TEOSOFI GEMPA : RELASI ANTARA DIMENSI SAINTIFIK DAN SPIRITUAL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Perspektif teosofi menganjurkan manusia  dua dimensi dalam melihat fenomena alam, yakni dimensi sains dan dimensi spiritual. Membaca dua dimensi ini harus seiring sejalan terhadap fenomena alam gempa Cianjur atau berbagai gempa lainnya di seluruh muka bumi ini. Dengan demikian akan melahirkan inovasi-inovasi saintifik, meningkatkan kesadaran spiritual dan melahirkan rasa empati kemanusiaan.

 

Benar apa yang ditulis Desi Ratriyanti dalam situs JalanDamai bahwa dari perspektif saintifik, bencana alam adalah proses dari evolusi bumi dalam menemukan bentuk barunya yang terus-menerus berubah. Penting diketahui bahwa bumi yang kita tinggali saat ini tengah mengalami proses perubahan selama ratusan bahkan ribuan tahun.

 

Tanah yang kita pijak hari ini boleh jadi ratusan tahun sebelumnya adalah lautan. Atau, danau yang kita lihat saat ini, puluhan tahun sebelumnya adalah puncak gunung. Gempa bumi dengan demikian adalah proses untuk menemukan keseimbangan semesta. Tentu saja proses keseimbangan itu didasarkan oleh kehendak Allah.

 

Secara santifik, gempa Cianjur berkekuatan magnitudo (M) 5,6 disebabkan setidaknya oleh empat faktor alam sebagaimana diungkapkan oleh Ahli geologi Awang Harun Satyana.  Pertama,  pusat gempa dangkal (10 km) sehingga energinya lebih kuat mengguncang permukaan.

 

Kedua, wilayah lereng-kaki gunung secara topografi bukan area yang stabil bila terlanda gempa dapat memicu longsor terjadi. Ketiga, tanah berasal dari pelapukan endapan gunung api berumur muda yang belum cukup terkonsolidasi sehingga energi gempa tidak segera hilang tetapi teraduk-aduk bahkan menguat (amplifikasi) di permukaan.  

 

Keempat konstruksi bangunan tidak tahan gempa seperti pada umumnya rumah-rumah dibangun apalagi di wilayah perkampungan. Selain itu ada dua kemungkinan sesar penyebab gempa Cianjur, yakni sesar tua seumur Sesar Cimandiri atau sekitar 20 juta tahun yang tak terpetakan sebab tertutup endapan gunung api muda atau dibawah 1 juta tahun dan bergerak kembali mematahkan batuan membangkitkan gempa.

 

Secara geologis, gempa bisa dibaca dengan pendekatan saintifik, terlebih jika sering terjadi di suatu wilayah tertentu. Otoritas wilayah atau pemerintah harus memiliki perencanaan bangunan rumah penduduk yang tahan gempa, sebagaimana dilakukan oleh otoritas Jepang. Dalam konstruksi bangunan di Jepang, ada tiga prinsip konstruksi agar bangunan lebih tahan terhadap gempa, antara lain struktur dengan sistem antiseismik, redaman, dan struktur seismik terisolasi. 

 

Rumah anti gempa dibuat dengan bahan kayu, bukan tembok. Rumah yang terbentuk dari kayu terlihat banyak dibuat di Jepang yang terkenal dengan negara yang kerap ditimpa musibah gempa bumi. Kayu memiliki kelebihan untuk mereduksi gempa, sehingga bangunan tidak mudah roboh.

 

Sistem peringatan dini gempa juga harus menjadi perhatian serius ototritas wilayah yang sering terjadi gempa. Ketika bencana gempa bumi melanda Jepang, tepatnya di kawasan Prefektur Fukushima pada Rabu, 16 Maret 2022 pukul 23.36 waktu setempat, sistem peringatan dini bisa berjalan dengan baik dan merata.

 

Dengan mengirimkan sebuah tangkapan layar sebelum terjadi gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo tersebut sudah ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi setempat. Pemberitahuan akan terjadinya gempa itu masuk ke handphone tiap warga 10 menit atau 5 menit sebelum terjadinya gempa. Bunyi peringatan itu mirip suara alarm, sehingga warga bisa berlindung dan mencari perlindungan sejak dini.

 

Indonesia termasuk negara yang tidak pernah sepi dari bencana alam. Bencana alam yang terjadi diawal tahun 2021 seperti banjir besar, tanah longsor, gunung meletus yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia mengingatkan bencana serupa sepanjang tahun 2020. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 2020 telah terjadi 2.925 kejadian bencana alam. 

 

Menurut Kepala BNPB Doni Monardo berdasarkan data yang dihimpun BNPB, bencana yang terjadi di sepanjang 2020 tersebut didominasi dengan bencana alam hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sementara di tahun 2022 gempa bumi terjadi di Cianjur Jawa Barat.

 

Literasi gempa harus diajarkan secara oleh para ahli kepada masyarakat Indonesia, terjadi ataupun tidak terjadi gempa. Sebab, meskipun secara saintifik, gempa bisa dibaca dan diteliti, namun kapan dan dimana akan terjadi gempa masih menyisakan misteri. Sebab secara spiritual, gempa merupakan ketetapan Allah, Tuhan pemilik langit dan bumi. Ada banya pelajaran spiritual dibalik peristiwa gempa bumi.

 

Secara teologis, pertama, gempa atau bencana alam adalah musibah bagi manusia pada umumnya yang diakibatkan oleh tangan manusia untuk menjadi pelajaran bagi manusia. Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS Asy Syura : 30).

 

Perspektif teologis ini diperkuat oleh Desi, bahwa alam semesta kerap dipersepsikan ke dalam gagasan creation continuo alias penciptaan terus-menerus. Di dalam Islam, peran Tuhan tidak berhenti ketika alam semesta tercipta. Ada kekuasaan Allah di balik setiap peristiwa alam, seperti pergantian siang dan malam, termasuk pada peristiwa bencana alam. Di dalam Islam, bancana adalah musibah sekaligus ujian bagi umat manusia. Musibah adalah bagian dari perencanaan Allah yang tertulis dalam lauhul mahfuz, bahkan sebelum penciptaan. Penerimaan dengan ikhas dan sabar wajib bagi manusia. Musibah juga bagian dari ujian bagi hamba-hambaNya yang beriman agar tetap sabar dan semakin mendekat kepada Sang Pencipta, bukan malah menjauhinya.

 

Kedua dalam sudut pandang teologi, maka adanya berbagai bencana alam seperti gunung meletus, angin puting beliung, hujan deras dan petir, tsunami atau sejenisnya sesungguhnya merupakan pembuktian atas kekuasaan dan kehendak Allah. Allah memperlihatkan kekuasaanNya dalam rangka memberikan peringatan  kepada manusia agar kembali kepada jalan Allah dan hanya menyandarkan harapan kepada Allah, taat kepada hukum syariat Allah serta tidak kufur nikmat.

 

Ketiga, segala macam musibah adalah ujian keimanan dan amal sholih bagi sesiapa yang taat kepada Allah. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (QS Al Ankabut : 2).  

 

Akibat gempa bumi, tentu saja akan menimbulkan banyak kematian manusia, meski ada juga yang diselamatkan oleh Allah, kesemuanya adalah ujian bagi orang-orang beriman. Perhatikan firman Allah : Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang lebih  baik (tulus) amalnya  (QS. Al Mulk (67) : 2). Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS. Al Anbiya (21) : 35).

 

Dengan pendekatan teosofi, maka fenomena gempa Cianjur bisa didapatkan solusi yang holistik, tidak parsial. Otoritas pemerintah harus memberikan pembelajaran yang proporsional kepada masyarakat secara rasional dan saintifik. Dengan memiliki literasi gempa berbasis teosofi, maka selain terus berikhtiar dan tidak putus asa, masyarakat juga diajak untuk senantiasa meningkatkan keridhoaan hati, keikhlasan, kesabaran, taubat dan mendekatkan diri kepada Allah agar tetap memiliki keimanan dan harapan.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,06/12/22 : 11.12 WIB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories