quran. Menurut Ibnu Katsir, ayat ini berlaku umum. Sekalipun ayat ini turun berkenaan dengan sebab khusus, menurut jumhur ulama, yang harus diambil adalah keumumam redaksinya, bukan kekhususan sebabnya. Intinya, ayat ini menyeru semua orang-orang yang beriman. Mereka semua dilarang berbuat khianat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Terlebih seorang pemimpin, wajib hukumnya memiliki sifat amanah, sebab di pundaknya ada amanah rakyat.

 

Sifat ketiga seorang pemimpin adalah tabligh. Arti tabligh berarti menyampaikan atau menyebarkan pesan agama Islam. Seorang pemimpin wajib menjadi pembawa pesan yang baik tentang Islam kepada orang lain, baik dengan kata-kata maupun dengan contoh perilaku yang baik. Pemimpin dalam Islam wajib membawa misi Islam dan menyampaikan kepada seluruh rakyatnya, baik melalui pendidikan, kebijakan, maupun dakwah.

 

Allah menegaskan dalam Al Qur’an : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat Petunjuk (QS An Nahl : 25).

 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (QS Ali Imran : 110).

 

Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagaian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. (QS At Taubah : 71)

 

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang-orang yang menyeru kepada Allah (dakwah), mengerjakan amal shaleh dan berkata sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang yang muslim.  (QS Fushikat : 33)

 

Demi zat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh kalian memiliki dua pilhan, yaitu) benar-benar memerintah berbuat ma’ruf (amar ma’ruf) dan melarang berbuat mungkar (nahi mungkar), ataukah Allah akan mendatangkan siksa dari sisiNya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka doa itu tidak akan dikabulkan” (HR. Tirmidzi)

 

Sifat keempat seorang pemimpin adalah fathonah yang artinya memiliki kecerdasan atau pemahaman yang mendalam atau pengertian yang baik. Seorang pemimpin wajib untuk memahami ajaran agama Islam dengan baik dan mendalam, bukan sekadar mengetahui secara teoritis, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam rumusan kebijakan dalam mengelola rakyat. Itulah mengapa Islam menekankan karakter ulil al baab atau orang yang berakal.

 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil albaab (orang-orang yang berakal), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran : 190-191).

 

Sungguh, dalam kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an ini bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS Yusuf : 111)

 

Menurut pendapat Naquib al Atas setidaknya ada tujuh karakter Ulil Albab, diantaranya adalah : 1). Senantiasa melakukan zikrullah dalam arti luas dalam segala gerak-gerik dan aktivitasnya dan dibarengi dengan kegiatan tafakkur (penelaahan, penelitian dan nazhar) terhadap alam ciptaan Allah.

 

2). Bersungguh-sungguh menuntut ilmu sehingga mencapai tingkat rashih (mendalam) sebagaimana dinyatakan Al Qur'an dalam surat QS Ali Imran : 7. 3). Mampu memisahkan yang buruk (khabits) dan yang baik (thayib) kemudian dia memilih, berpihak, dan mempertahankan yang baik itu meskipun sendirian.

 

4). Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, proposisi ataupun dalil dan argumentasi yang dikemukakan orang lain dan senantiasa memilih alternatif yang terbaik (ahsanah) sebagaimana dinyatakan dalam QS Az Zumar : 18. 5). Bersedia mendakwahkan ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat, senantiasa berusaha memperbaiki masyarakat dan lingkungannya, memiliki kesadaran yang tinggi kegiatan amar ma'ruf nahi mungkar  sesuai dengan QS Ibrahim : 52.

 

6). Tidak takut kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah sesuai dengan QS At Taubah : 18. 7). Senantiasa rukuk dan sujud pada sebagian malamnya, merintih pada Allah dan semata-mata hanya mengharapkan rahmat dan ridhaNya, sesuai dengan QS Az Zumar : 9.

 

Nah, Ramadhan bagi seorang pemimpin yang sedang mengemban amanah berat seharusnya memberikan energi untuk menumbuhkan dan memiliki empat sifat utama di atas. Pemimpin dalam Islam adalah dia yang menerapkan Islam secara kaffah yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits dalam menetapkan kebijakan, baik berurusan dalam Negeri, maupun urusan luar Negeri.

 

(Kota Hujan, 23/03/24 M – 13 Ramadhan 1445 H, 05.57 WIB)

 


__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories