Oleh : Ahmad Sastra
Sejumlah kericuhan mewarnai debat di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Teranyar, cekcok pecah dalam debat kedua Pilkada Sumatra Utara (Sumut) dan debat pertama serta debat kedua Pilkada Sulawesi Selatan (Sulsel).
Berdasarkan penelusuran Tempo, sedikitnya ada belasan kericuhan buntut dari penyelenggaraan debat di Pikada 2024. Beberapa di antaranya yakni terjadi di debat kedua Pilkada Jakarta, debat Pilkada Bojonegoro, debat Pilkada Tapanuli Tengah, dan debat Pilkada Pekalongan, hingga debat kedua Pilkada Blitar.
Dari sederet kericuhan tersebut, keributan di Pilkada Sumut dan Pilkada Sulsel menjadi salah dua yang paling menuai perhatian. Sebab, keributan di ajang adu gagasan pemilihan kepala daerah tingkat gubernur ini disebut sampai terjadi aksi kekerasan dan bentrok antar pendukung.
Dilansir oleh KOMPAS.com, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkap beberapa daerah rawan konflik yang bisa menyebabkan korban jiwa akibat Pilkada 2024. Jatuhnya korban jiwa akibat konflik ini terlihat pada kasus pembacokan relawan salah satu pasangan calon Pilkada Kabupaten Sampang, Jawa Timur, pada Minggu (17/11/2024).
Selain daerah yang disebut, ada beberapa daerah di Papua dan Sumatera Selatan yang menjadi perhatian Bawaslu terkait tingkat kerawanan konflik. Selain itu, daerah rawan konflik juga dikategorikan dari kontestan Pilkada yang hanya ada dua pasangan calon. Oleh karena itu, ia berharap pihak kepolisian melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tim kampanye untuk saling menjaga agar kasus pembacokan di Sampang tak berulang di tempat lain.
Dilansir oleh KOMPAS.com, debat pilkada Kabupaten Bungo, Jambi, diwarnai aksi saling lempar oleh sejumlah tim pendukung pada Sabtu (16/11/2024) malam. Kericuhan di luar gedung debat tersebut menyebabkan empat orang mengalami luka-luka. Kedua pendukung yang terlibat saling lempar berasal dari pendukung calon nomor urut 01, Dedy-Dayat, dan calon nomor urut 02, Jumiwa-Maidani. Dalam video yang beredar, tampak dua tim pendukung paslon saling melempar batu dan air mineral. Aksi tersebut terjadi ketika Debat Pilbup Bungo berlangsung sekitar pukul 21.00 WIB.
Bukan hanya kericuhan dan permusuhan, pada pemilu tahun 2019 yang lalu bahkan telah banyak menelan korban jiwa. Data terakhir mencatat, sebanyak 139 petugas Pemilu 2019 yang meninggal dunia dalam lingkup nasional. Dari jumlah tersebut, 25 di antaranya adalah petugas Pemilu di Jateng. Di Pemilu 2019, tercatat ada 456 anggota KPPS dari 34 provinsi yang meninggal saat atau setelah bertugas. Jumlah itu naik tiga kali lipat dibanding tahun 2014 yang mencapai 157 korban tewas.
Sejumlah 25 petugas yang meninggal itu tersebar di Kabupaten Demak, Banyumas, Sukoharjo, Banjarnegara, Purbalingga, Grobogan, Rembang, Magelang, Klaten, Batang, Kudus, Pekalongan, Kendal, Pemalang, Semarang dan Brebes. Selain 25 orang yang meninggal dunia itu, KPU juga mencatat ada 97 petugas TPS di Jateng yang kelelahan dan harus dirawat di rumah sakit. Bahkan, tiga orang diantaranya mengalami abortus spontan atau keguguran (jatengprov.go.id).
Jika pilkada justru menimbulkan kemudaratan, baik berupa permusuhan, perpecahan bahkan hilangnya nyawa, untuk apa diselenggarakan. Belum lagi soal biaya besar yang harus dikeluarkan. Belum lagi adanya praktek suap-menyuap yang diharamkan Islam. Jadi pemilu dan atau pilkada adalah sebuah keburukan yang tidak memberikan manfaat apa-apa bagi kehidupan rakyat. Belum lagi hegemoni oligarki dibalik pesta demokrasi itu.
Islam adalah agama yang mengutakan persatuan dan ukhuwah sesama muslim dan mengharamkan berbagai bentuk perpecahan. Negeri ini mayoritas muslim, semestinya memahami bahwa demokrasi adalah jerat dan racun paling berbahaya yang akan menimbulkan berbagai bentuk perpecahan sesama muslim dan sesame anak bangsa.
Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang pentingnya persatuan umat. Pertama, Surah Al-Hujurat (49:10) : "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."
Kedua, Surah Al-Anfal (8:46) : "Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."
Ketiga, Surah Al-Imran (3:103) : "Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu saling bermusuhan, lalu Allah menyatukan hatimu, maka jadilah kamu karena ni'mat-Nya, bersaudara..."
Ayat-ayat di atas menegaskan pentingnya persatuan umat dalam berpegang teguh kepada agama Allah dan menjauhkan diri dari perpecahan, yang sebelumnya dapat menghalangi kekuatan umat. Penerapan demokrasi sekuler dengan mekanisme pemilu dan pilkada telah terbukti menjadi alat pemecah belah umat Islam dan permusuhan di antara anak bangsa. Masihkah umat Islam belum sadar ?.
Pilkada sekuler yang justru semakin melanggengkan sekulerisme dan menghalangi penerapan Islam telah menjerat kaum muslimin dalam perkara yang diharamkan oleh Islam. Dalam pilkada, umat Islam saling berselisih mendukung pasangan calon dan mengabaikan agama. Padahal semestinya umat Islam bersatu membela dan memperjuangkan Islam, bukan membela orang yang justru tidak memihak kepada Islam. pilkada sekuler akan menjebak kaum muslimin dalam kemunafikan, karena menghalangi tegaknya hukum Allah.
Renungkan firman Allah : Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS An Nisaa' : 61).
Semestinya umat Islam punya kesadaran politik Islam dalam arti melakukan pembacaan atas konstalasi politik nasional atau dunia dengan menggunakan kaca mata Islam. dengan demikian, maka umat Islam akan bisa memahami betapa demokrasi sekuler telah menjadikan kaum muslimin terpecah belah di seluruh dunia dengan ikatan sempit nasionalisme. Kesadaran politik islam juga akan menyadarkan umat Islam untuk berhijrah berjuang menegakkan khilafah yang akan menyatukan umat Islam seluruh dunia.
Dalam Buku Fikih Islam karya Haji Sulaiman Rasjid terdapat bab terakhir, bab 15 yang membahas kitab khilafah. Oleh Sulaiman Rasjid pembahasan khilafah dimasukkan dalam kajian fikih, meskipun khilafah itu juga tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah. Memasukkan kajian khilafah dalam fikih berkosekuensi kepada hukum-hukum syariah.
Karena itu, Sulaiman Rasjid menulis bahwa menagakkan khilafah Islam itu hukumnya fardhu kifayah. Fardhu kifayah maknanya adalah sesuai kecukupan. Ibarat mengurus jenazah, jika telah cukup diurus oleh 10 orang, maka yang lain gugur kewajiban, sebaliknya jika mayat itu belum ada yang mengurus, maka hukumnya menjadi fardhu 'ain.
Fardhu 'ain maknanya kewajiban yang harus dilakukan oleh individu dan tidak bisa diwakilkan, seperti sholat. Bahkan dalam keadaan sakitpun, seorang muslim tetap harus menjalankan sholat fardhu lima waktu. Begitupun khilafah yang hukumnya fardhu kifayah yakni harus ada sebagian kaum muslimin yang menegakkannya.
Selain bab khilafah yang diletakkan di bab 15 (bab terakhir) buku Fikih Islam karya Sulaiman Rasjid ini juga membahas bab lainnya. bab-bab lainnya adalah taharah, salat, jenazah, zakat, puasa, haji umrah, muamalat, faraid, nikah, jinayat, hudud, jihad, makanan/penyembelihan, aqdiyah dan khilafah.
Ditulis oleh Sulaiman Rasjid di halaman 495 bahwa kaum muslim (ijma' yang mu'tabar) telah bersepakat bahwa hukum mendirikan khilafah adalah fardhu kifayah atas semua kamu muslimin. Sulaiman Rasjid mengemukakan 3 alasan dalam bukunya terkait hukum mendirikan khilafah.
Pertama, ijma' sahabat, sehingga mendahulukan permusyawaratan tentang khilafah daripada urusan jenazah Rasulullah SAW. Pada akhirnya terpilihlah Abu Bakar menjadi khalifah, kepala negara Islam yang pertama sesudah meninggalnya Rasulullah SAW.
Kedua, tidak mungkin dapat menyempurnakan kewajiban, misalnya membela agama, menjaga keamanan, dan sebagainya, selain dengan adanya khilafah. Ketiga, beberapa ayat Al Qur'an dan Al Hadist yang menyuruh umat Islam menaatinya, yang dengan tegas menjadi janji yang pasti dari Allah SWT. Sulaiman Rasjid mengutip firman Allah :
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik (QS An Nuur : 55)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 20/11/24 : 11.06 WIB)