POST TRUTH POLITICS



Oleh : Ahmad Sastra

Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu ruwaibidhan berbicara. Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud ruwaibidhah ?”. Rasulullah menjawab, “Orang dungu yang turut campur dalam urusan masyarakat luas”. (HR Ibnu Majah dalam as Sunan [4042], diriwayatkan juga oleh Abu Abdillah Al Hakim dalam al Mustadrak [4/465, 512], Ahmad bin Hanbal dalam al Musnad [2/291], hadis ini disahihkan Al Albani dalam as Shahihah [1887] as Syamilah).

Rasulullah menyebut era yang penuh tipu daya dengan istilah sanawaatu khadda’atu. Era tipu daya adalah masa dimana kebohongan telah dipercaya sebagai kebenaran, meskipun bertentangan dengan fakta. Era kebohongan ini dikaitkan juga dengan hadirnya pemimpin politik yang bodoh (dungu) yang mengurusi rakyat banyak. Jika menggunakan istilah modern, yang paling tepat sekarang ini adalah era post-truth politics.

Kondisi post truth adalah suatu keadaan dimana fakta kurang berperan untuk menggerakkan kepercayaan umum dari pada sesuatu yang berhubungan dengan emosi dan kebanggaan tertentu, dalam tulisan ini kebanggaan itu adalah kepentingan politik. Hal ini bisa dilihat dari tiga kondisi.

Pertama, simulakra. Situasi dimana batas-batas antara kebenaran dan kepalsuan, realitas dan rekaan, fakta dan opini semakin kabur dan sulit untuk diidentifikasi. Realitas yang ada adalah realitas yang semu dan realitas hasil simulasi (hyper-reality).

Kedua, pseudo-event. Keadaan dimana sesuatu yang dibuat dan diadakan untuk membentuk citra dan opini publik, padahal itu bukan realitas sesungguhnya. Dalam istilah politik praktis disebut sebagai tindakan pencitraan.

Ketiga, pseudosophy. Adalah upaya menghasilkan suatu ‘realitas’ sosial, politik dan budaya yang sekilas nampak nyata, padahal sebenarnya adalah palsu. Masyarakat lalu dikondisikan untuk lebih percaya pada ilusi yang dihasilkan dari pada realitas yang sesungguhnya.

Post truth politics adalah era dimana politik dijadikan sebagai cara untuk meraih kekuasaan dengan melakukan berbagai penipuan, pencitraan dan kecurangan. Para pemimpin di era post truth hanyalah berperan sebagai boneka, sebab ada dalang yang lebih berkuasa berada di belakang layar. Era post truth dalam politik hanya semacam dramaturgi, meminjam teori Guffman. Politik era post truth tidaklah lebih dari sekedar sandiwara yang disutradarai oleh para penjahat yang bengis.

Seseorang atau kelompok yang melancarkan politik post truth akan terus menyuarakan suatu argumen post truth meskipun mereka terus dikritik, telah disuarakan letak kesalahannya dan dibabat habis-habisan oleh para pakar. Kelompok itu tetap merasa diriya benar dan bangga atas kebohongannya, meskipun fakta-fakta menujukkan kebalikannya.

Boneka dalam persoalan politik bisa bermakna perbudakan atau penjajahan. Era post truth politics dalam kontek keindonesiaan bisa dimaknai bahwa sesungguhnya Indonesia sedang dalam era penjahahan negara kafir yang membenci Islam dan kaum muslimin. Para penjajah memanfaatkan orang-orang bodoh yang suka berbohong untuk mejadi antek dan menipu rakyatnya sendiri.

Tipu daya disebut juga dengan istilah makar. Istilah makar dalam Al Qur’an ditujukan kepada perilaku orang-orang kafir yang selalu memusuhi Islam, Rasulullah dan kaum muslimin. Sejak zaman Nabi, kaum kafir selalu memusuhi Islam dan berusaha menghancurkan Islam, ini berlaku hingga hari ini dan seterusnya.

Allah menegaskan gerakan makar kaum kufar dalam Al Qur’an, “Orang-orang kafir itu membuat makar (tipu daya), dan Allah membalas makar mereka itu dan Allah sebaik-baik pembalas makar”. (QS Ali Imran : 54). Salah satu karakter kaum kafir adalah mendustakan Allah. Di era post truth, kaum yang mendustakan Allah dan syariatNya adalah kaum komunisme ateis.

Makar kaum kafir terhadap Nabi banyak sekali bentuk dan polanya. Mulai dari sekedar membenci Rasulullah, menfitnah gila, tukang sihir, memprovokasi untuk memusuhi Rasulullah, hingga berusaha memenjarakan, mengusir, menangkap dan bahkan hingga berusaha membunuh. Gaya makar seperti ini polanya sama dengan gaya komunis ateis dalam memusuhi kaum muslimin di berbagai belahan dunia. Di tangan komunisme ateis, demokrasi telah berubah menjadi diktatorisme.

Benarlah kata Thomas Jefferson (w.1826) yang mengatakan,” Decline from democracy to tyranny is invitable”. Kemerosotan dari demokrasi menjadi tirani tidak terelakkan. Kondisi politik Indonesia saat ini menunjukkan kemerosotan kualitas demokrasi yang sangat akut, sebab nampak sekali sedang mengarah kepada rezim diktator absolut yang kejam kepada rakyatnya sendiri.

Kondisi diktatorisme telah Allah gambarkan dalam Al Qur’an, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan makar terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan makar dan Allah menggagalkan makar itu dan Allah sebaik-baik pembalas makar” (QS Al Anfal : 30).

Bahkan orang-orang kafir rela berkorban harta untuk menghancurkan agama Allah. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan” (QS Al Anfal : 36).

Orang-orang kafir selalu mencari kawan untuk bisa memuluskan proyek untuk menghancurkan Islam. Orang-orang munafiklah yang dipilih untuk menjadi sekutu dalam memusuhi Islam. Kemunafikan sangat dekat kepada kekafiran, maka mereka bisa saling bekerjasama. Keduanya sangat antusias dalam menghalangi tegaknya Islam.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS An Nisa’ : 60)

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu Lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.(QS An Nisa’ : 61)

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar (QS Al Anfal : 73)

Namun sejahat apapun makar kaum kafir terhadap Islam dan kaum muslimin, Allah akan menolong hamba-hambanNya yang beriman, sebagaimana Allah telah menolong RasulNya. Sa’ad ra berkata, “ Saya mendengar nabi bersabda, tidaklah seseorang membuat makar (tipu daya) terhadap penghuni Madinah melainkan mereka akan hancur sebagaimana hancurnya garam dalam air (HR Bukhari, 907). Ada beberapa syarat, agar Allah tetap menolong kaum muslimin atas kejahatan makar kaum kufar.

Pertama, berjuang, membela dan menolong agama Allah. “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS Muhammad : 7).

Kedua, istiqoman dalam berjuang dan tidak mengkhianatinya. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS Al Anfal : 27).

Ketiga, berjuang untuk tegaknya Islam kaffah. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS Al Baqarah : 208)

Keempat, berhijrah dan berjihad demi Islam. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia (QS Al Anfal : 74)

Karena itu duhai kaum muslimin, tetaplah dengan tauhid jangan pernah berkhianat. Teruslah perjuangkan tegaknya Islam, meski kaum kafir dan munafik terus membenci, menfitnah dan memusuhi. Teruslah berdakwah, amar ma’ruf nahi mungkar, meskipun kaum kafir dan munafik terus melakukan makar atas agama Allah. Jangan pernah takut kepada penguasa yang zolim dan bodoh, teruslah melawan dan mencegah kezoliman itu dengan menegakkan Islam.

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam Kitab Fathur Robbani mengatakan, saudaraku, kalian belum berarti apa-apa. Islam kalian dianggap tidak sah. Kalian mengucapkan La Ilaha illalloh, namun mendustakannya, karena dalam batin kalian terdapat banyak tuhan. Rasa takut kalian kepada penguasa dan pemimpin berarti memertuhankan mereka. Bersandar pada usaha, kekuatan, dan kekejaman, berarti itu telah menganggap sebagai tuhan. Melihat baik dan buruk, pemberian dan penolakan makhluk, berarti kalian menjadikan hal tersebut sebagai tuhan kalian. Maka tinggalkan kemusyrikan, bertauhidlah kepada Allah.

[AhmadSastra,KotaHujan,11/05/19 : 22.00 WIB]

Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories