Oleh : Ahmad
Sastra
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran :
110).
Alhamdulillah,
kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke
delapan bulan suci Ramadhan 1445 H. Tiada kata yang paling indah, kecuali kata
terima kasih sebagai tanda kesyukuran hamba kepada Allah atas indahnya nikmat
Ramadhan. Di saat kita bangun pagi hari Senin tanggal 18 Maret 2024 M, berarti
Allah masih memberikan usia dan kesempatan kepada kita untuk merasakan bulan
istimewa ini. Memasuki hari ke 8 Ramadhan 1445 H semoga kita senantiasa
diberikan kesehatan dan keistiqomahan dalam menjalankan ibadah puasa dan ibadah
lainnya.
Ramadhan adalah
bulan dimana hubungan seorang hamba dengan Allah mencapai derajat yang paling
tinggi, sebab selain ibadah-ibadah rutin sebagaimana biasa, Ramadhan ada ibadah
khusus, yakni berpuasa selama sebulan. Puasa inilah yang melejitkan ruh atau
keterhubungan dengan Allah seorang muslim.
Keimanan itu
melahirkan ketaqwaan, sementara ketaqwaan mewujudkan rasa cinta kepada Allah
dan RasulNya. Sebab iman dan taqwa terefleksi pada penghambaan dimana muncul perasaan
rela untuk menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah dan
Rasulullah. Kecintaan kepada Allah dan Rasulullah melahirkan rasa cinta dan
peduli kepada orang lain. Kecintaan kepada orang lain dengan berbagi biasanya
disebut dengan istilah altruisme. Ramadhan melahirkan kekuatan cinta dan
kepedulian.
Cinta sesungguhnya
bersifat naluriah, sebagaimana cinta induk hewa kepada anak-anaknya. Demi
naluri cinta dan kasih sayang, seekor induk ayam rela letih, lapar, kurang
tidur dan menghabiskan waktu untuk memberikan kehangatan telur-telurnya hingga
anak-anak ayam itu menetas. Atas kekuatan cinta pula, sayap-sayap induk ayam itu mendekap anak-anaknya saat
udara dingin atau hujan, begitupun saat anak-anaknya mendapat ancaman dari luar.
Jika sang
induk ayam melihat tebaran makanan, tidak lantas dimakannya, namun
mempersilahkan anak-anaknya untuk memakannya, meskipun perut sang induk
sebenarnya lapar. Sang induk ayampun tak segan untuk menyerang siapapun yang
mencoba untuk mengganggu anak-anaknya, meski lawan itu lebih kuat dari dirinya,
meski jika dirinya harus mati sekalipun. The power of love.
Karena
kekuatan cinta, seorang ibu rela menahan letih dan kepayahan mengandung bayi
selama sembilan bulan sepuluh hari. Tak nyaman saat tidur, tak leluasa
bergerak, beban semakin berat dan terus menjaga bayi dalam perutnya sepanjang
waktu dan tempat.
Saat sang
anak hadir ke dunia, sang ibu langsung mendekapnya dengan penuh cinta tak
terkira. Rasa sakit yang sangat saat melahirkan, hilang begitu saja saat mata
melihat kehadiran sang buah hati yang sekian lama dinanti. Meski kadang
ditinggal pasangan hidupnya, entah cerai atau meninggal, seorang ibu tetap
tegas membesarkan anak-anaknya sepenuh jiwa dan tenaga. Semua jenis pengorbanan
akan dilakukan, keringat dan air mata menghiasi perjalanan hidupnya. The power
of love.
Demi
sebuah cinta, akar pohon rela membenamkan dirinya untuk mengalirkan sari-sari
makan demi sebuah pertumbuhan batang dan daun diatasnya. Ia rela tak
menampakkan diri demi keindahan pohon yang ditopangnya. Sebab kerja akar adalah
untuk sebuah cinta, bukan untuk yang lain. Mencintai berarti mengalirkan segala
kebaikan untuk sebuah kebahagiaan yang dicintainya.
