TIKUNGAN GELAP FILSAFAT STOIKISME


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Perkembangan dunia ini semakin tidak jelas arah dan tujuannya. Sistem kapitalisme sekuler atau komunisme ateis yang menjauh dari nilai-nilai agama semakin menjauhkan masyarakat dunia dari nilai-nilai spiritual. Jika manusia telah dijauhkan dari tuhannya, maka segala macam kegalauan akan muncul, ketakutan akan masa depan juga akan terus menghantui. Disaat seperti inilah manusia biasanya akan mencari solusi semacam katarsitas psikologis. Mestinya manusia kembali ke agama, sayangnya malah menjerumuskan diri ke filsafat stoikisme.

 

Orang-orang yang meyakini dan dianggap berhasil menerapkan konsep berpikir stoikisme ini dalam kehidupan mereka mengakui bahwa cara pandang mereka dalam menjalani hidup menjadi berbeda karena mereka dapat menjadi lebih tenang dan lebih menikmati kehidupan mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tentu saja ini merupakan subyektivisme, sebab dalam Islam telah diajarkan bagaimana mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan.

 

Paham filsafat stoikisme digagas oleh filosof etika yang bernama Zeno dari Elea (pengucapan: /ˈziːnoʊ əv ˈɛliə/, Yunani: Ζήνων ὁ Ἐλεάτης) ( ca. 495-430 SM) adalah filosof pra-Sokrates dari Yunani Besar dan anggota aliran Eleatik yang didirikan oleh Parmenides. Aristoteles menyebutnya bahwa Zeno sebagai penemu dialektika. Zeno memulai studi filsafatnya dari crates of thebes yang merupakan salah satu filosof aliran sinis termasyhur di Athena kala itu. Aliran Sinis adalah yang tidak mempunyai cita-cita dan selalu menganggap orang lain lebih buruk karena itu ia cynic atau sinis. Filsafat etik membincangkan baik dan buruk perbuatan manusia.  

 

Mereka menekankan bahwa kebahagiaan sejati merupakan ketidaktergantungan kepada sesuatu yang acak atau mengambang.  Maka kaum sinis menolak kebahagiaan dari kekayaan, kekuatan, kesehatan, dan kepamoran. Selanjutnya belajar dengan Stilpo The Margarian dan terakhir menjadi murid Polemo. Dari stilpo ia mendapatkan pelajaran bahwa kesalahan terbesar dalam hidup adalah mengatakan 'ya' terlalu cepat agar mendapatkan kehidupan yang tenang. Ia mendahului pernyataan Sartre bahwa mengatakan 'tidak' adalah pernyataan identitas pribadi seseorang sementara menyetujui permintaan orang lain mengurangi kepribadian individu.

 

Di tengah ketidakpastian global seperti pandemi, krisis ekonomi, perubahan iklim, dan ketegangan politik, banyak orang merasa cemas dan tidak berdaya. Stoikisme, dengan ajarannya tentang penerimaan terhadap hal-hal yang tidak bisa kita kontrol dan fokus pada pengendalian diri, menawarkan pendekatan praktis untuk menghadapi realitas yang penuh ketegangan ini. Maka tak heran jika banyak yang kini masuk jebakan stoikisme, bukan kembali ke agamanya.

 

Stoikisme mengajarkan cara hidup yang sederhana dan berfokus pada kebajikan serta pengendalian diri. Di dunia yang serba cepat dan penuh distraksi seperti sekarang, banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas yang tidak memuaskan dan mencari filosofi yang menawarkan cara hidup yang lebih terfokus dan bermakna. Stoikisme dinilai mengajarkan pentingnya hidup selaras dengan alam dan menerima kenyataan, yang dirasa sangat relevan bagi banyak orang yang merasa terombang-ambing oleh tuntutan dunia modern.

 

Di era digital, banyak orang merasa terjebak dalam siklus perbandingan sosial dan pencarian pengakuan, terutama di platform media sosial. Stoikisme mengajarkan untuk mengabaikan pencapaian eksternal dan berfokus pada kebajikan serta pengendalian emosi. Pesan-pesan ini dianggap sangat sesuai dengan kebutuhan untuk membangun keseimbangan batin dan menghadapi tekanan dari lingkungan sosial yang serba kompetitif.

 

Banyak orang kini lebih peduli dengan kesehatan mental mereka dan mencari cara untuk mengelola stres, kecemasan, dan depresi. Stoikisme menekankan pentingnya resilien, ketenangan batin, dan pengelolaan emosi, yang dapat menjadi panduan dalam menghadapi tantangan hidup yang penuh tekanan mental. Praktik-praktik seperti meditasi pada ketidaksempurnaan hidup, serta pemikiran tentang kematian (memento mori), membantu orang untuk menerima dan mengelola perasaan mereka.

 

Stoikisme dan beberapa filosofi Timur, seperti Buddhisme, memiliki banyak kesamaan dalam hal penekanan pada penerimaan terhadap kenyataan dan pengendalian diri. Di dunia yang semakin terhubung, orang cenderung lebih terbuka pada ajaran-ajaran filosofis yang mengutamakan kesejahteraan batin dan kebijaksanaan hidup yang universal.

 

Beberapa tokoh publik, seperti Ryan Holiday, penulis buku The Obstacle Is the Way dan Daily Stoic, serta penulis lain yang mengangkat filosofi stoik dalam konteks kehidupan modern, telah berkontribusi besar pada kebangkitan minat terhadap stoikisme. Buku-buku dan podcast yang mengintegrasikan filosofi ini dengan pengembangan diri semakin diminati oleh generasi muda.

 

Dalam dunia yang semakin kompleks dan terkadang cenderung materialistis, banyak orang merasa kebingungan atau kehilangan arah dalam hidup mereka. Stoikisme dianggap menawarkan cara untuk mencari kebahagiaan yang tidak tergantung pada faktor eksternal, tetapi lebih pada kebajikan, penilaian yang bijaksana, dan kedamaian batin. Hal ini memberi banyak orang rasa ketenangan dan tujuan yang lebih mendalam.

 

Secara keseluruhan, stoikisme menawarkan filosofi yang sangat praktis dan aplikatif, yang mudah diadopsi dalam kehidupan sehari-hari untuk menangani tantangan psikologis dan sosial zaman modern. Karena itu, banyak orang merasa dan menilai bahwa ajaran-ajaran stoikisme dapat menjadi pegangan yang berguna untuk mengatasi stres, mencapai ketenangan, dan hidup lebih bijaksana, bahkan dinilai lebih bahagia.

 

Ada beberapa pertentangan antara Islam dan filsafat stoikisme. Dalam Islam, Tuhan (Allah) adalah pencipta yang transenden, pribadi, dan sepenuhnya terpisah dari ciptaan-Nya. Sementara, stoikisme mengajarkan bahwa alam semesta adalah suatu sistem yang teratur dan dilandasi oleh Logos (prinsip rasional atau hukum alam semesta). Dalam pandangan ini, Tuhan tidak dipandang sebagai pribadi yang terpisah dan memiliki kehendak seperti dalam Islam, melainkan lebih sebagai prinsip atau hukum universal yang ada di dalam alam semesta itu sendiri.

 

Dalam Islam, kehidupan manusia diatur oleh takdir (qadar) Allah, yang mencakup semua peristiwa dalam hidup, baik yang baik maupun yang buruk. Namun, manusia tetap diberikan kebebasan untuk memilih dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Stoikisme mengajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari kehendak alam semesta yang rasional dan tidak dapat diubah. Stoikisme menekankan bahwa kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di luar diri kita, tetapi kita bisa mengendalikan cara kita meresponsnya.

 

Dalam Islam, penderitaan dianggap sebagai ujian dari Allah yang dapat meningkatkan kedekatan seorang hamba kepada-Nya jika ia sabar dan tawakal. Allah menguji umat-Nya untuk menghapus dosa-dosa mereka atau untuk meningkatkan derajat mereka di akhirat. Sementara, stoikisme mengajarkan bahwa penderitaan adalah bagian dari hidup yang tidak bisa dihindari dan bahwa kita harus menerima penderitaan dengan ketenangan dan kebijaksanaan. Stoikisme lebih berfokus pada pengendalian diri dan pengelolaan emosi dalam menghadapi kesulitan.

 

Kebahagiaan dalam Islam bukan hanya kebahagiaan duniawi, tetapi kebahagiaan yang sejati adalah kebahagiaan yang diraih melalui penghambaan kepada Allah, mengikuti ajaran-Nya, dan menyiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Sementara, stoikisme menekankan kebahagiaan sebagai keadaan batin yang dicapai dengan mengendalikan diri, menghilangkan ketergantungan pada hal-hal eksternal, dan menerima nasib.

 

Doa (dua) merupakan bagian integral dari kehidupan seorang Muslim. Dalam Islam, umat diajarkan untuk selalu memohon kepada Allah dalam segala hal, baik dalam kondisi senang maupun susah. Doa adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, meminta pertolongan-Nya, dan menyerahkan hasil usaha kepada-Nya. Sementara, stoikisme mengajarkan kemandirian diri dan pengendalian emosi. Mereka tidak mengandalkan bantuan dari luar diri, seperti doa kepada Tuhan, untuk mencari kebahagiaan atau mengatasi masalah.

 

Moralitas dalam Islam berdasarkan pada wahyu yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad (SAW), yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadis. Tujuan hidup dalam Islam adalah untuk menyembah Allah dan mengikuti petunjuk-Nya, dengan harapan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sementara, stoikisme menekankan bahwa kebajikan adalah tujuan utama dalam hidup, dan kebajikan ini dapat dicapai melalui pengendalian diri, rasionalitas, dan hidup selaras dengan alam.

 

Pandangan yang mencolok tentang etika Zeno yang disebut stoikisme adalah bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia, hidup pasrah menerima keadaannya di dunia. Sikap tersebut merupakan cerminan dari kemampuan nalar manusia, bahkan kemampuan tertinggi dari semua hal. Dalam istilah awam stoikisme kadang-kadang disebut sebagai "menderita dalam kesunyian", dan etika yang terkait dengan hal itu. Tentu saja bagi seorang muslim, fisafat stoikisme ini tidak sejalan dengan ajaran Islam, bagaimana seharusnya seorang muslim menghadapi fakta yang ada, baik terkait dirinya, mapun terkait lingkungan di luar dirinya.

 

Sebaliknya, Islam justru mengajarkan umat Islam untuk selalu dinamis mengubah suatu kenyataan yang ada dalam dirinya. Sebagaimana Allah menekankan dalam firmanNya : Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS Ar Ra'd : 11)

 

Islam justru mengajarkan seorang muslim untuk selalu bekerja, optimis, berusaha mengubah kenyataan dan bersabar atas ujian yang menimpanya. Apakah seorang muslim akan membiarkan yahudi menjajah bangsa Palestina dengan asumsi menerima kenyataan ?. Tentu saja tidak, justru ajaran Islam mengajarkan agar umat Islam menegakkan jihad di jalan Allah, perang melawan orang kafir yang menjajah kaum muslimin. Sesama muslim adalah bersaudara yang harus saling membantu dan menguatkan, bukan membiarkan atas nama penerimaan atas kenyataan, gegara mabok stoikisme.

 

Perhatikan firman Allah : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat (QS Al Hujurat : 10).

 

Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS Al Baqarah : 190). Ayat ini menegaskan bahwa saat penjajahan atas negeri-negeri muslim menjadi kenyataan, maka umat Islam justru diwajibkan untuk berjihad membela agama ini, bukan menerima kenyataan apa adanya dan tidak berbuat apapun. Stoikisme akan menjebak pada sikap skeptisisme dan fatalism.

 

Prinsip dan ajaran stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog kristen dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu Baruch Spinoza, Joseph Butler, Immanuel Kant, dan Helmut Richard Niebuhr.

 

Menurut filsuf Jerman bernama Dilthey, stoikisme adalah filsafat terkuat dan terlama yang dapat diterima ketimbang filsafat lainnya. Dari sini nampak bahwa konsep etika dalam filsafat stoic mengacu kepada humanisme, berbeda dengan Islam yang mengajarkan adab dan akhlak dengan menyandarkan kepada ajaran ilahi dan meneladani Rasulullah SAW. Filsafat soikisme berpaham humanism, dimana manusia dijadikan sebagai sumber segalanya, sementara Islam mengajarkan bahwa sumber segalanya adalah Allah SWT.

 

Perhatikan beberapa ayat berikut : Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS Al An'am : 162). Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ( QS. Al ahzab : 21). Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur (QS Al Qalam : 4)

 

Seorang muslim adalah orang yang tunduk patuh kepada ajaran Islam yang datang dari Allah. Seorang muslim semestinya menjadikan Islam sebagai sumber kebenaran dan timbangan sekaligus. Seorang muslim tidak semestinya menjadikan filsafat sebagai sumber mencari kebenaran dan kebahagiaan. Sebab Allah meralang seorang muslim mencari agama selain Islam, sebab hanya Islam yang benar dan jalan keselamatan dunia akhirat.

 

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai." (QS At Taubah ayat 33). Dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu (QS Al Maidah ayat 3). (Demikianlah) hukum Allah, yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu." (QS Al Fath 23).

 

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran : 19). Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi (QS Ali Imran : 85)

 

Banyak konsep bahagia yang didasarkan oleh ajaran Islam. Yang pertama adalah orang yang khusyuk dalam salatnya. Kedua, orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna. Ketiga, orang yang menunaikan zakat. Keempat, orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri atau budak yang dimilikinya. Rasulullah SAW juga pernah bersabda tentang kebahagiaan, ''Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti, teman-temannya adalah orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negaranya sendiri.'' (HR Ad Dailami).

 

Dalam Islam, ada tiga kunci kebahagiaan hidup yakni selalu bersyukur, bersabar dan beristighfar. Bila setiap muslim mengamalkan tiga kunci ini, maka Allah SWT akan memberikan kebahagiaan luar biasa dalam hidupnya. Dalam bukunya yang sangat masyhur yang berjudul "Qawaidul Arba (4 kaidah penting dalam memahami kesyirikan)',

Imam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan, "Semoga Allah menjadikan anda termasuk di antara orang yang apabila dia diberi dia bersyukur, apabila diuji, dia bersabar, dan apabila melakukan dosa, dia beristighfar. Karena tiga hal ini merupakan tanda kebahagiaan.

 

Tentang kesyukuran, Allah berfirman : Jika kalian bersyukur maka sungguh Aku akan tambahkan untuk kalian, dan jika kalian kufur, sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim: 7). (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram (QS Ar Ra'd : 28). 


Tentang kesabaran, Rasulullah bersabda : Sesungguhnya besarnya pahala sepadan dengan besarnya ujian. Sesungguhnya Allah, apabila mencintai seseorang maka Allah akan mengujinya. Siapa yang ridha (dengan takdir Allah) maka dia akan mendapatkan ridha (Allah). Siapa yang marah (dengan takdir Allah) maka dia akan mendapatkan murka (Allah)" (HR. Turmudzi, Ibnu Majah, dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani).

 

Tentang istighfar, Allah berfirman : (Orang yang bertaqwa) adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka" (QS. Ali Imran: 135)

Dengan semikian, kebahagiaan hakiki yakni disaat seorang muslim menyandarkan kepada sumber kebahagiaan, yakni Allah SWT, bukan menyandarkan kepada pikiran dan perasaannya sendiri, sebagaimana dilakukan oleh kaum stoicis. Andaipun kaum stoicis merasakan bahagia, tentu saja tidak hakiki, sebab pikiran dan perasaan yang tidak disandarkan kepada agama tidaklah menjadi sumber kebahagiaan. Pikiran dan perasaan akan bahagia jika menyandarkan pada prinsip-prinsip Islam.

 

Berpikir cara stoic tidak menjadikan sebagai ibadah, namun sekedar perilaku individu yang berdimensi humanisme, mencapai bahagia dan ketenangan dengan dasar pikirannya sendiri yang relatif. Stokisme bisa diumpamakan seperti tikungan gelap yang dilalui manusia untuk mencari secercah cahaya. Islam ibarat jalan lurus yang penuh cahaya. Lantas mana yang semestinya dipilih ?.

 

Karena itu sudah sepantasnya, seorang muslim tidak terjebak dalam tikungan gelap filsafat stoikisme  dengan menjadikan sebagai sandaran pola pikir dan pola sikap, meski sekilas nampak baik dan masuk akal. Seorang muslim semestinya kepada Islam sebagai sumber kebenaran dan kebahagiaan, baik di dunia dan akhirat kelak, bukan sekedar baik dan masuk akal, namun juga harus bernilai ibadah dan amal sholih.

 

Islam adalah agama sempurna dan menyempurkan kehidupan manusia. Islam adalah solusi atas berbagai persoalan manusia seluruhnya. Islam adalah kebenaran mutlak, sementara filsafat sangat relatif. Allah berfirman : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran : 19)

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 11/11/24 : 08.14 WIB)

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.