TUGAS INTELEKTUAL MUSLIM - Ahmad Sastra.com

Breaking

Selasa, 21 Januari 2020

TUGAS INTELEKTUAL MUSLIM



Oleh : Ahmad Sastra

Indonesia, negeri zamrud katulistiwa yang dianugerahi Allah kekayaan alam yang sangat melimpah. Tidak ada negara di dunia yang memiliki kekayaan alam seperti di Indonesia. Itulah kenapa dari dulu Indonesia selalu menjadi incaran para kolonial, baik kolonialisme gaya lama maupun penjajahan gaya baru.

Sementara Indonesia sendiri tidak pernah berdaulat secara ideologis yang menyebabkan bangsa ini mudah diintervensi bahkan dijajah oleh bangsa lain, dari dulu hingga sekarang. Inilah yang menyebabkan negeri ini tidak memiliki martabat. Dalam istilah martabat terkandung nilai kemuliaan, keadaban, kemandirian, kehormatan, dan bahkan disegani oleh orang lain.

Psikologi keterjajahan bangsa ini telah lama mengurat saraf dari generasi ke generasi. Dalam istilah lain bangsa ini dalam kubangan hegemoni dan intervensi kolonialisme. Strategi mencari jalan keluar dari hegemoni dan imperialisme asing inilah yang menjadi tugas pertama para cendekiawan muslim dengan gagasan dan pemikirannya.

Sebab tugas pertama seorang mukallaf (muslim) menurut Imam Syafi’i adalah memikirkan kemajuan agamanya. Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan potensi cendekiawan muslim yang juga melimpah sudah semestinya Indonesia berdaulat dan bermartabat dari sejak dulu, namun faktanya hingga hari ini bangsa ini justru kian terjajah. Quo Vadis intelektual muslim ?

Dalam Al Qur’an kalimat yang paling banyak diulang yakni sebanyak 31 kali dengan redaksi yang persis sama adalah kalimat yang berkaitan dengan nikmat dan anugerah yang diberikan Allah kepada manusia.

Allah menekankan kalimat itu dengan sebuah pertanyaan, “ Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?. Seolah mengindikasikan sebuah sikap yang tidak adanya rasa syukur dalam diri manusia. Sebab faktanya kebanyakan manusia tidak mensyukuri nikmat dan anugerah yang diberikan Allah yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Ketidaksyukuran manusia kepada Allah direfleksikan dengan pengabaian nilai dan hukum Allah dalam mengelola bumi dan seluruh kekayaan yang ada di dalamnya yang terkait dengan bidang ekonomi. Pengabaian itu juga terjadi dalam mengelola manusia dalam pola fikir dan pola sikapnya yang terkait dengan bidang sosial, budaya, politik, hukum dan pendidikan.

Allah mengingatkan sekaligus mengancam kaum muslimin yang abai terhadap peringatan dan hukum Allah dalam surat Thahaa : 124, “ Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".

Diantara ayat-ayat pertanyaan tentang kenikmatan yang diberikan kepada manusia dalam surat Ar Rahman , Allah membeberkan berbagai fenomena kosmos, sains dan hubungannya dengan teologi. Adalah penting dan mendesak merealisasikan Islam rahmatan lil’alamin dalam perspektif peradaban bermartabat yang mampu menjadikan bumi Indonesia ini terjaga, maju dan mensejahterakan rakyat, bukan peradaban sekuler apalagi komunis yang anti terhadap aspek teologis. Akibatnya, kini bumi Indonesia diambang kerusakan ekologis dan sosiologis. Padahal Allah telah menata sedemikian sistemik dan sistematis.

Bahkan Allah mengingatkan dalam surat al A’raaf : 85, “ dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".

Inilah karakteristik epistemologi Islam yang mengintegrasikan antara fenomena kosmos, sains dan teologis sekaligus. Dalam perspektif inilah peran strategis cendekiawan muslim menemukan relevansinya. Sebab menyandang gelar cendekiawan dan muslim sekaligus berarti mengintegrasikan sains dan teologi secara bersamaan. Cendekiawan muslim bukanlah cendekiawan sekuler parsial namun integratif holistik.

Peradaban Barat dengan landasan epistemologi sekuleristik dan ateisitik telah melahirkan manusia-manusia jahat, rakus dan destruktif demi memenuhi kehausan duniawi dan kekuasaan. Hasilnya adalah sebuah peradaban anti Tuhan yang lebih mengedepankan kebebasan tanpa batas di semua bidang kehidupan. Sains dan teknologi ala Barat sekuler hanya berorientasi materialisme dan mengabaikan nilai dan moral. Dari paradigma sains sekuler inilah awal dari kerusakan bumi dengan sumber daya alamnya hingga kerusakan manusia dengan pemikiran, jiwa dan perilakunya.

Allah dengan tegas telah memberikan ilustrasi fakta ini dalam surat ar Ruum : 41, “ telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Ada sebuah pertanyaan yang mendasar sekaligus keprihatinan yang mendalam, kenapa bangsa mayoritas muslim ini belum memiliki kedaulatan dan martabat. Umat Islam yang dahulu mencapai puncak kejayaan peradaban, kini hanya tinggal kenangan. Kaum muslimin tak lagi menjadi bangsa yang disegani, sebagaimana dahulu semasa Rasulullah. Islam dan kaum muslim saat itu dan beberapa abad setelahnya begitu disegani oleh siapapun karena kemajuan di bidang sains teknologi, ekonomi, budaya dibawah kekuatan teologinya.

Padahal Rasulullah oleh Michael D Hart digambarkan sebagai sosok paripurna peletak peradaban agung, " …kesatuan tunggal yang tidak ada bandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan, merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia.."

Hilangnya kedaulatan dan martabat ini bermuara pada terpisahnya sains, kosmos dan teologi dari setiap diri muslim. Singkatnya adalah karena sekulerisasi yang telah merasuk ke dalam pikiran dan jiwa kaum muslimin di semua bidang kehidupan seperti sains, politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan sosial. Keprihatinan inilah yang kemudian memunculkan ide untuk menyiapkan kader-kader umat terbaik yang akan meneruskan penegakan kembali peradaban Islam yang telah lama runtuh.

Kini umat sedang tidur, namun tidurnya terasa terlalu panjang. Mesti ada kader umat yang menjadi pelopor yang menggali dan mencari mutiara yang hilang. Pemikiran Islam yang dulu menguasai dunia adalah mutiara paling berharga yang harus 'direbut' kembali. Kader pelopor kebangkitan peradaban Islam inilah yang disebut cendekiawan muslim dalam arti yang luas.

Islam adalah manhaj kehidupan bagi kebaikan manusia seluruhnya sebab ia berasal dari sang Pencipta manusia. Islam adalah manhaj kehidupan yang realistik, dengan berbagai susunan, sistematika, kondisi, nilai, akhlak, moralitas, ritual dan begitu juga atribut syiarnya. Ini semuanya menuntut risalah ini ditopang oleh power kekuasaan yang dapat merealisasikannya. Ditopang oleh manusia-manusia amanah dengan ketundukan jiwa secara bulat kepadanya, disertai ketaatan dan pelaksanaan.

Allah menegaskan kemuliaan hukumNya dalam surat Al Maidah ayat 50, “ Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?

Karena itu tugas seorang yang menyandang gelar cendekiawan muslim tidaklah ringan di mata Islam. Seluruh cendekiawan muslim, ilmuwan muslim dan para ulama terdahulu telah dengan gamblang memberikan contoh bagaimana mereka menghabiskan waktu demi meraih kemuliaan dan martabat Islam dan kaum muslimin sebagai sebuah bangsa. Dengan seluruh potensi yang dimiliki, para pendahulu telah menoreh sejarah kegemilangan kemajuan Islam yang adil dan beradab bagi seluruh manusia tanpa memandang ras, agama, suku, warna kulit dan bahasa.

Usaha bijak dan pengorbanan yang cerdas para cendekiawan muslim pertama kali harus diorientasikan bagi pembangunan masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun di atas manhaj Allah. Hal ini relevan dengan kondisi masyarakat negeri ini yang semakin mengalami degradasi sains dan moral. Usaha ini memerlukan keimanan dan pemahaman tentang realitas sebagai hakekat keimanan dan wilayahnya dalam sistem kehidupan.

Para cendekiawan muslim harus berani memikul tanggungjawab besar ini tanpa menunggu imbalan duniawi jika masih ingin melihat bangsa ini bangkit dan bermartabat. Bukankah Allah sendiri yang mengkaitkan keimanan suatu masyarakat dengan kesejahteraan dan keberkahan kehidupan, “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Qs Al A’raf : 96).

Menjadikan Islam sebagai dasar manhaj berfikir dan bertindak menuju bangsa yang bermartabat bukanlah jalan yang pendek dan mudah. Usaha besar ini membutuhkan waktu yang panjang dan usaha yang berkesinambungan. Para cendekiawan muslim mesti berhenti sejenak untuk merenungkan langkah-langkah strategis fundamental yang genuine dan tidak terkontaminasi dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam.

Jika konsisten, gerakan peradaban cendekiawan muslim ini, dengan izin Allah akan membawa bangsa ini lebih bermartabat dalam arti yang sesungguhnya. Meski harus disadari juga, bahwa sampai kapanpun kebangkitan peradaban Islam akan terus menuai hambatan dan ujian.

Berapa lama para cendekiawan muslim di Indonesia khususnya akan mampu mengukir bangsa yang bermartabat tidaklah penting. Sebab Allah akan menilai prosesnya bukan hasilnya. Ada baiknya direnungkan apa yang dikatakan oleh Ahmad Y al- Hasan, " Marilah kita meletakkan skenario hipotesis : jika kekuasaan Islam tidak dilemahkan dan jika ekonomi negara-negara Islam tidak dihancurkan, dan jika stabilitas politik tidak diganggu, dan jika para ilmuwan muslim diberi stabilitas dan kemudahan dalam waktu 500 tahun lagi, apakah mereka akan gagal mencapai apa yang telah dicapai Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton?. Model-model planetarium Ibn al-Shatir dan astronomer-astronomer muslim yang sekualitas Copernicus dan yang telah mendahului mereka 200 tahun membuktikan bahwa sistem Heliosentris dapat diproklamirkan oleh saintis muslim, jika komunitas mereka terus eksis di bawah skenario hipotesis ini".

Kesadaran mendalam untuk terus memberikan arah dan pencerahan bagi seluruh bangsa ini merupakan amanah abadi yang harus terus dipikul oleh kaum cendekiawan muslim yang lurus. Dengan manhaj Islam yang agung ini, insyaallah bangsa ini akan bermartabat. Sebab bermartabat bukan hanya soal kemajuan dan kedaulatan, namun juga soal kemuliaan. Dengan teganya supremasi hukum Allah dalam seluruh aspeknya, dan membuang sistem setan kapitalisme dan komunisme, maka negeri ini akan menjadi negeri yang penuh keberkahan.

(AhmadSastra,KotaHujan,21/01/20 : 05.36 WIB)

______________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories