Oleh : Ahmad Sastra
Secara empirik, penerapan sistem kapitalisme, terutama
dalam bentuk kapitalisme oligarkis dan neoliberal, terbukti telah memperburuk
kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan di Indonesia. Dampak-dampak tersebut
mencakup meningkatnya ketimpangan sosial, eksploitasi sumber daya alam, korupsi
merajalela, hingga deformasi moral generasi muda.
Hanya anehnya di negeri ini, meski sudah jelas daya
rusaknya, sistem kapitalisme sekuler ini masih juga dibela secara membabi buta
oleh banyak kalangan. Bahkan ketika ada kritik konstruktif atas narasi Indonesia
gelap dengan menjadikan Islam sebagai solusi ideologis agar Indonesia bisa
keluar dari kegelapan, banyak diantara mereka pura-pura budeg dan buta.
Seolah hati mereka telah membatu, tak lagi mempan
dengan nasihat, padahal isi nasihatnya berupa ajaran-ajaran benar yang datang
dari Allah Yang Maha Benar. Apakah orang-orang yang tutup mata dari realita dan
kritik indonesia gelap dan menolak solusi terbaik yang ditawarkan, yakni solusi
Islam itu masih punya hati nurani ?.
Sistem kapitalisme, yang menekankan pasar bebas dan
akumulasi modal, awalnya dipandang sebagai motor kemajuan ekonomi. Namun, di
Indonesia, bentuk kapitalisme yang diterapkan sering kali bersekutu dengan
oligarki politik dan kekuatan asing, menciptakan jurang ketimpangan yang makin
lebar. Tulisan ini mengeksplorasi bagaimana kelamnya realitas kapitalisme di
Indonesia, dengan manfaat yang hanya dinikmati oleh segelintir elite, dan
mengusulkan arah alternatif yang lebih adil.
Kapitalisme global yang tumbuh pesat di Indonesia
menghasilkan keuntungan besar bagi korporasi multinasional, tetapi hanya
sebagian kecil manfaatnya dirasakan rakyat kecil. Kesenjangan antara kota dan
desa semakin melebar; masyarakat pedesaan tertinggal dalam pendidikan dan ekonomi
dibanding wilayah perkotaan.
Kapitalisme telah mendorong eksploitasi besar-besaran
atas hutan, tambang, dan lahan, terutama untuk kelapa sawit, tanpa
memperhatikan dampak jangka panjang. Praktik ini menyebabkan deforestasi,
konflik agraria, degradasi lingkungan, hingga risiko kesehatan public. Artikel akademik oleh Rizal Akbar Aldyan juga
menunjukkan bahwa kapitalisme yang terhubung dengan globalisasi memperparah
kerusakan hutan di Indonesia.
Dalam praktik kapitalisme oligarkis, kekuasaan dan
ekonomi saling terkait. Kekayaan yang terpusat memungkinkan munculnya korupsi
sistemik dan nepotisme, seperti yang terjadi selama era Orde Baru hingga kini
Kapitalisme mendorong privatisasi sektor pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur. Akibatnya, kelompok berpenghasilan rendah
kesulitan mengakses layanan publik berkualitas, sementara elite yang
berkecukupan dapat menikmati fasilitas premium.
Kapitalisme yang ekstrim juga membuka ruang bagi
eksploitasi anak-anak, sebagai pekerja atau korban sistem, terutama ketika
perlindungan negara lemah. Hal ini memperburuk perspektif moral dan
kesejahteraan generasi penerus.
Kapitalisme menumbuhkan elite terang dan rakyat gelap
karena pengembangan ekonomi yang tidak inklusif membuat kehidupan rakyat banyak
semakin suram, terutama mereka di garis kemiskinan, sementara segelintir elite
menikmati akses dan kekayaan tak berbatas.
Pusat-penguasa privatisasi, lingkaran kesenjangan
sosial, sebab Ketika layanan pendidikan dan kesehatan berbayar tinggi, akses
menjadi privilese bukan hak. Hal ini melanggengkan ketidakadilan sosial.
Lingkungan hidup
terkorbankan demi keuntungan jangka pendek, sebab kapitalisme mendorong
eksploitasi lahan yang tak seimbang, mengancam ekosistem, masyarakat adat, dan
membebani kualitas hidup masa depan.
