ANTARA DEMOKRASI, AMERIKA DAN ZIONISME


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Bagaimanapun demokrasi akan terus menipu umat Islam. buktinya, pilihan Trump atas pejabat-pejabat kabinetnya yang pro-Israel benar-benar mengecewakan kelompok muslim AS. Para pemimpin muslim AS yang mendukung Donald Trump dari Partai Republik untuk memprotes dukungan pemerintahan Biden untuk perang Israel di Gaza dan serangan atas Lebanon benar-benar kecewa dengan pilihan-pilihan kabinetnya.

 

Mereka mengungkapkan kekecewaan itu kepada Reuters. "Trump menang karena kami dan kami tidak senang dengan pilihan menteri luar negerinya dan yang lain-lain juga," kata Rabiul Chowdhury, seorang investor Philadelphia yang mengetuai kampanye Abandon Harris di Pennsylvania dan ikut mendirikan Muslims for Trump.

 

Trump telah memilih pejabat-pejabat yang akan menangani kebijakan luar negeri pemerintahannya dan tak satu pun yang menyenangkan pemilih muslim. Presiden-terpilih AS, Donald Trump, telah menyebut beberapa nama yang akan menjadi pejabat untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan luar negerinya dalam pemerintahan. Pemilihan nama-nama ini penting karena mencerminkan bagaimana Trump akan menyikapi konflik di Timur Tengah.

 

Nama-nama yang menjadi pilihan Trump benar-benar mengecewakan kelompok muslim AS yang memenangkannya pada pemilihan presiden 5 November 2024. Mereka memilih Trump dari Partai Republik untuk memprotes dukungan pemerintahan Biden untuk perang Israel di Gaza dan Lebanon, serta berharap akan melakukan hal yang berbeda. Dukungan Muslim untuk Trump membantunya memenangkan Michigan dan mungkin telah menjadi faktor kemenangan di negara bagian lain, menurut para ahli strategi.

 

Lastas apakah ada hubunganya antara Amerika, demokrasi dan yahudi ?. Hubungan antara demokrasi dan Amerika Serikat sangat erat, karena Amerika Serikat sendiri didirikan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang menjadi dasar sistem pemerintahan negara tersebut.

 

Amerika Serikat didirikan pada tahun 1776 melalui Deklarasi Kemerdekaan yang menegaskan hak-hak individu dan prinsip-prinsip demokrasi. Salah satu kalimat terkenal dalam Deklarasi Kemerdekaan adalah, "We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness." (Kami memandang kebenaran ini sebagai sesuatu yang jelas, bahwa semua manusia diciptakan sama, bahwa mereka diberi hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut, di antaranya adalah hidup, kebebasan, dan pencapaian kebahagiaan.)

 

Konstitusi Amerika Serikat yang diadopsi pada tahun 1787 adalah salah satu dokumen yang paling penting dalam sejarah demokrasi. Konstitusi ini memberikan dasar bagi pemerintahan yang berbasis pada pemisahan kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif), serta melindungi hak-hak individu melalui Bill of Rights (seperangkat hak-hak dasar yang dijamin oleh negara).

 

Demokrasi Amerika Serikat sangat bergantung pada pemilihan umum yang bebas dan adil. Presiden dipilih setiap empat tahun sekali melalui pemilihan umum yang melibatkan proses kompleks melalui Electoral College. Selain itu, anggota Kongres (Senator dan Anggota DPR) juga dipilih langsung oleh rakyat. Sistem ini memastikan bahwa pemerintah dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada mereka.

 

Amerika Serikat sering kali mendukung dan mempromosikan demokrasi di luar negeri, baik melalui diplomasi, bantuan luar negeri, maupun intervensi militer. Meskipun demikian, kebijakan luar negeri Amerika terkait demokrasi seringkali mendapat kritik, terutama jika Amerika mendukung pemerintahan yang otoriter atau tidak demokratis demi kepentingan geopolitiknya.

 

Sebagai negara besar dengan pengaruh global, Amerika Serikat sering kali dilihat sebagai contoh negara demokratis di dunia. Negara-negara yang mengadopsi sistem demokrasi sering kali melihat Amerika Serikat sebagai model, meskipun demikian, ada banyak kritik terhadap implementasi demokrasi di AS, terutama terkait dengan ketidaksetaraan sosial, politik, dan ekonomi, serta isu-isu seperti pengaruh uang dalam politik dan hak pilih.

 

Meskipun Amerika Serikat mendirikan pemerintahan demokratis pada abad ke-18, proses demokrasi di negara ini terus berkembang. Contohnya adalah perjuangan untuk hak suara bagi wanita (19th Amendment, 1920) dan bagi masyarakat Afro-Amerika (Voting Rights Act, 1965). Proses ini menunjukkan bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang untuk memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan.

 

Secara keseluruhan, Amerika Serikat memiliki hubungan yang sangat kuat dengan prinsip-prinsip demokrasi, meskipun seperti halnya negara demokrasi lainnya, sistem pemerintahan AS tidak bebas dari tantangan dan kritik, baik di dalam maupun di luar negeri.

 

Sementara zionisme adalah gerakan nasionalis Yahudi yang muncul pada akhir abad ke-19 dengan tujuan utama mendirikan sebuah negara bagi orang Yahudi di tanah Palestina. Gerakan ini dipelopori oleh Theodor Herzl, yang menginginkan agar orang Yahudi memiliki negara yang aman di tanah yang dianggap sebagai tanah leluhur mereka, yaitu Palestina. Zionisme bukanlah ideologi yang secara langsung berkaitan dengan demokrasi, meskipun beberapa pemimpin Zionis melihat demokrasi sebagai model pemerintahan yang dapat diterapkan dalam negara Yahudi yang baru.

 

Setelah berdirinya negara Israel pada tahun 1948, negara ini mengadopsi sistem demokrasi parlementer. Israel, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Yahudi, memiliki sistem pemerintahan yang demokratis berdasarkan prinsip-prinsip seperti kebebasan berbicara, pemilu bebas, dan pemisahan kekuasaan. Israel memiliki parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat (Knesset), sistem peradilan independen, serta kebebasan media dan kebebasan beragama yang diakui dalam konstitusi de facto negara tersebut.

 

Sebagian dari pemimpin Zionis dan pendukung Israel melihat demokrasi sebagai bagian penting dari identitas nasional mereka. Mereka berargumen bahwa Israel adalah negara yang memberikan kebebasan, hak asasi manusia, dan kebebasan beragama, baik bagi warga Yahudi maupun non-Yahudi, meskipun ini sering diperdebatkan dalam konteks kebijakan terhadap warga Palestina.

 

Di tingkat internasional, hubungan antara demokrasi dan zionisme juga dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri negara-negara besar, terutama Amerika Serikat, yang memiliki hubungan erat dengan Israel. Dukungan internasional terhadap Israel, khususnya dari negara-negara Barat, sering kali dilihat sebagai dukungan terhadap sebuah negara demokratis di Timur Tengah. Namun, kebijakan Israel terhadap Palestina seringkali mendapatkan kritik dari berbagai organisasi internasional yang menuntut penerapan hak-hak demokratis dan hak asasi manusia bagi rakyat Palestina.

 

Konsep demokrasi pertama kali berkembang di kota Athena, Yunani, sekitar abad ke-5 SM. Sistem demokrasi langsung yang diterapkan di Athena memungkinkan warga negara (yang hanya terdiri dari laki-laki dewasa yang bukan budak) untuk berpartisipasi dalam keputusan politik melalui majelis rakyat.

 

Sementara, pemikiran demokrasi modern, seperti yang kita kenal sekarang, berkembang terutama selama Pencerahan Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Beberapa filsuf yang sangat berpengaruh dalam merumuskan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan konstitusional adalah: Pertama, John Locke (1632–1704). Filsuf Inggris yang menekankan hak-hak alami individu (seperti hak atas hidup, kebebasan, dan properti) dan gagasan bahwa pemerintahan yang sah harus didasarkan pada persetujuan rakyat. Pemikirannya sangat berpengaruh terhadap perkembangan demokrasi dan prinsip-prinsip kebebasan individu.

 

Kedua, Montesquieu (1689–1755). Filsuf Perancis yang mengemukakan gagasan pemisahan kekuasaan dalam negara, yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan konstitusi modern (termasuk Konstitusi Amerika Serikat). Ketiga, Jean-Jacques Rousseau (1712–1778): Filsuf Perancis yang menulis tentang "kehendak umum" dan bagaimana sistem pemerintahan yang sah harus berasal dari konsensus rakyat. Karya-karyanya sangat penting dalam pengembangan teori demokrasi sosial.

 

Keempat, Thomas Paine (1737–1809). Pemikir dan aktivis asal Inggris-Amerika yang mendukung ide-ide demokrasi dalam bukunya Common Sense, yang menginspirasi Revolusi Amerika.

 

Kelima, Baruch Spinoza (1632–1677). Filsuf Yahudi Belanda yang berpengaruh dalam pemikiran politik dan filsafat modern, terutama dalam hal pemikiran tentang kebebasan individu dan hubungan antara agama dan negara. Meski bukan seorang pendukung demokrasi dalam pengertian modernnya, pandangannya tentang kebebasan berpikir dan hak asasi manusia sangat penting dalam perkembangan pemikiran politik.

 

Keenam, Isaiah Berlin (1909–1997). Filsuf berdarah yahudi dan sejarawan ide-ide asal Rusia-Inggris yang berpengaruh dalam pemikiran politik abad ke-20. Berlin dikenal karena pemikirannya tentang kebebasan dan pluralisme, yang berhubungan dengan nilai-nilai demokrasi.

 

Setelah Revolusi Amerika, Amerika Serikat mendirikan sistem pemerintahan yang berbasis pada prinsip-prinsip demokrasi, seperti pemilihan umum, pemisahan kekuasaan, dan perlindungan hak-hak individu. Para pendiri negara Amerika Serikat, seperti George Washington, Thomas Jefferson, James Madison, dan Benjamin Franklin, terlibat dalam pembentukan Konstitusi Amerika Serikat. Sistem ini menjadi model bagi banyak negara demokratis lainnya di dunia.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 17/11/24 : 11.34 WIB) 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.