RAKYAT DIPIMPIN OLEH PARA PENGKHIANAT DAN KORUPTOR



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Indonesia mencetak 37 poin dari 100 pada Indeks Persepsi Korupsi 2024 yang dilaporkan oleh Transparency International. Indeks Korupsi di Indonesia rata-rata mencapai 28,37 Poin dari tahun 1995 hingga 2024, mencapai titik tertinggi sepanjang masa sebesar 40,00 Poin pada tahun 2019 dan titik terendah sebesar 17,00 Poin pada tahun 1999.

 

Berdasarkan laporan Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index/CPI) Indonesia pada 2024 mengalami peningkatan, dengan skor naik menjadi 37/100 dari tahun sebelumnya yang berada di angka 34/100. Peningkatan ini juga mengangkat peringkat Indonesia ke posisi 99 dari 180 negara, lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang berada di peringkat 115.

 

Klasemen Liga Korupsi Indonesia per Juni 2025 : (1) Korupsi Pertamina (kerugian negara diperkirakan Rp 968,5 triliun). (2) Kasus korupsi PT Timah (Rp 300 triliun). (3) Kasus BLBI (Rp 138 triliun). (4) Penyerobotan lahan PT Duta Palma Group (Rp 78 triliun). (5) Kasus PT TPPI (Rp 37,8 triliun). (6) Korupsi PT Asabri (Rp 22,7 triliun) (kompas.com)

 

Ada sekitar 1.385 pejabat dan pemimpin pemerintah dan swasta yang dipenjara karena terjerat kasus korupsi, data tersebut berdasarkan catatannya sejak 2004 hingga 2022. (Kompas.com)

Korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin negara merupakan salah satu bentuk pengkhianatan terbesar terhadap amanah rakyat. Dalam konteks Indonesia dan banyak negara lainnya, korupsi di kalangan elit pemerintahan berdampak luas terhadap kemiskinan, ketidakadilan, dan rusaknya sistem pemerintahan.

 

Tulisan ini membahas fenomena pemimpin korup, akar penyebabnya, serta menawarkan solusi Islam berdasarkan Al-Qur'an, Hadis, dan pengalaman sejarah Khilafah Islam. Islam memandang kepemimpinan sebagai amanah, bukan alat untuk memperkaya diri. Maka dari itu, Islam menawarkan sistem preventif dan kuratif yang menyeluruh untuk memberantas korupsi dari akarnya.

 

Korupsi merupakan salah satu masalah akut yang terus menggerogoti sistem pemerintahan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Ironisnya, banyak pelaku korupsi justru berasal dari kalangan pejabat tinggi atau pemimpin yang seharusnya menjadi teladan moral dan pelindung kepentingan rakyat. Transparency International mencatat bahwa Indonesia masih berada pada peringkat rendah dalam Indeks Persepsi Korupsi global (Transparency International, 2024).

 

Pemimpin dalam perspektif Islam adalah sosok yang mengemban amanah besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka dari itu, jika seorang pemimpin menjadi koruptor, maka ia tidak hanya menzalimi rakyatnya, tetapi juga melanggar amanah Ilahi.

 

Fenomena pemimpin korup tidak hanya terjadi karena lemahnya pengawasan, tetapi juga karena sistem politik yang memberi ruang besar bagi kepentingan pribadi dan golongan. Di Indonesia, praktik money politics, nepotisme, dan birokrasi yang tidak efisien memperbesar peluang korupsi.

 

Pemimpin korup umumnya menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri dan kelompoknya, mengorbankan kepentingan umum. Akibatnya, rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, pelayanan publik terganggu, dan ketimpangan sosial semakin parah (Robison & Hadiz, 2004).

 

Islam memandang jabatan sebagai amanah, bukan privilege. Al-Qur’an menegaskan:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...” (QS. An-Nisa: 58). Rasulullah SAW juga memperingatkan bahwa orang yang meminta-minta jabatan cenderung tidak akan mampu menjalankannya dengan adil (HR. Bukhari).

 

Korupsi dalam Islam masuk kategori ghulul (penggelapan harta), yang termasuk dosa besar. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menggelapkan harta rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang digelapkannya...” (HR. Bukhari)

 

Islam menanamkan nilai taqwa dan akhlak sebagai benteng pertama dari perilaku koruptif. Seorang pemimpin yang bertakwa menyadari bahwa setiap perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

 

Dalam sejarah Khilafah Islam, korupsi bisa ditekan karena adanya tiga unsur utama: (1) Pemimpin bertakwa dan bersih. Seperti Umar bin Khattab yang hidup sangat sederhana meski berkuasa luas. (2) Sistem pengawasan efektif: Di masa Umar, lembaga hisbah dan pengawasan kekayaan pejabat sangat ketat. (3) Hukuman tegas: Dalam Islam, hukuman terhadap pencuri atau koruptor dilakukan secara adil dan menimbulkan efek jera (QS. Al-Ma’idah: 38).

 

Islam mendorong transparansi. Umar bin Khattab, misalnya, pernah mengoreksi pejabat yang hidup mewah dan memerintahkan agar kekayaannya diaudit.

 

Korupsi oleh pemimpin adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Islam menawarkan solusi holistik melalui sistem nilai, akhlak, dan sistem pemerintahan yang mampu meminimalisir peluang korupsi dan menegakkan keadilan. Oleh karena itu, mengadopsi prinsip-prinsip Islam dalam tata kelola negara adalah langkah strategis dan visioner untuk mengatasi krisis kepemimpinan dan korupsi.

 

Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim
  • Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
  • Robison, R., & Hadiz, V. R. (2004). Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. Routledge.
  • Transparency International. (2024). Corruption Perceptions Index. Retrieved from https://www.transparency.org
  • Al-Mawardi. (2000). Al-Ahkam al-Sultaniyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
  • kompas.com 

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1096/14/08/25 : 05.10 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.