ANAK DI PESANTREN ITU REJEKI ORANG TUA



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Dalam situasi dunia pendidikan yang tidak menentu, terutama karena paradigma sekulerisme yang mencekeramnya, maka pesantren adalah alternatif terbaik untuk saat ini. Pada anak  berusia SMP dan SMA adalah masa paling rawan jika salah pergaulan atau salah mengakses informasi. Ketika anak mau belajar di pondok pesantren, maka sesungguhnya hal ini merupakan rejeki kedua orang tuanya. Apa sebab ?

 

Sebab, sekulerisme pendidikan akan melahirkan anak-anak yang tidak memiliki basis agama yang bagus. Sekolah pada umumnya memberikan bekal ilmu, sementara bekal agamanya sangat minim. Padahal sebelum berilmu, seorang anak harus dibekali dengan adab, sebelum adab harus punya landasan iman, sementara amal harus berlandasakan ilmu.

 

Jika terjadi berberapa oknum guru yang menyalahi aturan, maka bukanlah salah pesantren. Sebab pada faktanya, berbagai tindak amoralitas sering terjadi justru pada para siswa yang tidak belajar di pesantren, sebab mereka bebas bermian kemana saja maunya. Sementara di pesantren, para santri harus hidup di pondok selama 24 jam dalam pengawasan dan bimbingan guru. Tidak mungkin ada kesempatan santri tawuran dengan pesantren lain. Mondok di pesantren menuntut santri untuk bisa hidup sabar, sederhana, taat guru dan menggali ilmu secara maksimal.

 

Visi utama pesantren adalah tafaqquh fiddin. Substansi pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh pondok pesantren adalah upaya mengarahkan anak didik untuk meyakini nilai yang terdapat pada Al Qur’an sebagai kitab suci sekaligus pegangan hidup umat Islam dan al Hadist yang merupakan refleksi dari pola fikir dan pola sikap Rasulullah Muhammad SAW. Memaknai pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki makna yang mendalam. Hakekat pendidikan Islam adalah transfer of Value dan transfer of knowledge.

 

Sebab pada faktanya sekolah umum atau Madrasah non pesantren masih berada pada lembaga pengajaran yang hanya merupakan proses transfer of knowledge, adapun pendidikan di pesantren adalah transfer of value. Pesantren merupakan tempat penempaan dan penggemblengan atau kawah candradimuka untuk menyiapkan para santri agar mampu menjadi pejuang-pejuang Islam demi tegaknya kemuliaan Islam dan kaum muslimin.

 

Pesantren adalah salah satu entitas sosio-pendidikan yang berdiri untuk berhidmat kepada umat dan bangsa. Pesantren tidak akan bisa dilepaskan dari umat dan bangsa. Maju mundurnya umat Islam di masa mendatang sangat bergantung pada kualitas pendidikan hari ini.    Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama halnya dengan kebutuhan papan, sandang dan pangan. Bahkan dalam institusi yang terkecil seperti keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama.

 

Karena itu pengelolaan pesantren tidak sama dengan lembaga pendidikan lain. Pendidikan pesantren berbasis asrama. Sistem asrama sangat memungkinkan untuk mewujudkan hakekat makna pendidikan yakni bimbingan yang melekat seorang guru kepada pada anak didiknya dalam menjalani semua aktiviatasnya sehari-hari. Di asrama seorang guru menjadi teladan utama sekaligus orang tua bagi anak-anak. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, anak didik di pesantren mendapatkan bimbingan dan pembinaan, baik secara teoritis ajaran Islam maupun praktisnya di lapangan berupa amal ibadah.

 

Secara paradigmatik keseluruhan praktek pendidikan di pesantren harus dikembalikan pada asas aqidah Islam sebagai arah dan poros. Artinya Islam menjadi semacam pusat edar bagi penyusunan kurikulum, standar nilai ilmu pengetahuan, proses belajar mengajar, penentuan kualifikasi guru, penguatan budaya organisasi lembaga. Kesemuanya ini harus mengarah pada visi untuk membentuk generasi berkepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqafah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana  yang pernah ada dengan cara merekonstruksi ontologi, epistemologi dan aksiologi keilmuwan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya.

 

Penjagaan dan pemahaman atas nilai-nilai keislaman yang diadopsi di pesantren dianggap lebih substansial dibandingkan manajemen. Sebab diyakini, manajemen tidak akan berjalan dengan baik jika para pelakunya tidak memiliki nilai-nilai kepribadian yang baik. Pesantren yakin bahwa nilai keikhlasan mendasari semua proses pengelolaan pendidikan dan pragmatisme akan merusak semua proses pendidikan.

 

Dalam proses pendidikan di pesantren, secara aktif guru dan peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih islami, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat dan diridhoi Allah.

 

Untuk membangun generasi berkualitas, bukan hanya guru yang harus memiliki nilai-nilai mulia, manajemen organisasi sekolah atau pesantrenpun harus berbasis nilai. Dengan demikian nilai menjadi sangat penting dalam berorganisasi. Lepas dari perbedaan seberapa penting setiap nilai yang diyakini organisasi.  Kenapa? Sebab nilai akan sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku individu di pesantren tersebut. Bayangkan jika setiap individu dalam sebuah pesantren  memiliki keyakinan nilai-nilai negatif.

 

Apa yang akan terjadi dalam pesantren itu. Misalnya, anda memasuki sebuah organisasi politik dan berkeyakinan terhadap nilai bahwa untuk menjadi pemimpin partai politik harus dengan cara pemaksaan dan menghalalkan segala cara. Dikarenakan nilai itu secara signifikan akan mempengaruhi perilaku, maka dapat dipastikan anda akan melakukan apa yang telah menjadi keyakinan itu. Anda akan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai posisi puncak dalam organisasi politik tersebut.

 

Hal ini menandaskan bahwa nilai menjadi sangat penting untuk dipelajari oleh organisasi apapun juga. Sebab nilai akan menjadi dasar atau basis untuk memahami sikap dan motivasi serta persepsi individu dalam organisasi tersebut. Individu-individu  yang memasuki sebuah organisasi sebelumnya telah memiliki nilai yang diyakini sehingga akan berimplikasi pada sikap dan perilaku dia dalam berorganisasi.

 

Hal ini berarti jika organisasi itu ingin memiliki budaya kerja positif, maka manajemen harus membentuk nilai-nilai positif setiap individu dan menerapkannya. Mesti ada konsensus nilai yang harus  dipatuhi oleh setiap individu dalam organisasi tersebut. Secara konsisten setiap individu harus melaksanakan nilai organisasi yang telah disepakati. Sebab ini terkait dengan tujuan organisasi yang hendak dicapai, bukan tujuan individu.

 

Disini yang ditekankan adalah pembentukan nilai organisasi. Sebab nilai memiliki lima level. Kelima level nilai itu adalah nilai individu, nilai kelompok, nilai organisasi, nilai lingkungan dan nilai budaya. Nilai individu adalah nilai yang bersifat formal maupun informal yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan mempengaruhi organisasi. Nilai organisasi adalah nilai yang dimiliki organisasi yang merupakan perimbangan nilai-nilai individu dan  kelompok. Nilai lingkungan adalah nilai yang dimiliki oleh suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi secara langsung terhadap organisasi.

 

Kualifikasi Guru di Pesantren disesuaikan dengan filosofi pendidikan di pesantren. Ada lima kualifikasi guru di Pondok Pesantren. 1). Kematangan Intelektual maksudnya bahwa guru di pesantren harus memiliki kecerdasan dan ilmu yang luas. 2) Kematangan Psikologis maksudnya guru harus memiliki kematangan mental sebagai guru yang bisa memberikan arahan sekaligus teladan. 3) Kematangan Sikap artinya guru harus memiliki sikap positif dalam mendidik dan membimbing santri. 4) Kematangan perilaku adalah tingkah laku positif guru yang bersumber dari nilai-nilai pesantren dalam kehidupan sehari-hari. 5) Kematangan Spiritual artinya guru harus memiliki tsaqafah dan ketaqwaan dalam dirinya.

 

Dalam kitab Bidayah Al Hidayah karya Imam Abu Hamid Al Ghazali diterangkan bahwa adab seorang guru dalam belajar mengajar adalah : 1). Bertanggungjawab. 2) Sabar. 3) Duduk tenang penuh wibawa. 4). Tidak sombong kepada semua orang, kecuali kepada orang yang zalim dengan tujuan untuk menghentikan kezalimannya. 5) Mengutamakan bersifat tawadhu' di majelis-majelis pertemuan. 6). Tidak suka bergurau dan atau bercanda. 7). Ramah terhadap para santri atau pelajar. 8). Teliti dan setia mengawasi anak yang nakal. 9) Setia membimbing anak yang bebal. 10). Tidak gampang marah kepada murid yang bebal atau lambat pemikirannya.

 

11). Tidak malu berkata : saya tidak tahu, ketika ditanyai persoalan yang memang belum ditekuninya. 12). Memperhatikan murid yang bertanya dan berusaha menjawabnya dengan baik. 13). Menerima alasan yang diajukan kepadanya. 14). Tunduk kepada kebenaran, dengan kembali apabila ia salah. 15) Melarang murid yang mempelajari ilmu yang membahayakan.

 

16) Memperingatkan murid mempelajari ilmu agama tetapi untuk kepentingan selain Allah. 17) Memperingatkan murid agar tidak sibuk mempelajari ilmu fardhu kifayah sebelum mempelajari ilmu fardhu 'ain 18) Memperbaiki ketaqwan kepada Allah lahir dan batin dan 19) Mempraktekkan makna taqwa dalam kehidupan sehari-harinya sebelum memerintahkan kepada murid agar para murid meniru perbuatan dan mengambil manfaat ucapan-ucapannya.

 

Sedangkan mengenai adab dan sopan santun santri atau siswa kepada gurunya dalam kitab yang sama dijelaskan  sebagai berikut : 1) Hendaknya memberi ucapan salam kepada guru terlebih dahulu. 2) Tidak banyak bicara dihadapannya. 3) Tidak berbicara selagi tidak ditanya gurunya. 4) Tidak bertanya sebelum meminta izin terlebih dahulu. 5) Tidak menentang ucapan guru dengan ucapan atau pendapat orang lain. 6) Tidak menampakkan penentangannya terhadap pendapat gurunya, apalagi menganggap dirinya paling pandai dari gurunya.

 

7) Tidak boleh berbisik kepada teman yang duduk disebelahnya ketika guru sedang duduk di majelis itu. 8) Tidak menoleh-noleh ketika sedang duduk di depan gurunya, tetapi harus menundukkan kepala dan tenang seperti sedang melaksanakan shalat. 9). Tidak banyak bertanya kepada guru, ketika dia dalam keadaan letih. 10) Hendaknya berdiri ketika gurunya berdiri dan tidak berbicara dengannya ketika dia sedang beranjak dari tempat duduknya.

 

11) Tidak mengajukan pertanyaan kepada guru di tengah perjalanan dan 12) Tidak berprasangka buruk kepada guru, ketika dia melakukan perbuatan yang lahirnya mungkar, sebab dia lebih mengetahui rahasia maksud perbuatannya. Dalam kasus ini hendaknya murid mengingat ucapan nabi Musa kepada nabi Khizir as seperti yang diterangkan dalam Al Qur'an : Musa berkata," Mengapa kamu melubangi perahu itu yang mengakibatkan kamu menenggelamkan penumpangnya, sesungguhnya Engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar".     

 

Nah, meskipun anak mondok adalah rejeki bagi kedua orang tuanya, namun tidaklah salah jika orang tua tetap memilih dan memilah  pesantren. Sebab pada faktanya setiap pesantren memiliki program unggukan tersendiri, baik dari ilmu tsaqafah Islam maupun sainsnya. Tentu saja memilih pesantren disesuaikan dengan keinginan anak di masa mendatang. Perhatikan juga visi, misi, tujuan, metodologi, guru dan kurikulumnya, sebelum memasukkan anak ke pesantren.  

 

(AhmadSastra,KotaHujan,10/07/22 : 12.40 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories