KURIKULUM CINTA DALAM BALUTAN PLURALISME DAN SINKRETISME AGAMA ?



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Menteri Agama (Menag RI) Nasaruddin Umar menekankan bahwa Kurikulum Cinta bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar sesama umat beragama. Menurutnya, jangan sampai guru agama menitikberatkan pengajaran pada perbedaan agama.

"Upaya untuk meningkatkan kegunaan (Kurikulum Cinta) ini adalah meningkatkan kualitas hubungan antar sesama umat beragama. Jadi tidak boleh lagi ada guru agama Islam, Kristen, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu mengajarkan penekanannya pada perbedaan antar satu agama dengan agama yang lain," ujarnya dalam acara konferensi pers Asta Protas Kemenag RI yang digelar di Auditorium HM Rasjidi Kemenag RI, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).


Pria yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal itu juga menekankan jangan sampai ada guru agama yang mengajarkan kebencian hingga menjelekkan agama lain. Sebab, ini bukan merupakan sesuatu yang baik untuk diajarkan kepada anak-anak.

Menag Nasaruddin menjelaskan bahwa pengajaran yang fokus terhadap pada perbedaan agama lain dapat berdampak buruk bagi seorang anak ketika dewasa kelak. Ia menilai, toleransi tak hanya sekadar tak mengganggu agama lain, tetapi juga adanya ikatan cinta di dalam kehidupan beragama.

 

Jika dicermati, apa yang disampaikan menteri agama adalah materi lama, yakni tentang pluralisme agama, hanya saja lebih diperdalam lagi dalam aspek esoteris agama dan dikemas dengan diksi yang baru. Sudah dipahami, bahwa kurikulum berbasis pluralisme beragama adalah pendekatan pendidikan yang mengedepankan pengajaran tentang keberagaman agama dan keyakinan di masyarakat. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan sikap saling menghormati, memahami, dan menghargai perbedaan agama yang ada, serta menciptakan atmosfer yang inklusif dan damai dalam masyarakat yang plural.

 

Kurikulum ini menekankan pentingnya pemahaman tentang agama-agama yang ada di dunia. Siswa diberikan pengetahuan tentang ajaran-ajaran inti dari berbagai agama besar, seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan agama-agama tradisional lainnya. Hal ini bertujuan agar mereka tidak hanya memahami keyakinan mereka sendiri, tetapi juga bisa menghormati dan memahami keyakinan orang lain.

 

Salah satu aspek penting dari kurikulum ini adalah pembentukan nilai-nilai toleransi. Pendidikan agama tidak hanya berkaitan dengan teori atau dogma, tetapi juga mengenai penerapan sikap toleransi, saling menghargai, dan berempati terhadap perbedaan. Ini termasuk pengajaran tentang bagaimana cara hidup berdampingan dalam masyarakat yang multikultural dan beragam.

 

Kurikulum berbasis pluralisme beragama mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah hal yang memecah belah, melainkan suatu kekayaan yang memperkaya pengalaman hidup bersama. Siswa diajak untuk melihat perbedaan sebagai sebuah kesempatan untuk belajar dan tumbuh dalam pemahaman dan penghargaan terhadap orang lain.

 

Sebagai bagian dari kurikulum ini, diadakan diskusi dan dialog antar agama untuk membuka ruang bagi siswa untuk berbicara secara terbuka mengenai pemahaman mereka tentang agama lain. Ini dapat membangun keterampilan komunikasi yang efektif dan menumbuhkan rasa hormat terhadap sudut pandang yang berbeda.

 

Sebuah kurikulum berbasis pluralisme beragama tidak hanya berfokus pada pengetahuan agama, tetapi juga pada pembentukan karakter siswa yang mengutamakan martabat manusia, keadilan, dan hak asasi manusia. Siswa diajarkan untuk hidup secara etis dan bertanggung jawab, serta memahami pentingnya menjaga keharmonisan sosial dalam kerangka keberagaman.

 

Selain mengajarkan ajaran agama, kurikulum berbasis pluralisme beragama juga memberikan konteks sosial dan sejarah di balik dinamika antar agama di masyarakat. Ini bertujuan agar siswa memahami perkembangan sejarah keberagaman agama dan bagaimana pengaruhnya terhadap pembentukan identitas sosial.

 

Pendidikan pluralisme beragama bukan hanya disampaikan dalam bentuk teori di ruang kelas, tetapi juga diintegrasikan dalam kegiatan sehari-hari siswa, baik di sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat. Ini termasuk kegiatan ekstrakurikuler, proyek sosial, atau perayaan hari besar agama yang dapat dilakukan bersama untuk memperkuat nilai kebersamaan.

 

Salah satu aspek penting lainnya adalah mengajarkan siswa untuk mengenali dan menanggulangi stereotip negatif serta diskriminasi berbasis agama. Mereka diberikan keterampilan untuk berpikir kritis terhadap informasi yang mungkin memicu kebencian atau prasangka, serta diberikan pemahaman mengenai dampak negatif dari intoleransi.

 

Secara umum tujuan Kurikulum Berbasis Pluralisme Beragama. Pertama, membangun keharmonisan sosial dengan menumbuhkan rasa saling menghargai dan memahami antar umat beragama, kurikulum ini berperan dalam menciptakan masyarakat yang lebih damai dan toleran. Kedua, mengurangi konflik agama dengan meningkatkan pemahaman dan komunikasi antar umat beragama. Ketiga, mendorong kehidupan berdampingan yang sejahtera melalui pendekatan yang menghargai perbedaan, kurikulum ini bertujuan menciptakan kehidupan bersama yang harmonis dan penuh dengan rasa saling menghormati.

 

Sementara pengertian kurikulum berbasis cinta antar umat beragama yang merupakan turunan dari paradigma pluralisme adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pentingnya rasa cinta, kasih sayang, dan pengertian antar individu dari berbagai latar belakang agama. Tujuan utama dari kurikulum ini adalah untuk membangun sikap saling menghormati dan menciptakan hubungan yang harmonis antar umat beragama dengan mengedepankan nilai-nilai cinta dan kasih dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kurikulum ini mengajarkan siswa untuk memahami dan merasakan pentingnya kasih sayang antar sesama umat manusia, tanpa memandang agama, ras, atau latar belakang apapun. Ini mencakup ajaran tentang nilai-nilai cinta yang ada dalam setiap agama dan bagaimana cinta itu diterjemahkan dalam tindakan keseharian.

 

Salah satu inti dari kurikulum berbasis cinta antar umat beragama adalah mengembangkan empati, yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain. Siswa diajarkan untuk menghargai perasaan dan pandangan orang lain, sehingga dapat menciptakan hubungan yang lebih harmonis meskipun ada perbedaan keyakinan.

 

Kurikulum ini mengajarkan bahwa hampir semua agama mengajarkan kasih sayang dan penghargaan terhadap sesama. Misalnya, ajaran "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" dalam agama Kristen, "Cintailah umat manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri" dalam ajaran Islam, serta konsep kasih dalam agama-agama lain. Hal ini membantu siswa melihat kesamaan dalam nilai-nilai luhur antar agama.

 

Sebagai bagian dari kurikulum ini, siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam dialog antar agama. Dalam diskusi ini, mereka dapat berbagi pandangan tentang bagaimana setiap agama mengajarkan kasih sayang dan bagaimana prinsip ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dialog ini bertujuan untuk mengurangi prasangka dan membangun pemahaman yang lebih dalam antar umat beragama.

 

Cinta antar umat beragama tidak hanya terbatas pada pengajaran tentang kasih sayang, tetapi juga mengajarkan toleransi. Siswa diajarkan untuk menerima perbedaan dan berusaha hidup berdampingan dalam damai. Pendidikan ini mengajak mereka untuk memahami bahwa meskipun ada perbedaan agama, semua orang memiliki hak untuk hidup dengan damai dan saling menghormati.

 

Kurikulum ini menekankan bahwa cinta antar umat beragama juga berarti bekerjasama dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Siswa didorong untuk berkolaborasi dalam berbagai kegiatan sosial, membantu sesama, dan menciptakan perdamaian, tanpa memandang agama yang dianut oleh orang tersebut.

 

Dengan mengajarkan konsep cinta antar umat beragama, kurikulum ini berperan penting dalam mengurangi potensi konflik yang dapat timbul akibat ketidakpahaman atau intoleransi. Pendidikan berbasis cinta akan memperkuat kesadaran bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk berselisih, tetapi adalah kesempatan untuk saling belajar dan saling mendukung.

 

Dalam kurikulum ini, penekanan diberikan pada pembentukan karakter yang baik, di mana siswa didorong untuk menumbuhkan rasa kasih dan peduli kepada sesama. Mereka diajarkan untuk tidak hanya mengenal teori tentang agama dan moralitas, tetapi juga menerapkannya dalam tindakan nyata, baik dalam hubungan dengan teman sebaya maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Secara umum tujuan kurikulum berbasis cinta antar umat beragama adalah pertama, membangun kehidupan bersama yang harmonis: dengan menekankan nilai-nilai cinta, tujuan utama dari kurikulum ini adalah menciptakan masyarakat yang harmonis, meski terdapat berbagai perbedaan agama dan budaya. Kedua, mengurangi intoleransi dan diskriminasi yang akan membantu mengatasi ketegangan sosial dan mempromosikan saling pengertian.

 

Ketiga, meningkatkan kehidupan sosial yang positif yang bisa membantu siswa untuk melihat nilai-nilai positif dalam perbedaan agama, serta menciptakan kehidupan sosial yang penuh kasih sayang, saling mendukung, dan tanpa kekerasan. Keempat, pendidikan untuk perdamaian dengan  mempersiapkan generasi muda sebagai agen perdamaian yang aktif, yang akan bekerja untuk menyelesaikan konflik agama dan mempromosikan kedamaian di masyarakat.

 

Keliman, menumbuhkan rasa kemanusiaan universal dengan mengajarkan bahwa kasih sayang dan cinta adalah nilai universal yang bisa ditemukan dalam semua agama dan budaya. Hal ini dapat memperkuat rasa persaudaraan kemanusiaan di seluruh dunia.

 

Implementasi kurikulum berbasis cinta dalam paradigma pluralisme bisa berupa : (1) kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan kerjasama antara kelompok agama yang berbeda, seperti proyek sosial, kegiatan lingkungan, atau dialog antar agama. (2) pelajaran agama yang inklusif yakni pelajaran agama yang tidak hanya berbicara tentang satu agama, tetapi juga mengenalkan ajaran dan nilai dari berbagai agama, untuk menumbuhkan pengertian dan rasa hormat terhadap keberagaman. (3) Kegiatan bersama dalam perayaan agama yakni dengan menyelenggarakan acara perayaan hari besar agama secara bersama-sama, untuk menunjukkan bahwa meskipun kita berbeda, kita bisa saling berbagi kebahagiaan dan rasa syukur.

 

Bagaimana dengan Islam ? Bagaimana paradigma toleransi dalam Islam ? apakah Islam mengenal pluralisme atau pluralitas ?. Kurikulum toleransi berbasis aqidah Islam adalah pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan dalam kerangka aqidah Islam.

 

Kurikulum ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Islam mengenai toleransi dan cara-cara Islam mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan dengan damai di tengah keberagaman (pluralitas). Islam adalah agama cinta dan perdamaian.

 

Kurikulum ini mengajarkan bahwa Islam sebagai dinul haq dan merupakan agama yang penuh dengan ajaran toleransi dan menghormati perbedaan. Berdasarkan aqidah Islam, Allah menciptakan manusia dalam berbagai suku, bangsa, dan agama untuk saling mengenal dan hidup bersama dengan penuh damai. Umat Islam tak perlu belajar toleransi dari agama lain, sebab konsepnya telah datang dari Allah SWT.

 

Al-Qur'an menegaskan :  “Wahai umat manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal...” (QS. Al-Hujurat: 13).  

 

Islam mengajarkan bahwa setiap agama keyakinan masing-masing, dan umat Islam diajarkan untuk membiarkan keberadaan agama lain, tidak mengganggu dan juga tidak menghinanya.  Ini tercermin dalam ayat “Untukmu agamamu, untukku agamaku” (QS. Al-Kafirun: 6), yang mengandung makna bahwa meskipun ada perbedaan agama, umat Islam tetap harus membiarkan hak orang lain untuk memeluk agama dan keyakinan mereka.

 

Islam tentu saja mengajarkan cinta sesama. Dalam ayat pertama dari Surah Al-Fatiha, Allah menggambarkan dua sifat-Nya yang sangat penting, yaitu Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang). Sifat ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk-Nya.

 

Surah At-Tawbah (9:128) – "Sungguh, telah datang kepada kalian seorang rasul dari golongan kalian sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kalian alami, sangat menginginkan kebaikan bagi kalian, dan sangat penyayang lagi sangat mengasihi orang-orang yang beriman." Dalam ayat ini, Allah menggambarkan betapa rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, sangat peduli dan mengasihi umatnya. Kasih sayang Nabi Muhammad sebagai utusan Allah mencerminkan kasih sayang Allah kepada umat-Nya.

 

Surah Al-Imran (3:31) – "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' Allah menjanjikan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dengan ikhlas. Allah akan mencintai mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka.

 

Dalam Al-Qur'an, ada ayat yang menunjukkan pentingnya sifat lembut dalam sikap dan perilaku seorang pemimpin, termasuk Nabi Muhammad SAW. Ayat yang dimaksud adalah dari Surah Ali Imran (3:159), yang berbicara tentang sikap Nabi Muhammad SAW yang penuh kelembutan yang mengundang kasih sayang umatnya.

 

"Maka berkat rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati keras, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal." (QS. Ali Imran: 159)

 

Dalam Al-Qur'an, terdapat ayat yang melarang umat Islam untuk menghina atau mencemooh sesembahan agama lain. "Dan janganlah kamu mencela orang-orang yang mereka sembah selain Allah, karena nanti mereka akan mencela Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan tiap umat menganggap baik amalannya. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Al-An'am: 108)

 

Salah satu inti dari kurikulum ini adalah menanamkan nilai kedamaian, sebab kata Islam itu sendiri artinya selamat atau damai. Islam mengajarkan umatnya untuk menebarkan salam perdamaian dan keharmonisan. Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk menyebarkan salam dan menyapa dengan kata-kata yang penuh kedamaian, seperti dalam hadis: “Sebarkanlah salam di antara kalian, maka kalian akan merasakan kedamaian” (HR. Muslim).

 

Dalam kurikulum ini, Nabi Muhammad SAW dijadikan contoh utama dalam mempraktikkan toleransi antar umat beragama. Sebagai pemimpin yang mengajarkan toleransi, beliau membangun hubungan yang baik dengan masyarakat Yahudi, Nasrani, dan orang-orang non-Muslim lainnya saat menjadi kepala Negara Islam Madinah, bahkan saat menghadapi perbedaan yang cukup tajam. Kisah-kisah dalam Sirah Nabawiyah ini dapat menjadi model bagi siswa dalam berinteraksi dengan orang lain yang berbeda agama dan latar belakang.

 

Aqidah Islam mengajarkan pentingnya berbuat baik kepada sesama umat manusia. Kurikulum ini akan fokus pada pembelajaran mengenai akhlak mulia, seperti sabar, jujur, dan menghormati orang lain. Menanamkan akhlak yang baik kepada siswa akan membantu mereka mempraktikkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak bisa menghormati tetangganya.” (HR. Bukhari)

 

Dalam kurikulum berbasis aqidah Islam, terdapat penekanan tentang pentingnya tidak ada paksaan dalam beragama, meskipun ada larangan keras untuk umat Islam menjadi murtad. Konsep dakwah dalam Islam adalah menyampaikan kebenaran Islam, bukan memaksan orang untuk menjadi muslim. Hal ini sejalan dengan firman Allah : “Tidak ada paksaan dalam agama” (QS. Al-Baqarah: 256).

 

Islam mengajarkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab sosial (dimensi sosiologis) untuk menjaga keharmonisan dan keadilan di masyarakat. Kurikulum ini akan memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya berperan aktif dalam menjaga kedamaian sosial, bekerja sama untuk mengatasi perbedaan, serta mendukung kebijakan yang adil bagi semua pihak, terlepas dari agama atau latar belakang mereka, tanpa mengorbankan dimensi teologis.

 

Kurikulum ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di mana setiap individu, meskipun berbeda agama, bisa hidup berdampingan dengan penuh toleransi. Dengan memahami ajaran Islam yang mengedepankan toleransi dan perdamaian, siswa diharapkan dapat mengurangi potensi konflik dan diskriminasi antar umat beragama. Pendidikan berbasis aqidah Islam ini bertujuan untuk membentuk siswa menjadi pribadi yang beradab, penuh kasih sayang, dan mampu berinteraksi dengan baik dalam masyarakat yang beragam.