Cinta itu
sebatang kayu yang baik. Akarnya tetap
di bumi dan cabangnya di langit. Buahnya lahir di hati dan pada lidah dan
anggota-anggota badan. Ditunjukkan oleh cinta pengaruh-pengaruh. Seperti asap
dalam api, seperti buah dalam pohon, seperti pena dalam karya, dan seperti
udara dalam hembusan nafas-nafas.
Demi
cintanya kepada manusia, Rasulullah telah mengalirkan segala kebaikan dan
kemuliaan. Ketulusan dan pengorbanan tak berhenti mengalir, meski hinaan dan
cacian justru yang didapatkan. Terjalnya bukit dan licinnya jalan tak
menghalangi kesabarannya untuk terus menumbuhkan kesadaran manusia akan
kemuliaan agama Allah.
Meski
sering menghina, namun di kala sakit, Rasulullah justru yang pertama kali
menengok dan mendoakan sang penghina itu. Meski mulutnya terus menista
Rasulullah, namun setiap kali itu pula Rasulullah justru memberikan sedekah dan
bahkan menyuapinya dengan makanan yang telah dilembutkan kepada sang penghina
buta di pojok kota itu.
Cinta
Rasulullah kepada manusia adalah cinta terindah tiada bandingannya. Kala ada
seorang sahabat Rasul tak memiliki bekal untuk kehidupan akherat kecuali rasa
cinta kepada beliau, dengan lembat Rasulullah menjawab, kelak di akherat engkau
akan bersama dengan orang yang kau cintai.
Cintanya
Rasulullah kepada manusia melebihi cintanya mentari pagi kepada daun-daun,
melebihi cintanya hujan kepada tanah-tanah gersang, melebihi air pada
akar-akar. Indahnya cinta cahaya bulan kepada malampun tak mampu mengalahkan
indahnya cinta Rasulullah kepada manusia. Dakwah dan perjuangan Rasulullah
adalah bukti cintanya kepada seluruh manusia.
Di atas
segala curahan cinta, kehadiran Rasulullah adalah bukti cinta Allah kepada
keselamatan dan kebahagiaan seluruh manusia. Gunung, lautan, udara, tanah,
pohon, air, matahari, bulan dan alam semesta lainny adalah bukti cinta Sang
Maha Cinta kepada manusia dan kehidupan.
Jika
Allah dan Rasulullah begitu tinggi cintanya kepada manusia, maka seharusnya
cinta tertinggi manusia juga hanya kepada Allah dan Rasulullah, bukan untuk
yang lain. Namun jika harus mencintai
yang lain, cintailah karena Allah. pantaskan diri kita menjadi pribadi yang
dicintai Allah dan Rasulullah di dunia dan akherat.
Mencintai
Allah dan Rasulullah hanya bisa diwujudkan dengan mengalirkan segala yang kita
miliki untuk mengabdi dan tunduk atas seluruh perintah Allah dan Rasulullah.
Tak ada ketundukan kecuali kepada Allah dan Rasulullah, jika kita benar-benar
cinta. Cinta tanpa pamrih, sebab Allah Maha Cinta kepada hamba-hambaNya yang
mencintaiNya.
Peristiwa
besar aksi bela Islam yang telah menjadi sejarah gemilang bagi kesadaran
kebangkitan umat Islam Indonesia adalah sebuah refleksi cinta kepada Allah,
Rasulullah dan agama Islam. Cintalah yang menggerakakkan jutaan kaum muslimin
untuk berkumpul dan menyerukan pembelaan terhadap Islam dari penistaan
gerombolan kaum durjana beserta para cecunguknya.
Tetaplah
berjalan di atas jalan dakwah dan perjuangan Islam, jangan pernah berhenti, sebab
itulah jalan para pecinta Allah dan Rasulullah. Mengorbankan segala apa yang
dimiliki, menghadapi segala ujian, hadangan dan hambatan. Terus mengobarkan
spirit pengabdian dengan luapan cinta kepada Allah Sang Maha Pencipta.
KepadaMu
aku bersujud, Ya Rabbi. Di hadiratMu kupasrahkan diriku. Ku letakkan dahiku di
bawah kuasaMu. Mahasuci Engkau, duhai Sang Mahacinta. Kumohon cintaMu dan cinta
orang-orang yang mencintaiMu, serta semua amalan yang mendekatkan aku kepada
cintaMu. The power of love, tak ada yang lebih indah dari kalimat ini.
Altruisme atau
altruistik adalah konsep yang menggambarkan sikap untuk bertindak demi
kesejahteraan orang lain, bahkan seringkali harus mengorbankan kepentingan diri
sendiri. Altruisme ditandai oleh niat yang tulus dan ikhlas untuk membantu
orang lain atau berkontribusi pada kebaikan. Individu yang memiliki sifat
altruistik mungkin terdorong oleh empati mendalam terhadap orang lain, rasa
tanggung jawab sosial, atau nilai-nilai moral. Pribadi altruistik tidak hanya
sampai pada simpati, namun empati yang melahirkan sikap dan tindakan.
Altruisme dapat
mengambil berbagai bentuk, mulai dari tindakan kecil sehari-hari dalam membantu
dan berbuat baik kepada orang lain hingga tindakan yang lebih besar, seperti
menjadi relawan, memberikan sumbangan filantropi, atau bahkan pengorbanan diri
demi kebaikan orang lain. Altruisme bisa dilakukan siapa saja untuk kebaikan
apa saja. Altruisme bersifat universal dengan memahami bahwa nilai-nilai
kemanusiaan adalah bagian dari misi semua orang.
Teori-teori tentang
altruisme masih menjadi perdebatan di antara para peneliti dalam bidang
psikologi, sosiologi, dan filsafat. Beberapa berpendapat bahwa altruisme dipicu
secara intrinsik oleh keinginan untuk membantu orang lain, sedangkan yang lain
berpendapat bahwa tindakan altruistik juga dapat dipengaruhi oleh faktor
seperti reciprocité (balasan timbal balik), penguatan sosial, atau kepuasan
pribadi. Artinya banyak faktor pendorong bagi orang yang melakukan kebaikan
bagi orang lain. Termasuk dorongan spiritual juga menjadi aspek penting bagi
lahirnya karakter altruistik ini.
Terlepas dari motivasi
yang mendasarinya, altruisme memainkan peran penting dalam hubungan
antarmanusia, memfasilitasi kerjasama, empati, dan solidaritas. Altruisme juga
dapat berkontribusi pada perbaikan masyarakat secara keseluruhan dengan
menciptakan lingkungan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang
paling rentan.
Perlu dicatat bahwa
altruisme tidak boleh disamakan dengan altruisme tanpa syarat, yang mengacu
pada kecenderungan untuk membantu orang lain tanpa harapan reciprocité (timbal
balik) atau penghargaan. Meskipun altruisme tanpa syarat terlihat ideal,
menerapkannya dalam semua situasi dapat sulit dan menimbulkan pertanyaan
kompleks tentang batasan dan konsekuensi dari bantuan tanpa pamrih. Idealnya
sifat altruistik ini didorong oleh energi spiritual, dalam Islam disebut ridho
Allah.
Secara umum, altruisme
adalah perilaku yang melibatkan kepedulian terhadap orang lain dan upaya untuk
mempromosikan kesejahteraan mereka, bahkan jika itu mengorbankan kepentingan
diri sendiri. Ini adalah sifat yang dihargai dalam banyak budaya dan dapat
memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan
solidaritas.
Sebagai agama sempurna,
Islam juga mengajarkan dan mendorong praktik altruistik dalam kehidupan
sehari-hari. Prinsip-prinsip ajaran Islam mendorong umat Muslim untuk berlaku
baik terhadap sesama manusia dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Beberapa konsep dalam
Islam yang berkaitan dengan altruisme antara lain: Pertama, Zakat. Zakat adalah
kewajiban bagi umat Muslim yang mampu untuk memberikan sebagian dari kekayaan
mereka kepada mereka yang kurang beruntung. Ini adalah bentuk zakat yang
diwajibkan untuk diberikan kepada golongan tertentu seperti fakir miskin, orang-orang
yang terlilit hutang, para musafir yang terjebak, dan lain-lain. Praktik zakat
mendorong kesadaran dan kepedulian terhadap kondisi orang-orang yang kurang
beruntung dalam masyarakat.
Kedua, sadaqah. Sadaqah
merupakan bentuk sumbangan sukarela yang dapat diberikan oleh individu sesuai
dengan kemampuannya. Sadaqah dapat berupa memberikan bantuan kepada orang
miskin, membantu yatim piatu, menyumbangkan makanan kepada yang lapar, dan
sebagainya. Hal ini menunjukkan pentingnya kepedulian terhadap orang lain dan
memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Ketiga, khidmat
masyarakat. Islam mengajarkan pentingnya membantu dan melayani masyarakat
secara luas. Memberikan bantuan kepada tetangga, merawat orang sakit, membantu
dalam upaya membersihkan lingkungan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sukarela
untuk kemaslahatan umum adalah beberapa contoh dari praktek khidmat masyarakat
dalam Islam.
Keempat, kasih sayang
dan perhatian terhadap sesama. Islam mengajarkan pentingnya memiliki sikap
welas asih, kasih sayang, dan perhatian terhadap sesama manusia. Memperlihatkan
empati, membantu orang dalam kesulitan, memberikan nasihat yang baik, dan
merespons kebutuhan orang lain dengan penuh perhatian adalah beberapa sikap
yang ditekankan dalam Islam.
Dalam ajaran Islam,
kebaikan terhadap sesama manusia dianggap sebagai bentuk ibadah dan cara untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan menerapkan prinsip-prinsip altruisme
ini, umat muslim diharapkan untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat
yang lebih adil, empati, dan saling peduli.
Semua Nabi dan Rasul
memiliki karakter altruistik, salah satunya adalah Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail. Aspek altruistik Nabi Ibrahim bisa menjadi inspirasi bagi umat Islam
dan manusia seluruh dunia. Nabi Ibrahim (Abraham) adalah salah satu tokoh
sentral dalam agama Islam dan dihormati sebagai salah satu nabi terbesar. Dalam
sejarahnya, terdapat beberapa aspek altruisme yang terkait dengan kehidupan
Nabi Ibrahim.
Pertama, keinginan
untuk memperbaiki masyarakat. Nabi Ibrahim menunjukkan sifat altruistik dengan
berusaha memperbaiki masyarakat dan menyebarkan ajaran tauhid (kepercayaan
kepada Allah yang Maha Esa). Meskipun hidup di tengah masyarakat yang menyembah
berhala, Nabi Ibrahim berjuang melawan penyembahan berhala dan mengajak orang
lain untuk menyembah Allah yang hakiki.
Kedua, Pengorbanan
pribadi: Salah satu aspek paling terkenal dari kehidupan Nabi Ibrahim adalah
kisah pengorbanan putranya, Nabi Ismail (Ishmael), sebagaimana diceritakan
dalam Al-Quran. Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah untuk mengorbankan
putranya sebagai tanda kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya. Meskipun hal ini
merupakan pengujian yang sangat berat, Nabi Ibrahim bersedia melaksanakan
perintah Allah hingga pada akhirnya Allah menggantikan Ismail dengan seekor
domba sebagai pengorbanan.
Ketiga, kebijaksanaan
dan perjuangan untuk kebenaran. Nabi Ibrahim juga menunjukkan sifat-sifat
altruistik melalui kebijaksanaan dan perjuangannya untuk menegakkan kebenaran
agama Allah. Dia tidak takut untuk menentang kekuasaan dan otoritas yang korup
yakni namrud, dan dengan penuh keberanian menyampaikan pesan tauhid dan
mengajak manusia kembali kepada Allah.
Keempat, keterbukaan
dan keramahan terhadap tamu. Nabi Ibrahim terkenal dengan keramahannya terhadap
tamu yang datang kepadanya. Dalam cerita perjumpaannya dengan tiga tamu yang
ternyata utusan Allah, Nabi Ibrahim dengan rendah hati menyambut mereka,
memberi mereka makanan, dan memberikan mereka pelayanan yang baik. Hal ini
menunjukkan sikap pemurah dan perhatiannya terhadap orang lain.
Dalam semua aspek ini,
Nabi Ibrahim menjadi contoh teladan bagi umat Muslim tentang pentingnya sikap
altruisme, pengorbanan, keberanian, kebijaksanaan, dan keramahan terhadap
sesama. Ajaran-ajarannya menginspirasi umat Muslim untuk bertindak dengan belas
kasihan, kebaikan, dan keadilan dalam menjalin hubungan dengan Allah dan sesama
manusia.
Jika membincangkan Nabi
Ibrahim, maka belum sempurna tanpa membahas Nabi Ismail. Aspek altruisme Nabi
Ismail juga tidak lebih indah dibandingkan ayahnya. Nabi Ismail adalah salah
satu nabi yang juga memiliki aspek-aspek altruistik dalam kehidupannya.
Meskipun dalam Al-Quran tidak banyak diceritakan tentang Nabi Ismail, terdapat
beberapa aspek altruisme yang dapat ditemukan dalam kisahnya.
Pertama, kesediaan
untuk dikorbankan. Dalam kisah pengorbanan yang diperintahkan oleh Allah kepada
Nabi Ibrahim, Nabi Ismail bersedia untuk dikorbankan demi ketaatan kepada
Allah. Meskipun dia masih muda pada saat itu, Nabi Ismail menunjukkan
ketundukan dan kesiapan untuk mengorbankan dirinya sebagai bentuk kesetiaan
kepada Allah.
Kedua, kehidupan dalam
ketaatan. Nabi Ismail hidup dalam ketaatan kepada Allah dan mengikuti ajaran
yang diterima dari Nabi Ibrahim. Dia menunjukkan sikap sabar, tawakal, dan
ketundukan terhadap kehendak Allah dalam kehidupannya. Ketaatan totalitas atas
perintah Allah menjadi contoh yang indah bagi umat Islam selanjutnya. Sebab
masuk Islam harus kaffah, bukan parsial. Ketaatan kepada Allah harus totalitas.
Ketiga, kontribusi
dalam membangun Ka'bah. Dalam tradisi Islam, Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim
dikaitkan dengan pembangunan Ka'bah di Makkah. Kisah ini menunjukkan kerja
keras, dedikasi, dan kontribusi Nabi Ismail dalam membangun tempat suci yang
menjadi pusat ibadah bagi umat Muslim di seluruh dunia. Ini adalah sifat
altruistik yang luar biasa, sebab hingga kini Ka’bah menjadi kiblat umat Islam
sedunia hingga hari kiamat.
Meskipun kisah-kisah
tentang Nabi Ismail terbatas dalam sumber-sumber Islam, sikap-sikap altruistik
seperti kesediaannya untuk mengorbankan diri dan hidup dalam ketaatan kepada
Allah memberikan contoh tentang pentingnya pengorbanan, tawakal, dan ketundukan
dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah dan dalam berhubungan
dengan sesama manusia, khususnya dalam menghidupkan agama Allah sehingga Islam
terus ada hingga masa kita hari ini.
(Kota
Hujan, 18/03/24 M – 8 Ramadhan 1445 H, 05:35 WIB)