Oleh : Ahmad Sastra
Visualisasi ketimpangan kekayaan berdasarkan negara dipublikasikan 3 minggu lalu pada 22 Agustus 2024 Oleh Kayla Zhu. Artikel/Penyuntingan: Dorothy Neufeld. Grafis/Desain: Christina Kostandi memberikan gambaran bagaimana kekayaan didistribusikan di berbagai negara, dan seberapa besar kesenjangan ini?. Grafik dalam gambar tulisan ini menunjukkan ketimpangan kekayaan berdasarkan negara pada tahun 2023, berdasarkan data dari UBS.
Afrika Selatan menduduki peringkat tertinggi secara keseluruhan, dengan 10% dari populasi mengendalikan sekitar 80% kekayaan negara. Selama 15 tahun terakhir, ketimpangan kekayaan meningkat. Tingkat pengangguran melonjak menjadi 32%, naik dari 20% pada tahun 2008, sementara PDB per kapita yang disesuaikan dengan inflasi menurun. Meskipun apartheid terjadi tiga dekade yang lalu, faktor ras masih menjadi faktor utama dalam kesenjangan pendapatan.
Peringkat kedua adalah Brasil, sebuah negara di mana 10% orang terkaya menguasai setengah dari kekayaan nasional. Antara tahun 2023 dan 2024, jumlah miliarder di negara ini melonjak dari 51 menjadi 64, menjadikan Brasil negara dengan jumlah miliarder tertinggi ke-10 di dunia.
Meski merupakan negara sosial demokratis, Swedia menempati peringkat kelima secara keseluruhan. Negara ini memiliki salah satu miliarder per kapita tertinggi, yaitu satu per 250.000 orang. Sebagai perbandingan, AS memiliki sekitar satu miliarder per 500.000 orang. Konsentrasi kekayaan ini didorong oleh sektor teknologi yang berkembang pesat di negara tersebut, yang telah menghasilkan lebih dari 40 perusahaan unicorn, seperti Spotify dan Skype, selama dua dekade terakhir.
Selanjutnya adalah AS, sebuah negara yang ketimpangan kekayaannya sedikit menurun sejak tahun 2008. Tren serupa dari penurunan ketimpangan kekayaan dapat dilihat di beberapa negara Eropa lainnya, termasuk Jerman, Swiss, dan Austria, serta di Korea Selatan dan Hong Kong.
Indonesia ada di peringkat 10 negara dengan ketimpangan kekayaan paling parah. Salah satu cara umum untuk mengukur distribusi kekayaan di sebuah negara adalah melalui koefisien Gini. Dalam indeks ini, skor yang mendekati nol menunjukkan distribusi kekayaan yang lebih merata, sedangkan skor 100 menunjukkan bahwa satu individu menguasai seluruh kekayaan.
Berikut adalah skor indeks Gini di beberapa negara terpilih, menyoroti bagaimana perubahan skor tersebut seiring waktu: (1) South Africa: 82/70/+17.7% (2) 🇧🇷 Brazil : 81/70/+16.8% (3) 🇦🇪 UAE : 77/88/-12.4% (4) 🇸🇦 Saudi Arabia : 77/89/-13.3% (5) 🇸🇪 Sweden : 75/74/+1.3% (6) 🇺🇸 United States : 75/76/-2.4% (7) 🇮🇳 India : 73/62/+16.2% (8) 🇲🇽 Mexico : 72/68/+6.5% (9) 🇸🇬 Singapore : 70/57/+22.9% (10) 🇮🇩 Indonesia : 68/59/+15.1%.
Secara khusus di negara-negara maju, kesenjangan kekayaan telah menyempit sejak tahun 2008 karena segmen kelas menengah mengalami peningkatan kekayaan lebih cepat dibandingkan mereka yang berada di tingkat kekayaan lebih tinggi.
Sistem kapitalisme sering dikritik karena dapat menyebabkan kesenjangan kekayaan. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berfokus pada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan perdagangan yang dikendalikan oleh pasar bebas. Dalam konteks ini, keuntungan pribadi menjadi pendorong utama dalam aktivitas ekonomi.
Dalam kapitalisme, orang-orang yang memiliki modal, seperti tanah, properti, atau bisnis, cenderung memiliki lebih banyak kesempatan untuk menghasilkan kekayaan. Mereka bisa mendapatkan keuntungan dari investasi, bunga, dan peningkatan nilai aset. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki modal bergantung pada upah kerja, yang cenderung lebih lambat pertumbuhannya dibandingkan dengan keuntungan modal.
Kapitalisme sering kali menciptakan kesenjangan dalam upah karena nilai kerja dinilai berdasarkan produktivitas dan permintaan pasar. Pekerja di sektor-sektor dengan keterampilan tinggi atau yang sangat diminati akan mendapatkan upah yang jauh lebih tinggi daripada pekerja di sektor-sektor dengan keterampilan rendah atau yang berlebihan di pasar tenaga kerja. Sistem kapitalisme dirasakan sangat tidak adil bagi para buruh, mereka menjadi semacam sapi perah, seperti kebijakan pemotongan gaji bagi buruh yang sering terjadi di negeri ini.
Mirah Sumirat, SE. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) dan Juga Sebagai Presiden Women Committee Asia Pasifik di UNI APRO, menyampaikan rasa keprihatinannya atas rencana Pemerintah memotong upah Pekerja/Buruh Indonesia untuk tambahan dana pensiun, demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE dalam keterangan pers tertulis pada media(13/9/2024).
Mirah Sumirat sepakat bahwa Masa depan untuk hidup layak bagi pekerja/buruh itu sangat penting, Tapi pemotongan upah pekerja/buruh untuk tambahan dana pensiun jangka Panjang sepertinya belum tepat diberlakukan untuk kondisi saat ini. Karena kondisi ekonomi Pekerja/Buruh Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Masih dalam keterangan pers tertulisnya, Mirah menyampaikan, Sejak tahun 2020-2024 telah terjadi beberapa peristiwa seperti Covid19, pemberlakuan UU omnibus law cipta kerja, dan pemberlakuan politik upah murah, hal ini mengakibatkan PHK massal di hampir sebagian besar sektor industri.
Ketiga peristiwa tersebut merupakan penyumbang terbesar kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ketiga peristiwa tersebut Mirah Sumirat menjelaskan satu persatu:
Saat terjadi Covid 19 banyak perusahaan kecil, menengah, dan besar yang mengalami kerugian salah satunya di sebabkan keputusan Pemerintah saat itu memberlakukan PPKM ( Pembatasan Pergerakan Manusia ), sebagian besar perusahaan mengurangi produksi hingga pada akhirnya merugi karena tidak ada konsumen yang membeli. Pada perusahaan yang berbasis ekspor banyak pihak buyer ( pembeli) dari luar negeri tidak lagi memesan produksi dari Indonesia. Karena di luar negeri juga sedang mengalami guncangan ekonomi di sebabkan Covid19. Kondisi ini mengakibatkan perusahaan mengambil langkah memPHK massal pekerja/buruhnya.
Penerapan UU Omnibus law membuka peluang untuk perusahaan melakukan PHK dengan mudah dan murah. Beberapa kasus yang ditemukan ada perusahaan yang memPHK pekerja/buruhnya tidak memberikan uang pesangon karena alasan merugi. Belum lagi pasal -pasal yang terkait dengan status pekerja/buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourching di semua jenis pekerjaan.
Penerapan Politik upah murah menyebabkan daya beli konsumen menurun sehingga hasil produksi berupa barang dan jasa menjadi tidak laku pada akhirnya menumpuk di gudang perusahaan. Penumpukan barang menyebabkan perusahaan rugi dan akhirnya tidak sanggup untuk membayar upah pekerja/buruh dan ujung-ujungnya adalah PHK.
Di sisi lain harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi cenderung tidak terkendali. Ketika kenaikan Upah Minimum Provinsi ( UMP ) rata-rata naik 3% secara nasional hal ini tidak diimbangi dengan nilai inflasi yang diatas 3% di tambah lagi dengan kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok yang naik rata-rata 20%. Akibatnya daya beli rakyat rendah sehingga ekonomi bergerak lambat dan melemah.Lebih lanjut Mirah Sumirat menyampaikan bahwa kelas menengah telah hidup dari tabungannya sejak tahun 2020 dan saat ini tabungan mereka telah habis.
Jumlah kelas menengah semakin berkurang karena PHK massal dan untuk mendapatkan pekerjaan baru tidak mudah. Kalaupun ada peluang atau lowongan pekerjaan maka yang di dapatkan adalah pekerjaan yang sifatnya sementara dan tidak berkelanjutan dengan status kontrak harian dan outsourching lewat vendor atau yayasan dan banyak juga kelas menengah ketika di PHK beralih menjadi driver online atau kurir paket online.
Jika benar Pemerintah jadi melaksanakan rencana untuk memotong upah pekerja/buruh lewat program dana pensiun. Maka di pastikan Kelas Menengah masuk ke dalam jurang Kemiskinan yang semakin dalam.
Mirah Sumirat menyarankan Pemerintah fokus saja untuk memperbaiki ekonomi dengan waktu yang masih tersisa kurang lebih dua bulan lagi sebelum ada pergantian Kepemimpinan. Yang paling dibutuhkan oleh rakyat saat ini adalah Turunkan Harga barang kebutuhan pokok 20% , kembalikan dan di perluas subsidi rakyat, naikkan upah pekerja/buruh 20% dan jangan keluarkan regulasi, kebijakan, keputusan yang merugikan rakyat banyak, Pungkas Mirah Sumirat,SE.
Dalam sistem kapitalisme, seiring waktu, kekayaan cenderung terkonsentrasi di tangan sedikit orang. Ini terjadi karena mereka yang sudah kaya memiliki akses lebih besar ke investasi yang menguntungkan, teknologi, dan inovasi, sehingga memperbesar kekayaan mereka. Orang yang kurang mampu atau berada di lapisan bawah ekonomi sering kali tidak memiliki kesempatan yang sama.
Meskipun kapitalisme sering kali dipromosikan sebagai sistem yang menawarkan kebebasan ekonomi, realitasnya adalah bahwa mobilitas sosial ke atas bisa sangat terbatas. Orang yang lahir dalam kemiskinan sering kali tidak memiliki akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi yang memadai untuk meningkatkan status ekonomi mereka.
Kapitalisme memungkinkan terbentuknya monopoli atau oligopoli, di mana beberapa perusahaan besar mendominasi pasar. Hal ini bisa menciptakan kesenjangan kekayaan karena keuntungan dari pasar yang didominasi ini cenderung hanya dinikmati oleh segelintir perusahaan besar dan pemilik modal.
Walaupun kapitalisme juga dikaitkan dengan inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan efisiensi, tanpa regulasi yang tepat, ia berpotensi memperdalam jurang antara si kaya dan si miskin. Keseimbangan antara pasar bebas dan intervensi pemerintah yang kuat biasanya dianggap perlu untuk mengurangi kesenjangan ini.
Jakarta, CNBC Indonesia melaporkan bahwa jurang timpang si miskin dan si kaya di Tanah Air Ibu Pertiwi meningkat secara eksponensial sejak reformasi 1998, melesat paling cepat diantara seluruh negara di kawasan. Kata Bank Dunia sepuluh tahun lalu, sepuluh persen orang Indonesia terkaya menguasai sekitar 77% dari seluruh kekayaan di negeri ini, dan satu persen diantara mereka menguasai separuh harta yang ada. Indonesia adalah negara dengan ketimpangan tertinggi bersama Thailand setelah Rusia dari 38 negara di dunia.
Sekarang kondisinya sama buruknya. Data LSM asal Inggris Oxfam mengilustrasikan harta empat orang terkaya di Indonesia itu setara dengan akumulasi kekayaan milik 100 juta penduduk, luar biasa timpangnya. Meskipun bukan standar ilmiah, dan tampak hiperbolik, kalkulasi CNBC Indonesia Intelligence Unit menunjukkan data Oxfam itu tidak membual. Temuan ini berdasarkan olah data publik kepemilikan dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang dilansir setiap bulan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dikombinasikan dengan data kepemilikan rekening versi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI)
Ketimpangan jurang kekayaan kaya dan miskin menggunakan data uang simpanan di bank lebih telanjang. Rupanya, sebanyak Rp4.231 triliun atau sekitar 53% dari total DPK perbankan yang mencapai Rp8.049 triliun itu cuma dimiliki oleh hanya 0,02% populasi penduduk Indonesia. Kalau dijumlahkan cuma segelintir orang kaya saja di kelompok populasi itu, sekitar 54 ribu orang dari jutaan penduduk Indonesia, dengan rata-rata isi kantong simpanan mereka per orang sebesar Rp 98 miliar.
Jurang si miskin versi uang simpanan ada di klaster DPK perbankan sebanyak Rp1.007 triliun yang dimiliki secara keroyokan oleh sekitar 170 juta orang atau setara 63,05% populasi, dimana kalau di rata-rata isi simpanannya tidak sampai Rp6 juta. Kelompok ketiga adalah kelas menengah yang cenderung berlapis-lapis kelasnya, dari mulai kepemilikan simpanan di bank Rp 421 juta hingga Rp 9,5 miliar, yang mencakup 0,8% populasi atau sekitar 2,1 juta orang penduduk yang kalau dirata-rata simpanan masing-masing sebesar Rp3,5 miliar.
Sementara itu, presiden terpilih yang unggul dalam hitung resmi KPU Prabowo Subianto berjanji pada masa kepemimpinannya rasio pajak terhadap PDB akan naik dari yang saat ini di level 10% menjadi 16%. Namun, dia tidak akan serta merta menaikkan tarif pajak.
"Tetangga kita, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja, sekitar 16-18% ada ruang untuk meningkatkan tax ratio," ujarnya.
Prabowo akan berupaya memperluas basis perpajakan atau jumlah wajib pajak. Dia pun menegaskan tambahan 6% dalam rasio pajak setara dengan US$ 90 miliar ke dalam penerimaan negara. "Maka kenaikan 6% dari US$1.500 miliar produk domestik bruto (PDB). Ini akan menjadi angka yang signifikan. Ini mencapai US$ 90 miliar," kata dia.
Prinsip keadilan sosial dalam sistem ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan keseimbangan, kesejahteraan, dan kesetaraan di antara seluruh anggota masyarakat. Sistem ekonomi Islam tidak hanya berfokus pada keuntungan material, tetapi juga pada moralitas dan tanggung jawab sosial.
Islam mengakui hak individu atas kepemilikan pribadi, namun ada juga kepemilikan umum dan negara. Tidak boleh kepemilikan umum seperti tambang, air, dan sumber daya alam lainnya dimiliki oleh individu atau privatisasi, haram hukumnya. Kekayaan alam milik umum (milkiyah amah) dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme sebagaimana dijelaskan di atas.
Riba (bunga) dilarang keras dalam ekonomi Islam. Hal ini karena riba dianggap sebagai sumber ketidakadilan ekonomi, di mana orang yang kaya dapat memperkaya diri melalui keuntungan tanpa risiko, sementara orang miskin atau yang berhutang semakin terbebani. Sebagai gantinya, Islam mendorong transaksi berdasarkan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), di mana risiko dan keuntungan dibagi secara adil antara pihak yang terlibat.
Sistem ekonomi Islam mewajibkan zakat, yaitu pajak kekayaan wajib yang dikenakan kepada orang kaya untuk didistribusikan kepada golongan yang membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, dan orang yang berhutang. Zakat berfungsi sebagai alat redistribusi kekayaan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan umat. Selain zakat, infaq dan sedekah adalah bentuk lain dari amal sukarela yang juga dianjurkan untuk membantu mereka yang kurang mampu.
Islam melarang penimbunan kekayaan atau sumber daya, terutama dalam keadaan di mana masyarakat membutuhkan barang-barang tersebut. Prinsip ini mencegah ketidakadilan ekonomi di mana segelintir orang kaya menimbun kekayaan dan memanipulasi pasar untuk keuntungan pribadi, sementara masyarakat yang lebih luas menderita.
Hal ini ditegaskan Allah dalam firmanNya : Apa saja harta rampasan (fai') yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka itu adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al-Hasyr: 7)
Islam menekankan keadilan dan transparansi dalam setiap bentuk transaksi ekonomi. Praktik-praktik seperti kecurangan, penipuan, atau manipulasi harga dilarang keras. Semua pihak harus bertransaksi dengan itikad baik dan menghormati hak-hak satu sama lain. Keadilan ini berlaku baik dalam hubungan perdagangan, upah, maupun dalam hubungan antara produsen dan konsumen.
Salah satu tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat, baik muslim maupun non muslim yang menjadi rakyat daulah Islam. Setiap aktivitas ekonomi, baik individu maupun bisnis, harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Kebijakan ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara merugikan masyarakat luas, tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 15/09/24 : 10.30 WIB)