 

Sementara,  pluralisme agama, terutama dalam konteks yang menganggap semua agama sebagai jalan yang sah untuk mencapai Tuhan atau keselamatan. Dalam pandangan ini, pluralisme dapat menimbulkan relativisme kebenaran yang mengaburkan ajaran agama yang satu dan hanya merujuk pada ajaran-ajaran Tuhan yang dianggap absolut. Padahal seorang muslim wajib meyakini bahwa hanya Islam yang benar, meski dilarang juga untuk menghina agama dan sesembahan lain.

 

Konsep pluralisme yang menganggap semua agama sama atau setara dalam mengarahkan umatnya kepada Tuhan bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam. Dalam Islam, hanya satu agama yang dianggap benar dan membawa keselamatan, yaitu Islam itu sendiri. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam" (QS. Ali Imran: 19). Pandangan ini mengarah pada penolakan terhadap konsep pluralisme agama yang memperlakukan semua agama secara setara.

 

Sedangkan, paradigma sinkretisme agama, yaitu usaha untuk menggabungkan unsur-unsur dari berbagai agama, juga tidak sejalan dengan prinsip Aqidah Islam. Prinsip-prinsip yang bertentangan antara satu agama dengan agama lain tidak mungkin dicampuradukkan. Sinkretisme sebagai bentuk penyesatan terhadap ajaran yang sudah jelas dan murni dalam agama Islam.

 

Dalam konteks Islam, sinkretisme bisa mengarah pada distorsi terhadap akidah dan syariah. Misalnya, mencoba menggabungkan unsur-unsur ajaran Islam dengan ajaran agama lain, seperti dalam praktik keagamaan yang mencampurkan ritual atau doktrin-doktrin yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Hal ini berbahaya karena dapat menyebabkan penyimpangan dalam memahami ajaran Islam yang murni dan autentik.

 

Kritik utama terhadap pluralisme dan sinkretisme adalah bahwa keduanya dapat melemahkan identitas agama seorang muslim. Dalam pandangan ini, memperkenalkan ide-ide pluralisme dan sinkretisme dalam masyarakat muslim dapat menyebabkan kebingungannya umat Islam dalam memahami batasan-batasan ajaran agama mereka. Ini bisa mengarah pada keraguan dalam keyakinan dan praktik keagamaan.

 

Penting dipahami bahwa setiap agama, terutama Islam, harus mempertahankan kemurnian ajaran dan identitasnya. Toleransi, dalam pandangannya, tidak berarti bahwa kita harus menerima atau menggabungkan ajaran agama lain ke dalam sistem keyakinan kita. Sebaliknya, toleransi dalam Islam berarti membiarkan hak orang lain untuk beragama, namun tetap mempertahankan keyakinan dan ajaran agama kita sendiri.

 

Pluralisme dan sinkretisme dapat merusak akidah umat Islam, yang berakar pada keyakinan terhadap Tauhid (Ke-Esa-an Tuhan). Islam mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, dan satu-satunya cara yang benar untuk mencapai keselamatan adalah melalui ajaran Islam yang ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Pandangan pluralisme yang menganggap semua agama adalah jalan yang sah menuju Tuhan bisa mengarah pada pandangan yang tidak konsisten dengan keyakinan Islam tentang kebenaran mutlak.

 

Sinkretisme, yang mencoba untuk mengambil elemen-elemen dari agama lain dan menggabungkannya dalam praktek Islam, dapat merusak kesucian ajaran Islam dan mengaburkan pemahaman tentang keesaan Tuhan serta makna ibadah yang benar. Praktik semacam ini berpotensi menimbulkan kebingungan dalam praktik ibadah dan kepercayaan.

 

Toleransi harus dipahami dalam konteks yang benar, yaitu membiarkan orang lain dalam perbedaan agama, tidak menghinanya, tidak ikut campur perayaan, namun tetap dalam koridor menjaga kemurnian ajaran agama sendiri. Toleransi dalam Islam bukan berarti mengaburkan kebenaran agama, tetapi mengajarkan umat Islam untuk hidup berdampingan dengan masyarakat yang plural tanpa mengorbankan prinsip dasar agama.

 

Akhirnya mari kita renungkan firman Allah berikut : “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.’ Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, ‘Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah.’ (Ibrahim berkata), ‘Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali’” (Al-Mumtahanah: 4).


(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 08 Ramadhan 1446 H – 08 Maret 2025 M : 11.13 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.