[8] THE POWER OF RAMADHAN - Ahmad Sastra.com

Breaking

Senin, 18 Maret 2024

[8] THE POWER OF RAMADHAN



 

Oleh : Ahmad Sastra 

 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran : 110).

 

Alhamdulillah, kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari ke delapan bulan suci Ramadhan 1445 H. Tiada kata yang paling indah, kecuali kata terima kasih sebagai tanda kesyukuran hamba kepada Allah atas indahnya nikmat Ramadhan. Di saat kita bangun pagi hari Senin tanggal 18 Maret 2024 M, berarti Allah masih memberikan usia dan kesempatan kepada kita untuk merasakan bulan istimewa ini. Memasuki hari ke 8 Ramadhan 1445 H semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keistiqomahan dalam menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya.

 

Ramadhan adalah bulan dimana hubungan seorang hamba dengan Allah mencapai derajat yang paling tinggi, sebab selain ibadah-ibadah rutin sebagaimana biasa, Ramadhan ada ibadah khusus, yakni berpuasa selama sebulan. Puasa inilah yang melejitkan ruh atau keterhubungan dengan Allah seorang muslim.

 

Keimanan itu melahirkan ketaqwaan, sementara ketaqwaan mewujudkan rasa cinta kepada Allah dan RasulNya. Sebab iman dan taqwa terefleksi pada penghambaan dimana muncul perasaan rela untuk menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah dan Rasulullah. Kecintaan kepada Allah dan Rasulullah melahirkan rasa cinta dan peduli kepada orang lain. Kecintaan kepada orang lain dengan berbagi biasanya disebut dengan istilah altruisme. Ramadhan melahirkan kekuatan cinta dan kepedulian.

 

Cinta sesungguhnya bersifat naluriah, sebagaimana cinta induk hewa kepada anak-anaknya. Demi naluri cinta dan kasih sayang, seekor induk ayam rela letih, lapar, kurang tidur dan menghabiskan waktu untuk memberikan kehangatan telur-telurnya hingga anak-anak ayam itu menetas. Atas kekuatan cinta pula, sayap-sayap  induk ayam itu mendekap anak-anaknya saat udara dingin atau hujan, begitupun saat anak-anaknya mendapat  ancaman dari luar.

 

Jika sang induk ayam melihat tebaran makanan, tidak lantas dimakannya, namun mempersilahkan anak-anaknya untuk memakannya, meskipun perut sang induk sebenarnya lapar. Sang induk ayampun tak segan untuk menyerang siapapun yang mencoba untuk mengganggu anak-anaknya, meski lawan itu lebih kuat dari dirinya, meski jika dirinya harus mati sekalipun. The power of love. 

 

Karena kekuatan cinta, seorang ibu rela menahan letih dan kepayahan mengandung bayi selama sembilan bulan sepuluh hari. Tak nyaman saat tidur, tak leluasa bergerak, beban semakin berat dan terus menjaga bayi dalam perutnya sepanjang waktu dan tempat.

 

Saat sang anak hadir ke dunia, sang ibu langsung mendekapnya dengan penuh cinta tak terkira. Rasa sakit yang sangat saat melahirkan, hilang begitu saja saat mata melihat kehadiran sang buah hati yang sekian lama dinanti. Meski kadang ditinggal pasangan hidupnya, entah cerai atau meninggal, seorang ibu tetap tegas membesarkan anak-anaknya sepenuh jiwa dan tenaga. Semua jenis pengorbanan akan dilakukan, keringat dan air mata menghiasi perjalanan hidupnya. The power of love.

 

Demi sebuah cinta, akar pohon rela membenamkan dirinya untuk mengalirkan sari-sari makan demi sebuah pertumbuhan batang dan daun diatasnya. Ia rela tak menampakkan diri demi keindahan pohon yang ditopangnya. Sebab kerja akar adalah untuk sebuah cinta, bukan untuk yang lain. Mencintai berarti mengalirkan segala kebaikan untuk sebuah kebahagiaan yang dicintainya.

 

Cinta itu sebatang kayu  yang baik. Akarnya tetap di bumi dan cabangnya di langit. Buahnya lahir di hati dan pada lidah dan anggota-anggota badan. Ditunjukkan oleh cinta pengaruh-pengaruh. Seperti asap dalam api, seperti buah dalam pohon, seperti pena dalam karya, dan seperti udara dalam hembusan nafas-nafas.

 

Demi cintanya kepada manusia, Rasulullah telah mengalirkan segala kebaikan dan kemuliaan. Ketulusan dan pengorbanan tak berhenti mengalir, meski hinaan dan cacian justru yang didapatkan. Terjalnya bukit dan licinnya jalan tak menghalangi kesabarannya untuk terus menumbuhkan kesadaran manusia akan kemuliaan agama Allah.

 

Meski sering menghina, namun di kala sakit, Rasulullah justru yang pertama kali menengok dan mendoakan sang penghina itu. Meski mulutnya terus menista Rasulullah, namun setiap kali itu pula Rasulullah justru memberikan sedekah dan bahkan menyuapinya dengan makanan yang telah dilembutkan kepada sang penghina buta di pojok kota itu.

 

Cinta Rasulullah kepada manusia adalah cinta terindah tiada bandingannya. Kala ada seorang sahabat Rasul tak memiliki bekal untuk kehidupan akherat kecuali rasa cinta kepada beliau, dengan lembat Rasulullah menjawab, kelak di akherat engkau akan bersama dengan orang yang kau cintai.

 

Cintanya Rasulullah kepada manusia melebihi cintanya mentari pagi kepada daun-daun, melebihi cintanya hujan kepada tanah-tanah gersang, melebihi air pada akar-akar. Indahnya cinta cahaya bulan kepada malampun tak mampu mengalahkan indahnya cinta Rasulullah kepada manusia. Dakwah dan perjuangan Rasulullah adalah bukti cintanya kepada seluruh manusia.

 

Di atas segala curahan cinta, kehadiran Rasulullah adalah bukti cinta Allah kepada keselamatan dan kebahagiaan seluruh manusia. Gunung, lautan, udara, tanah, pohon, air, matahari, bulan dan alam semesta lainny adalah bukti cinta Sang Maha Cinta kepada manusia dan kehidupan.   

 

Jika Allah dan Rasulullah begitu tinggi cintanya kepada manusia, maka seharusnya cinta tertinggi manusia juga hanya kepada Allah dan Rasulullah, bukan untuk yang lain. Namun  jika harus mencintai yang lain, cintailah karena Allah. pantaskan diri kita menjadi pribadi yang dicintai Allah dan Rasulullah di dunia dan akherat.

 

Mencintai Allah dan Rasulullah hanya bisa diwujudkan dengan mengalirkan segala yang kita miliki untuk mengabdi dan tunduk atas seluruh perintah Allah dan Rasulullah. Tak ada ketundukan kecuali kepada Allah dan Rasulullah, jika kita benar-benar cinta. Cinta tanpa pamrih, sebab Allah Maha Cinta kepada hamba-hambaNya yang mencintaiNya.

 

Peristiwa besar aksi bela Islam yang telah menjadi sejarah gemilang bagi kesadaran kebangkitan umat Islam Indonesia adalah sebuah refleksi cinta kepada Allah, Rasulullah dan agama Islam. Cintalah yang menggerakakkan jutaan kaum muslimin untuk berkumpul dan menyerukan pembelaan terhadap Islam dari penistaan gerombolan kaum durjana beserta para cecunguknya.

 

Tetaplah berjalan di atas jalan dakwah dan perjuangan Islam, jangan pernah berhenti, sebab itulah jalan para pecinta Allah dan Rasulullah. Mengorbankan segala apa yang dimiliki, menghadapi segala ujian, hadangan dan hambatan. Terus mengobarkan spirit pengabdian dengan luapan cinta kepada Allah Sang Maha Pencipta.

 

KepadaMu aku bersujud, Ya Rabbi. Di hadiratMu kupasrahkan diriku. Ku letakkan dahiku di bawah kuasaMu. Mahasuci Engkau, duhai Sang Mahacinta. Kumohon cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu, serta semua amalan yang mendekatkan aku kepada cintaMu. The power of love, tak ada yang lebih indah dari kalimat ini.

 

Altruisme atau altruistik adalah konsep yang menggambarkan sikap untuk bertindak demi kesejahteraan orang lain, bahkan seringkali harus mengorbankan kepentingan diri sendiri. Altruisme ditandai oleh niat yang tulus dan ikhlas untuk membantu orang lain atau berkontribusi pada kebaikan. Individu yang memiliki sifat altruistik mungkin terdorong oleh empati mendalam terhadap orang lain, rasa tanggung jawab sosial, atau nilai-nilai moral. Pribadi altruistik tidak hanya sampai pada simpati, namun empati yang melahirkan sikap dan tindakan.

 

Altruisme dapat mengambil berbagai bentuk, mulai dari tindakan kecil sehari-hari dalam membantu dan berbuat baik kepada orang lain hingga tindakan yang lebih besar, seperti menjadi relawan, memberikan sumbangan filantropi, atau bahkan pengorbanan diri demi kebaikan orang lain. Altruisme bisa dilakukan siapa saja untuk kebaikan apa saja. Altruisme bersifat universal dengan memahami bahwa nilai-nilai kemanusiaan adalah bagian dari misi semua orang.

 

Teori-teori tentang altruisme masih menjadi perdebatan di antara para peneliti dalam bidang psikologi, sosiologi, dan filsafat. Beberapa berpendapat bahwa altruisme dipicu secara intrinsik oleh keinginan untuk membantu orang lain, sedangkan yang lain berpendapat bahwa tindakan altruistik juga dapat dipengaruhi oleh faktor seperti reciprocité (balasan timbal balik), penguatan sosial, atau kepuasan pribadi. Artinya banyak faktor pendorong bagi orang yang melakukan kebaikan bagi orang lain. Termasuk dorongan spiritual juga menjadi aspek penting bagi lahirnya karakter altruistik ini.

 

Terlepas dari motivasi yang mendasarinya, altruisme memainkan peran penting dalam hubungan antarmanusia, memfasilitasi kerjasama, empati, dan solidaritas. Altruisme juga dapat berkontribusi pada perbaikan masyarakat secara keseluruhan dengan menciptakan lingkungan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang paling rentan.

 

Perlu dicatat bahwa altruisme tidak boleh disamakan dengan altruisme tanpa syarat, yang mengacu pada kecenderungan untuk membantu orang lain tanpa harapan reciprocité (timbal balik) atau penghargaan. Meskipun altruisme tanpa syarat terlihat ideal, menerapkannya dalam semua situasi dapat sulit dan menimbulkan pertanyaan kompleks tentang batasan dan konsekuensi dari bantuan tanpa pamrih. Idealnya sifat altruistik ini didorong oleh energi spiritual, dalam Islam disebut ridho Allah.

 

Secara umum, altruisme adalah perilaku yang melibatkan kepedulian terhadap orang lain dan upaya untuk mempromosikan kesejahteraan mereka, bahkan jika itu mengorbankan kepentingan diri sendiri. Ini adalah sifat yang dihargai dalam banyak budaya dan dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan solidaritas.

 

Sebagai agama sempurna, Islam juga mengajarkan dan mendorong praktik altruistik dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip ajaran Islam mendorong umat Muslim untuk berlaku baik terhadap sesama manusia dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

 

Beberapa konsep dalam Islam yang berkaitan dengan altruisme antara lain: Pertama, Zakat. Zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim yang mampu untuk memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada mereka yang kurang beruntung. Ini adalah bentuk zakat yang diwajibkan untuk diberikan kepada golongan tertentu seperti fakir miskin, orang-orang yang terlilit hutang, para musafir yang terjebak, dan lain-lain. Praktik zakat mendorong kesadaran dan kepedulian terhadap kondisi orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat.

 

Kedua, sadaqah. Sadaqah merupakan bentuk sumbangan sukarela yang dapat diberikan oleh individu sesuai dengan kemampuannya. Sadaqah dapat berupa memberikan bantuan kepada orang miskin, membantu yatim piatu, menyumbangkan makanan kepada yang lapar, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan pentingnya kepedulian terhadap orang lain dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.

 

Ketiga, khidmat masyarakat. Islam mengajarkan pentingnya membantu dan melayani masyarakat secara luas. Memberikan bantuan kepada tetangga, merawat orang sakit, membantu dalam upaya membersihkan lingkungan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sukarela untuk kemaslahatan umum adalah beberapa contoh dari praktek khidmat masyarakat dalam Islam.

 

Keempat, kasih sayang dan perhatian terhadap sesama. Islam mengajarkan pentingnya memiliki sikap welas asih, kasih sayang, dan perhatian terhadap sesama manusia. Memperlihatkan empati, membantu orang dalam kesulitan, memberikan nasihat yang baik, dan merespons kebutuhan orang lain dengan penuh perhatian adalah beberapa sikap yang ditekankan dalam Islam.

 

Dalam ajaran Islam, kebaikan terhadap sesama manusia dianggap sebagai bentuk ibadah dan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan menerapkan prinsip-prinsip altruisme ini, umat muslim diharapkan untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, empati, dan saling peduli.

 

Semua Nabi dan Rasul memiliki karakter altruistik, salah satunya adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Aspek altruistik Nabi Ibrahim bisa menjadi inspirasi bagi umat Islam dan manusia seluruh dunia. Nabi Ibrahim (Abraham) adalah salah satu tokoh sentral dalam agama Islam dan dihormati sebagai salah satu nabi terbesar. Dalam sejarahnya, terdapat beberapa aspek altruisme yang terkait dengan kehidupan Nabi Ibrahim.

 

Pertama, keinginan untuk memperbaiki masyarakat. Nabi Ibrahim menunjukkan sifat altruistik dengan berusaha memperbaiki masyarakat dan menyebarkan ajaran tauhid (kepercayaan kepada Allah yang Maha Esa). Meskipun hidup di tengah masyarakat yang menyembah berhala, Nabi Ibrahim berjuang melawan penyembahan berhala dan mengajak orang lain untuk menyembah Allah yang hakiki.

 

Kedua, Pengorbanan pribadi: Salah satu aspek paling terkenal dari kehidupan Nabi Ibrahim adalah kisah pengorbanan putranya, Nabi Ismail (Ishmael), sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran. Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya sebagai tanda kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya. Meskipun hal ini merupakan pengujian yang sangat berat, Nabi Ibrahim bersedia melaksanakan perintah Allah hingga pada akhirnya Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba sebagai pengorbanan.

 

Ketiga, kebijaksanaan dan perjuangan untuk kebenaran. Nabi Ibrahim juga menunjukkan sifat-sifat altruistik melalui kebijaksanaan dan perjuangannya untuk menegakkan kebenaran agama Allah. Dia tidak takut untuk menentang kekuasaan dan otoritas yang korup yakni namrud, dan dengan penuh keberanian menyampaikan pesan tauhid dan mengajak manusia kembali kepada Allah.

 

Keempat, keterbukaan dan keramahan terhadap tamu. Nabi Ibrahim terkenal dengan keramahannya terhadap tamu yang datang kepadanya. Dalam cerita perjumpaannya dengan tiga tamu yang ternyata utusan Allah, Nabi Ibrahim dengan rendah hati menyambut mereka, memberi mereka makanan, dan memberikan mereka pelayanan yang baik. Hal ini menunjukkan sikap pemurah dan perhatiannya terhadap orang lain.

 

Dalam semua aspek ini, Nabi Ibrahim menjadi contoh teladan bagi umat Muslim tentang pentingnya sikap altruisme, pengorbanan, keberanian, kebijaksanaan, dan keramahan terhadap sesama. Ajaran-ajarannya menginspirasi umat Muslim untuk bertindak dengan belas kasihan, kebaikan, dan keadilan dalam menjalin hubungan dengan Allah dan sesama manusia.

 

Jika membincangkan Nabi Ibrahim, maka belum sempurna tanpa membahas Nabi Ismail. Aspek altruisme Nabi Ismail juga tidak lebih indah dibandingkan ayahnya. Nabi Ismail adalah salah satu nabi yang juga memiliki aspek-aspek altruistik dalam kehidupannya. Meskipun dalam Al-Quran tidak banyak diceritakan tentang Nabi Ismail, terdapat beberapa aspek altruisme yang dapat ditemukan dalam kisahnya.

 

Pertama, kesediaan untuk dikorbankan. Dalam kisah pengorbanan yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, Nabi Ismail bersedia untuk dikorbankan demi ketaatan kepada Allah. Meskipun dia masih muda pada saat itu, Nabi Ismail menunjukkan ketundukan dan kesiapan untuk mengorbankan dirinya sebagai bentuk kesetiaan kepada Allah.

 

Kedua, kehidupan dalam ketaatan. Nabi Ismail hidup dalam ketaatan kepada Allah dan mengikuti ajaran yang diterima dari Nabi Ibrahim. Dia menunjukkan sikap sabar, tawakal, dan ketundukan terhadap kehendak Allah dalam kehidupannya. Ketaatan totalitas atas perintah Allah menjadi contoh yang indah bagi umat Islam selanjutnya. Sebab masuk Islam harus kaffah, bukan parsial. Ketaatan kepada Allah harus totalitas.

 

Ketiga, kontribusi dalam membangun Ka'bah. Dalam tradisi Islam, Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dikaitkan dengan pembangunan Ka'bah di Makkah. Kisah ini menunjukkan kerja keras, dedikasi, dan kontribusi Nabi Ismail dalam membangun tempat suci yang menjadi pusat ibadah bagi umat Muslim di seluruh dunia. Ini adalah sifat altruistik yang luar biasa, sebab hingga kini Ka’bah menjadi kiblat umat Islam sedunia hingga hari kiamat.

 

Meskipun kisah-kisah tentang Nabi Ismail terbatas dalam sumber-sumber Islam, sikap-sikap altruistik seperti kesediaannya untuk mengorbankan diri dan hidup dalam ketaatan kepada Allah memberikan contoh tentang pentingnya pengorbanan, tawakal, dan ketundukan dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah dan dalam berhubungan dengan sesama manusia, khususnya dalam menghidupkan agama Allah sehingga Islam terus ada hingga masa kita hari ini.

 

(Kota Hujan, 18/03/24 M – 8 Ramadhan 1445 H, 05:35 WIB)

 

 

 


__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories