Oleh : Ahmad Sastra
Kritik Said Didu atas hegemoni oligarki di negeri ini mendapat simpati rakyat karena pastinya rakyat telah merasakan akibatnya selama ini. Akibatnya, Said Didu dipanggil polisi untuk menjadi saksi delik penyebaran berita hoak. Sistem kapitalisme demokrasi telah menjadikan negeri ini benar-benar dijajah oligarki, sementara rakyat menjadi tumbalnya.
Atas nama proyek strategis nasional, banyak rakyat yang justru merasa dirugikan, seperti kasus Rempang. Berbagai kasus perampasan tanah rakyat juga sering terjadi di negeri ini. Intinya, rakyat selalu jadi pihak yang selalu dirugikan, jika pemerintah telah menjadi budak oligarki. Padahal, saat kampanye pemilu, mereka berteriak akan selalu membela rakyat.
Oligarki adalah bentuk pemerintahan atau struktur kekuasaan di mana kendali berada di tangan sekelompok kecil orang, biasanya yang memiliki kekayaan, kekuasaan politik, atau koneksi istimewa. Kelompok ini bisa terdiri dari keluarga tertentu, elit ekonomi, atau pemimpin politik yang memiliki pengaruh besar atas keputusan pemerintah atau masyarakat.
Oligarki menjadikan kekuasaan hanya terkonsentrasi di tangan beberapa individu atau kelompok kecil. Hal ini mengakibatkan munculnya jurang yang lebar antara kelompok yang berkuasa dan rakyat jelata. Oligarki adalah segelintir manusia rakus dunia yang rela mengorbakan rakyat banyak.
Rasulullah pernah mengingatkan bahwa ada manusia yang selalu tidak puas dengan dunia. Beliau bersabda : Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Hegemoni oligarki biasanya disebabkan oleh kekayaan yang mereka miliki. Itulah demokrasi yang memang membutuhkan biaya banyak, sehingga para kapitalisme lah yang bisa membeli suara rakyat. Padahal Islam melarang harga hanya beredar di tengah segelintir orang kaya di antara manusia.
Allah berfirman : …..agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…. (QS Al Hasyr : 7). Dengan adanya oligarki, maka rakyat sering tidak memiliki kontrol atau pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan, meskipun jargonnya kedaulatan rakyat. Bahkan faktanya, rakyat justru jadi tumbal kerakusan oligarki.
Kelompok oligarki sering menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri atau melindungi kepentingan kelompok mereka. Oligarki menjadi musuh rakyat karena mereka mengesampingkan kepentingan mayoritas rakyat demi keuntungan kelompok kecil di antara mereka. Oligaki layak dijadikan musuh rakyat, karena mereka telah menjadikan rakyat sebagai tumbal kerakusan mereka.
Sistem politik demokrasi yang menjalankan sistem ekonomi kapitalisme akan sangat menyuburkan munculnya oligarki ini. Dalam sistem kapitalisme, orang atau perusahaan yang sukses bisa menjadi sangat kaya dan menggunakan kekayaan tersebut untuk memengaruhi politik dan kebijakan publik.
Dalam pasar kapitalis, persaingan tidak selalu sempurna. Ketika segelintir perusahaan besar mendominasi industri tertentu, mereka dapat beroperasi sebagai oligarki ekonomi. Para kapitalis kaya sering menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan kebijakan yang menguntungkan mereka, sehingga menciptakan oligarki politik. Kapitalisme yang tidak diawasi dapat memperlebar jurang antara kaya dan miskin, menciptakan elit ekonomi yang berkuasa.
Oligarki, yang merupakan sistem kekuasaan di mana kekuatan terpusat pada sekelompok kecil elit, memiliki banyak aspek yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Islam menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan, baik dalam pemerintahan, ekonomi, maupun hubungan sosial.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk berlaku adil..." (QS. An-Nisa: 58). Oligarki sering menghasilkan ketimpangan kekuasaan dan ekonomi, di mana segelintir orang menikmati hak istimewa sementara mayoritas rakyat terpinggirkan. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam.
Islam melarang konsentrasi kekayaan di tangan segelintir orang. Dalam QS. Al-Hasyr: 7 disebutkan : "...supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." Oligarki cenderung memusatkan kekayaan dan kekuasaan pada kelompok kecil, yang bertentangan dengan prinsip ini. Zakat, infak, dan sedekah adalah mekanisme dalam Islam untuk memastikan distribusi kekayaan yang lebih adil.
Islam mengajarkan pentingnya musyawarah (syura) dalam pengambilan keputusan. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an: "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka..." (QS. Asy-Syura: 38). Oligarki sering mengesampingkan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan, yang bertentangan dengan semangat musyawarah dalam Islam.
Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bukan untuk memperkaya diri atau melanggengkan kekuasaan. Rasulullah ï·º bersabda: "Setiap pemimpin adalah pelayan rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Oligarki cenderung memperlihatkan pola kepemimpinan yang bersifat sewenang-wenang, di mana kekuasaan digunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, yang bertolak belakang dengan amanah kepemimpinan dalam Islam.
Dalam oligarki, kekuasaan sering diwariskan secara turun-temurun atau dijaga melalui nepotisme, tanpa memperhatikan kompetensi. Islam dengan tegas melarang ini. Rasulullah ï·º bersabda: "Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya." Beliau ditanya, "Bagaimana amanah itu disia-siakan?" Beliau menjawab, "Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR. Bukhari). Selain itu, korupsi adalah dosa besar dalam Islam karena merugikan masyarakat luas.
Islam tidak mengenal stratifikasi kekuasaan berdasarkan kekayaan atau kedudukan sosial. Rasulullah ï·º bersabda: "Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu dan ayah kalian satu. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang non-Arab, tidak pula bagi orang non-Arab atas orang Arab, tidak juga bagi orang yang berkulit merah atas orang yang berkulit hitam, kecuali dengan ketakwaan." (HR. Ahmad).
Oligarki, yang sering membedakan manusia berdasarkan kekayaan atau status, bertentangan dengan prinsip ini.
Oligarki, dengan sifatnya yang cenderung eksploitatif, tidak transparan, dan mengabaikan keadilan serta kesetaraan, selain menjadi musuh rakyat juga sangat bertentangan dengan nilai-nilai inti Islam. Islam menekankan keadilan, partisipasi, distribusi kekayaan yang merata, pengaturan kepemilikan harta, dan kepemimpinan yang bertanggung jawab. Kepemimpinan Islam disebut khilafah dan pemimpoinnya disebut khalifah.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 20/11/24 : 07.51 WIB)