Oleh :
Ahmad Sastra
Kabinet
Israel menyetujui kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur
Gaza dengan kelompok Hamas. Kantor Perdana Menteri Isreal Benjamin Netanyahu
pada Sabtu, 18 Januari 2025, mengkonfirmasi perihal ini atau sehari sebelum
dimulainya perjanjian yang dijadwalkan. Pada Sabtu dini hari, setelah bertemu
selama lebih dari enam jam, pemerintah meratifikasi perjanjian yang dapat
membuka jalan bagi berakhirnya perang selama 15 bulan di wilayah Palestina yang
dikuasai Hamas.
Hingga hari ini,
hampir genap dua pekan sejak kesepakatan gencatan senjata Gaza disetujui
bersama oleh Israel dan kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina, Hamas pada
19 Januari lalu, serangan Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.400 warga
Palestina untuk sejenak menemukan jeda.
Kesepakatan yang
tercapai usai pembicaraan panjang itu terdiri dari tiga tahap. Dalam periode
tahap pertama kesepakatan yang akan berlangsung selama 42 hari, terdapat
sejumlah butir kesepakatan, mulai dari penarikan pasukan Israel, pertukaran
tahanan dan sandera, masuknya bantuan kemanusiaan, hingga dibukanya kembali
perlintasan Rafah.
Berikut sejumlah implementasi dari butir-butir kesepakatan tahap pertama. (antara.com). PBB melaporkan bahwa hampir setengah juta orang telah kembali ke wilayah utara Jalur Gaza sejak gencatan senjata mulai berlaku per Jumat (31/1). Mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Juru Bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric mengatakan bahwa mitra-mitra kemanusiaan menyampaikan warga Palestina yang mengungsi juga bergerak dari utara ke selatan, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil.
Sesuai tahap
pertama kesepakatan yang akan berlangsung selama 42 hari, sebanyak 33 tawanan
Israel akan dibebaskan dengan imbalan sekitar 1.700-2.000 tahanan Palestina.
Sebanyak 32 warga Palestina dibebaskan dari penjara Israel pada Sabtu sebagai
bagian dari gelombang ke-empat kesepakatan pertukaran tawanan antara Israel dan
Hamas.
Namun, Hamas
mencatat secara keseluruhan sebanyak 183 warga Palestina akan dibebaskan pada
hari tersebut. Pada hari sebelumnya, Jumat (31/1), Brigade Al-Qassam, sayap
bersenjata Hamas, telah membebaskan tiga tawanan dari Gaza dan menyerahkannya
kepada Palang Merah Internasional.
Kelompok pertama
pasien dan warga Palestina yang terluka, yang terdiri dari 50 orang anak,
meninggalkan Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah pada Sabtu untuk menjalani
perawatan medis di Mesir. Keberangkatan mereka menandai hari pertama pembukaan
perbatasan Rafah sesuai dengan perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku
pada 19 Januari.
Direktur Rumah
Sakit di Kementerian Kesehatan Gaza, Mohammed Zaqout, menyampaikan bahwa ada
lebih banyak pasien yang siap untuk berangkat ke Mesir dengan jumlah sekitar
6.000. Selain itu, ada ekitar 12.000 lainnya yang sangat membutuhkan perhatian
medis.
Sementara,
di Gaza, sehari sebelum genjatan senjata ditandatangani, pesawat tempur Israel
masih gencar melakukan serangan walau kesepakatan gencatan sudah senjata
disetujui. Tim medis di Gaza mengatakan serangan udara Israel pada Sabtu dini
hari, 18 Januari 2025, menewaskan lima orang di sebuah tenda di daerah Mawasi
di sebelah barat Khan Younis di selatan Gaza. Dengan demikian, jumlah warga
Palestina yang tewas akibat pemboman Israel menjadi 119 orang sejak kesepakatan
diumumkan pada Rabu lalu. (Tempo.co)
Laporan media
Israel mewartakan ada 24 menteri dalam pemerintahan koalisi Netanyahu yang
memberikan suara mendukung kesepakatan itu, sementara ada delapan menentangnya.
Politikus yang menentang mengatakan perjanjian gencatan senjata itu merupakan
bentuk penyerahan diri kepada Hamas.
Menteri Keamanan
Nasional Itamar Ben-Gvir mengancam akan mengundurkan diri jika kesepakatan
gencatan senjata disetujui dan mendesak menteri lain untuk memberikan suara
menentangnya. Namun, Ben-Gvir meyakinkan tidak akan menjatuhkan
pemerintah. Rekan garis kerasnya, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, juga
mengancam akan keluar dari pemerintahan jika tidak kembali berperang untuk
mengalahkan Hamas setelah fase enam minggu pertama gencatan senjata.(tempo.co)
Bahkan
meski telah disepakati genjatan senjata, tapi entitas yahudi melakukan
pelanggaran genjatan senjata, diantaranya adalah : Pertama, serangan di Gaza
dan Tepi Barat yang menyebabkan dua warga Palestina terluka akibat tembakan
militer entitas Yahudi di Gaza meskipun ada gencatan senjata.
Kedua, di
Jenin, Tepi Barat, setidaknya 10 warga Palestina terbunuh (syuhada) dan puluhan
lainnya luka-luka dalam serangan militer Israel. Ketiga, pemukim entitas yahudi
juga melakukan serangan dan agresi di Tepi Barat yang diduduki, dengan puluhan
warga Palestina ditangkap.
Ketiga,
dokter dan perawat ditembak dalam serangan entitas Yahudi di Jenin, Gaza.
Keempat, Serangan di Yerusalem Timur yang menyebabkan tiga warga Palestina
ditembak oleh polisi perbatasan entitas Yahudi
di kamp pengungsi Shu'fat di Yerusalem Timur yang diduduki. Salah satu
korban adalah anak laki-laki berusia 12 tahun yang ditembak di dada.
Bahkan
kabar terakhir, tentara Israel dajjal secara bersamaan meledakkan beberapa
bangunan di kamp pengungsi Jenin pada 2 Februari 2025, meratakan sekitar 20 di
satu lingkungan perumahan dan menyebabkan awan asap tebal. Dalam pertemuan Donald
Trump dan Netanyahu, gaza akan diurus oleh Amerika dan masyarakat disuruh
meninggalkan tanah gaza untuk menempati tempat lain yang telah ditentukan.
Tak sampai
disini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim pada Kamis, 6
Februari 2025, bahwa Israel akan menyerahkan Gaza kepada Amerika Serikat
setelah perang berakhir. Penduduk di Gaza akan dipindahkan ke tempat lain,
sehingga menurut Trump tak ada pasukan AS yang diperlukan lagi di lapangan. Sehari
sebelumnya, Trump mengatakan akan mengambil alih Jalur Gaza. Ia akan menyulap
daerah kantong tersebut menjadi "Riviera Timur Tengah." Israel
memerintahkan tentaranya untuk bersiap mengevakuasi warga Palestina dari Gaza.
Pernyataan Trump ini (tempo.co)
(Ahmad Sastra,
Kota Hujan, 09/02/25 : 13.04 WIB