Korupsi sebagai
efek struktural, sebab sistem kapitalisme yang menjaga kepentingan elite
memungkinkan korupsi merajalela karena mekanisme kontrol lemah. Generasi muda
sebagai korban sistem, sebab kapitalisme bina eksploitasi anak melalui kondisi
kemiskinan dan kegagalan sistemik dalam perlindungan sosial.
Kapitalisme,
sistem ekonomi yang berlandaskan kepemilikan pribadi atas alat produksi dan
mekanisme pasar bebas, telah menjadi kekuatan dominan dalam globalisasi modern.
Di Indonesia, penerapan prinsip-prinsip kapitalistik semakin kuat sejak masa Orde
Baru dan diperkuat pasca reformasi melalui liberalisasi ekonomi dan deregulasi
pasar. Meskipun memberikan keuntungan tertentu, seperti investasi asing dan
pertumbuhan PDB, kapitalisme juga menghadirkan konsekuensi destruktif bagi
kehidupan masyarakat luas.
Salah satu daya
rusak kapitalisme yang paling nyata adalah menciptakan ketimpangan sosial yang
ekstrem. Laporan Oxfam (2020) menunjukkan bahwa 1% penduduk Indonesia menguasai
lebih dari separuh kekayaan nasional. Kapitalisme mendorong akumulasi modal pada
segelintir elite ekonomi, sementara mayoritas masyarakat tetap terjebak dalam
kemiskinan struktural. Fenomena ini diperparah dengan sistem pendidikan dan
kesehatan yang semakin dikomersialisasi, menjauhkan akses dari kelompok miskin.
“Ketimpangan
ekonomi di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan Asia
Tenggara.” – (Oxfam, 2020)
Kapitalisme
mendorong eksploitasi sumber daya alam demi keuntungan jangka pendek tanpa
memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Industri ekstraktif seperti
pertambangan dan perkebunan sawit besar telah menyebabkan deforestasi massal,
pencemaran air, dan konflik agraria.
Menurut WALHI
(2021), lebih dari 24 juta hektar hutan Indonesia telah hilang selama dua
dekade terakhir karena ekspansi industri berbasis kapitalistik. Kerusakan ini
tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga menghancurkan ruang
hidup masyarakat adat dan petani lokal.
Kapitalisme global
tidak hanya menyentuh aspek ekonomi, tetapi juga menyusup ke dalam budaya.
Budaya lokal dikomodifikasi menjadi produk konsumsi massal, sering kali
kehilangan makna aslinya. Generasi muda Indonesia semakin teralienasi dari
nilai-nilai tradisional dan terdorong menjadi konsumen dari budaya global yang
homogen.
McChesney (2013)
menekankan bahwa kapitalisme global mereduksi budaya menjadi alat konsumsi,
bukan ekspresi identitas. Akibatnya, masyarakat mengalami krisis identitas dan
penurunan kohesi sosial.
Jika tren
kapitalisme terus dibiarkan tanpa regulasi kuat dan arah pembangunan
alternatif, Indonesia akan menghadapi masa depan yang rapuh. Ketimpangan yang
semakin lebar, krisis ekologis yang semakin dalam, serta kehancuran nilai-nilai
lokal dapat mengarah pada instabilitas sosial dan kehilangan jati diri bangsa.
Kapitalisme telah
menjadi kekuatan besar yang memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan di
Indonesia. Namun, daya rusaknya tidak bisa diabaikan. Ketimpangan sosial,
eksploitasi lingkungan, dan degradasi budaya adalah bukti nyata bahwa
kapitalisme tanpa kendali akan merusak masa depan Indonesia.
Daftar
Pustaka
- McChesney, R. W. (2013). Digital Disconnect: How Capitalism is
Turning the Internet Against Democracy. The New Press.
- Oxfam. (2020). Time to Care: Unpaid and Underpaid Care Work and
the Global Inequality Crisis. Oxfam International.
- WALHI. (2021). Laporan Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta:
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
- Harvey, D. (2005). A Brief History of Neoliberalism. Oxford
University Press.
- Korten, D. C. (2001). When Corporations Rule the World.
Kumarian Press.
(Ahmad Sastra,
Kota Hujan, 1097/15/08/25 : 19.15 WIB)