Oleh : Ahmad
Sastra
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran :
110).
Alhamdulillah,
kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power Of Ramadhan hari terakhir
dari bulan suci ini, yakni hari ke tigapuluh Ramadhan 1445 H atau 2024 M.
Adalah anugerah sangat besar karena kita telah diberikan kekuatan oleh Allah
sehingga telah sampai pada garus finish perjalanan spiritual sepanjang bulan
suci ini. Bagi orang-orang beriman,
puasa Ramadhan adalah sebuah kenikmatan spiritual, sementara bagi yang tak
beriman, puasa adalah beban yang memberatkan.
Berakhirnya
Ramadhan, umat Islam akan merayakan Idul Fitri. Hari raya idul fitri yang
didalamnya dilantunkan kalimat takbir, tahlil, dan tahmid adalah hari
kebahagiaan bagi orang-orang beriman karena mereka kembali suci tanpa dosa
sebagaimana seorang bayi yang baru dilahirkan.
Rasulullah
SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT
telah mewajibkan puasa Ramadhan atas kalian dan Aku mensunnahkan kepada kalian
shalat pada malamnya. Maka barang siapa yang melaksanakan puasa dan qiyam
Ramadhan dengan landasan keimanan dan semata-mata mengharap ridho Allah SWT,
maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya (HR
An Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada kanjeng nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan kita
bagaimana menjadi teladan dalam kehidupan. Sebagai orang yang mengaku umat Nabi
Muhammad, selayaknya kita meneladani
nabi Muhammad SAW dalam menjalani kehidupan kita di dunia. Ciri utama orang
beriman yang akan mencapai kebahagiaan adalah orang yang beriman kepada Allah
dan mengikuti jalan Rasulullah Muhammad SAW.
Rasulullah menyayangi
keluarga, mendidik generasi muda dan membangun masjid sebagai tempat
mengajarkan Islam. Para generasi muda yang disiapkan dan di kader oleh
Rasulullah adalah : Ali bin abi tholib dan Zubair bim awwam yang berusia 8
tahun. Thalhah berusia 11 tahun. Al Arqam berusia 12 tahun, Abdullah bin mas'ud
14 tahun. Sa'ad bin abi Waqas 17 tahun dan para pemuda lainya.
Kenapa Rasulullah
melakukan pengkaderan kepada para pemuda. Sebab Rasulullah sadar betul bahwa
pemuda adalah pilar kebangkitan. Setiap ada kebangkitan, maka pemuda adalah rahasia kekuatannya. Pemuda
adalah pengibar panji-panjinya. Sesungguhnya kekuatan pertama adalah iman dan
buah dari iman adalah kesatuan sedang konsekuensi dari kesatuan adalah
kemenangan.
Para pemuda pewaris
perjuangan dan kebangkitan umat adalah mereka yang tak pernah lupa hakekat
hidup yang hanya sekali, tak pernah ragu memilih keabadian disisi Allah dan
terus menggaungkan suara kebenaran yang diyakininya. Sebab umat Islam
dilahirkan menjadi generasi terbaik. Untuk itu anak-anak muda muslim mesti
menggoreskan sejarah dan peradaban yang terbaik pula. Jangan pernah menjadi
golongan para pengecut yang keluar rumah
mereka dengan perasaan takut bercita-cita dan berjuang, yang membuat langkah
menjadi berat sehingga masa depan tampak kelam.
Untuk itu selayaknya
kita mendidik anak-anak kita dengan ajaran Islam agar kelak menjadi anak-anak
yang sholeh dan sholehah pejuang agama Allah. Mengapa mereka harus dididik,
karena pengaruh lingkungan bisa menjadikan anak-anak kita jauh dari agama. Selain
itu selayaknya kita menyipakan generasi muda penerus, yang bisa meneruskan
perjalanan Islam di desa kita, sebab kelak kita semua akan mati meninggalkan
dunia ini.
Siapa lagi kalau bukan
generasi muda dari anak-anak kita, anak-anak tetangga muslim kita yang bisa
meneruskan ajaran Islam di desa ini. Kaderisasi ini sangat penting, maka harus
dilakukan dengan sangat serius jika kita masih ingin Islam hidup. Berikutnya
kita harus berusaha membangun, memperkokoh dan menjaga masjid kita ini sebagai
tempat pengajaran Islam. Barang siapa diantara kita ikut membangun masjid di dunia, maka kelak di
akherat Allah akan membangunkan kita istana di taman syurga.
Meskipun kita hari ini
diliputi perasaan bahagia karena telah mencapai hari kemenangan, namun kita
juga layak bersedih, sebab berarti kita telah berpisah dengan bulan Ramadhan
yang mulia. Sebab bisa jadi Ramadhan kemarin adalah Ramadhan terakhir buat
kita. Bukankah kematian bisa datang setiap saat, baik orang tua maupun anak
muda, semua diantara kita akan mengalami kematian, capat atau lambat tinggal
menunggu waktu.
Dengan berakhirnya
bulan Ramadhan dan masuknya bulan Syawal selalu ada harapan kita kembali ke
fitrah. Kembali ke fitrah menjadi dambaan setiap muslim setelah menjalani puasa
bulan Ramadhan dan memasuki bulan Syawal.
Namun banyak yang tidak mengetahui makna fitrah yang sesungguhnya.
Tentang hakekat makna
fitrah ini, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an : " Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada
agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui", (QS. Ar-Rum [30] :
30).
Imam al Qurtubi dalam
tafsir al Qurtubi, mengutip gurunya, Abu Abbas, menyatakan, "Ayat tersebut
mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan kalbu (akal) anak Adam siap sedia
menerima kebenaran sebagaimana mata diciptakan siap untuk melihat dan telinga
siap untuk mendengar. Selama kalbu anak Adam tetap dalam fitrahnya itu, maka ia
akan mengenali kebenaran. Agama Islam adalah agama yang benar"
Ayat diatas seakan
menyatakan, " Hadapkanlah wajahmu pada agama Allah yang lurus. Tetaplah
kamu diatas fitrahmu, yaitu tetaplah dalam karakteristik penciptaanmu dan
potensi kemanusiaan dalam dirimu yang menjadikan kamu siap menerima kebenaran.
Niscaya kamu akan siap menerima Islam dengan sukarela, ikhlas tanpa paksaan,
wajar dan tiada beban".
Dengan demikian kembali
pada fitrah memiliki arti kembali kepada syariah Allah, dalam arti menjalankan
perintah Allah dengan menetapi fitrah, yakni
menetapi karakteristik penciptaan manusia dan potensi insaniah untuk
siap menerima kebenaran Islam. Kebenaran adalah Islam. Sebab Islam bersumber
dari Allah zat yang telah menciptakan alam semesta dan manusia. Alhaqqu min
robbika wa laa takunanna minal mumtarin, kebenaran hanya dari Allah, jangan
pernah ragu. Bukan dari manusia atau agama selain Islam. Inilah yang dimaksud
kembali ke fitrah berarti kembali ke syariah Islam.
Sebenarnya bulan
Ramadhan telah menjadi moment yang sangat berharga dalam menumbuhkan kesadaran
kita untuk menetapi fitrah tersebut. Ramadhan telah menjadi latihan jasmani dan
rohani untuk senantiasa beramal semata-mata karena Allah. Dengan demikian
Ramadhan telah menumbuhkan perasaan selalu membutuhkan penciptaNya dan
membutuhkan petunjukNya.
Fitrah mengharuskan
manusia hanya menerima agama, ideologi dan sistem hidup yang sesuai dengan
fitrah manusia, dan menolak agama, ideologi dan sistem hidup yang bertentangan
dengan fitrah manusia. Islam diturunkan Allah sebagai agama, ideologi dan
sistem hidup yang sesuai dengan fitrah
manusia. Terbukti Islam selain meliputi aspek spiritual, Islam juga menjadi ideologi
dan sistem hidup yang menjadi solusi segala macam permasalahan hidup, baik
ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Islam telah menjadi solusi bagi
permasalahan individu, keluarga bahkan negara.
Agama-agama selain
Islam yang notabene hanya mengatur masalah spiritual dan ritual penyembahan
kepada tuhannya jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Demikian juga
ideologi dan sistem hidup selain Islam seperti komunisme, sekulerisme dan
pluralisme juga tidak sesuai dengan fitrah manusia. Komunisme tidak mengakui
adanya tuhan. Sekulerisme memisahkan
peran agama dalam urusan duniawi. Wajar jika majelis ulama
Indonesia menjatuhkan fakwa haram bagi
sistem hidup diatas.
Hanya Islam agama yang
sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah hanya akan menerima aturan yang sesuai
dengannya. Oleh karena itu sekali lagi bulan Syawal dengan harapan kembali ke
fitrah dengan menetapi dan mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap
menerima kebenaran Islam, mengharuskan kita hanya menerima Islam dan menolak
semua agama dan ideologi selain Islam. Sebab hanya Islam yang sesuai dengan
fitrah dan hanya Islam agama yang benar dan diridhoi Allah. Innadina
'indallahil Islam.
Jika fitrah adalah
karakteristik penciptaan manusia oleh Allah, maka menyimpang dari fitrah akan
berdampak buruk bagi kehidupan manusia itu sendiri. Setidaknya ada tiga dampak
buruk akibat dari penyimpangan manusia terhadap fitrahnya. Pertama, hilangnya
sifat kemanusiaan. Jika fitrah tak lagi ada dalam diri manusia, maka sifat-sifat kemanusiaan akan
tercerabut dari dalam dirinya. Sebab manusia itu akan menggunakan potensi
penglihatan, pendengaran dan hati serta akalnya bukan untuk menerima kebenaran
Islam.
Allah menilai manusia
yang telah tercabut dari fitrahnya sebagai manusia yang lebih sesat dari
binatang. Hal ini sesuai dengan firmanNya: “Mereka mempunyai hati, tetapi hati
itu tidak mereka gunakan untuk memahami ayat-ayat Allah; mereka mempunyai mata,
tetapi mata itu tidak mereka gunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah;
mereka mempunyai telinga, tetapi telinga itu tidak mereka gunakan untuk
mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih
sesat lagi.” ( QS. Al A'raf [7]: 179)
Kedua, akhibat dari
manusia yang telah tercabut dari fitrahnya adalah adanya hancurnya tatanan kehidupan di segala bidang. Akibatnya
lahirlah para pejabat yang korupsi dan serakah yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai
kekayaan. Dalam bidang sosial akan melahirkan
segala macam penyimpangan perilaku seperti seks bebas, aborsi, perjudian,
pelacuran, dan penyakit sosial
lainnya.
Inilah akibat dari
ditinggalkannya fitrah atau Islam sebagai sistem hidup. Jika manusia telah
meninggalkan Islam sebagai aturan hidup,
maka yang terjadi adalah kehidupan yang sempit. Sebagaimana firman
Allah : Siapa saja yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya
adalah penghidupan yang sempit (QS. Thaha [20] : 124)
Ketiga,
akibat dari tidak adanya fitrah atau Islam dari tata hidup manusia adalah
kerusakan alam. Manusia yang tak lagi menjadikan Islam sebagai pedoman hidup
akan cenderung merusak alam. Gunung digunduli dan diambil kayunya, akibatnya
banjir melanda dan meluluhlantakkan desa
dan kota.
Untuk itu setiap kali
datang bulan Syawal dan seterusnya, semoga kita semua kembali kepada fitrah.
Dalam arti memiliki kesadaran untuk kembali kepada Islam sebagai tuntunan hidup
dalam berbagai aspeknya. Sebab, penyimpangan manusia dari fitrahnya sebagai
manusia yang membutuhnya aturan-aturan dari sang pencipta Allah swt atau
syariah telah terbukti membawa akibat buruk seperti yang telah dicontohkan diatas. Untuk itu jika kita
berharap negeri ini keluar dari segala
macam krisis, maka manusia harus segera kembali ke fitrahnya, kembali kepada
Islam.
Dengan demikian
penerapan syariat Islam sebagai realisasi kembali kepada fitrah adalah sebuah
keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab tata kehidupan yang
dinaungi oleh peraturan dan hukum Allah dijamin akan mendatangkan kebaikan, keselamatan, kebahagiaan,
kesejahteraan dan keberkahan dari Allah swt, Tuhan semesta alam. Akhirnya
dengan moment berbahagia Idul Fitri ini, semoga kita semakin meningkat
kesadaran keislaman kita, keluarga kita, masyarakat kita dan para pemimpin
kita.
Semoga para pemimpin
bangsa ini memiliki kesadaran untuk bersegera menerapkan menjadikan Islam
sebagai sumber hukum dalam mengelola negara dan rakyatnya, agar hidup penuh berkah. Sebab ini adalah
janji Allah, dan janji Allah adalah kepastian. Innallaha laa yukhliful mii’ad.
Sungguh Allah tidak mengingkari janji. Semoga dengan datangnya idul fitri,
bukan hanya individu dan pemimpin yang bertaqwa, namun jauh lebih penting
adalah ketaqwaan negara.
Selamat Hari Raya Idul Fitri
1445 H, Mohon Maaf Lahir Batin
(Kota Hujan, 09/04/24 M
: 30 Ramadhan 1445 H : 05.45 WIB)