KORUPTOR KUOTA HAJI SEBAGAI PENGKHIANAT UMAT DAN AGAMA



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Setiap tahun, jutaan umat Islam dari berbagai belahan dunia memimpikan bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, antrian untuk haji bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun. Maka, kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi menjadi sesuatu yang sangat berharga dan sakral bagi umat Islam Indonesia.

 

Namun, di balik harapan suci itu, praktik korupsi terhadap kuota haji justru mencederai nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Para pelaku korupsi kuota haji bukan sekadar merugikan negara secara materi, tetapi juga mengkhianati umat dan agama secara moral dan spiritual.

 

Korupsi kuota haji bukan fenomena baru. Modus yang sering terjadi meliputi penyalahgunaan wewenang dalam pengalokasian kuota, manipulasi data jemaah, pemberian kuota khusus kepada pihak-pihak yang tidak berhak, hingga praktik jual beli kuota dengan harga tinggi. Beberapa pejabat bahkan terlibat dalam permainan kuota haji dengan imbalan politik atau materi.

 

Dampaknya sangat luas. Ribuan calon jemaah haji yang seharusnya mendapatkan hak mereka secara adil justru harus mundur atau tertunda keberangkatannya. Mereka yang telah menabung bertahun-tahun, dengan penuh harap dan doa, tiba-tiba tergeser oleh mereka yang bisa “membayar lebih” atau memiliki koneksi kekuasaan.

 

Ini adalah bentuk ketidakadilan struktural yang menyakitkan, dan lebih parahnya, terjadi dalam konteks ibadah yang seharusnya sakral dan bersih dari praktik duniawi yang kotor.

 

Pengkhianatan terhadap Umat

 

Umat Islam adalah komunitas yang menjunjung tinggi nilai keadilan, kejujuran, dan amanah. Ketika seseorang yang diberi tanggung jawab untuk mengelola kuota haji justru menyalahgunakan kewenangannya, maka ia telah berkhianat terhadap umat.

 

Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap harapan jutaan orang yang ingin menyempurnakan rukun Islam kelima mereka.

 

Korupsi dalam pengelolaan kuota haji menunjukkan betapa rusaknya integritas sebagian elit birokrasi dan politisi. Mereka menjadikan ibadah sebagai komoditas, menjual tempat suci untuk keuntungan pribadi.

 

Dalam konteks ini, koruptor kuota haji bukan hanya pencuri uang negara, tetapi pencuri kesempatan ibadah, sesuatu yang tidak ternilai secara materi.

 

Korupsi kuota haji juga merupakan bentuk pelecehan terhadap ajaran Islam. Agama Islam secara tegas mengharamkan segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil...” (QS. Al-Baqarah: 188)

 

Dalam konteks ini, korupsi kuota haji termasuk dalam perbuatan memakan harta yang batil, karena pelaku mengambil hak orang lain secara tidak sah. Lebih dari itu, mereka mencampuradukkan antara kekuasaan, uang, dan ibadah, sehingga menodai kesucian ibadah itu sendiri.

 

Islam mengajarkan bahwa amanah adalah sesuatu yang sangat berat dan mulia. Dalam surah Al-Ahzab ayat 72, disebutkan bahwa amanah ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung, tetapi semuanya enggan memikulnya karena merasa tidak sanggup.

 

Namun manusia menerimanya, dan sebagian dari mereka berlaku zalim dan bodoh. Dalam hal ini, para koruptor kuota haji termasuk dalam golongan manusia yang zalim karena telah menyalahgunakan amanah yang besar.

 

Sudah saatnya masyarakat dan pemerintah bersinergi untuk mengembalikan marwah ibadah haji. Penindakan hukum harus tegas tanpa pandang bulu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan lembaga-lembaga pengawas lainnya harus menjadikan kasus korupsi kuota haji sebagai prioritas, bukan hanya karena nilai kerugian material, tetapi karena dampak moral dan spiritualnya yang besar.

 

Di sisi lain, transparansi dalam pengelolaan kuota haji harus diperkuat. Sistem digitalisasi, audit terbuka, serta pelibatan publik dan organisasi masyarakat sipil dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Penentuan kuota harus berdasarkan data dan proses yang adil, bukan kedekatan politik atau kekuatan uang.

 

Korupsi kuota haji adalah bentuk pengkhianatan paling keji terhadap umat dan agama. Ia mencederai keadilan, merampas harapan, dan menodai kesucian ibadah. Para pelakunya bukan hanya pencuri, tapi juga pengkhianat nilai-nilai Islam.

 

Mereka harus diadili bukan hanya oleh hukum negara, tetapi juga oleh nurani kolektif umat. Hanya dengan membersihkan pengelolaan ibadah dari praktik kotor, marwah agama bisa tetap terjaga, dan umat bisa kembali percaya bahwa suci masih mungkin di tengah dunia yang kian tercemar.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1141/20/09/25 : 05.16 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad