Oleh :
Ahmad Sastra
Berbagai bentuk
bencana alam seperti banjir bandang terjadi di hampir semua negara di dunia
ini, tidak ketinggalan juga di Indonesia. Sayangnya bangsa Indonesia ini tidak
cerdas untuk membaca setiap kejadian alam ini dari sudut pandang yang benar. Seringkali
sudut pandangnya salah, sehingga bencana alam bukan berhenti, namun semakin
banyak dan bertubi-tubi.
Kerusakan
alam berupa bencana dan kerusakan di darat dan di laut adalah karena perbuatan
manusia itu sendiri. Perbuatan manusia yang dimaksud adalah kemaksiatan yang
dilakukan oleh manusia. Dalam konteks ini masyarakat umum biasanya menjadi
korban pertama akibat kemaksiatan ini. Bencana alam seperti banjir adalah
akibat kemaksiatan berupa perusakan hutan atau menumpuknya sampah.
Penerapan
ideologi kapitalisme sekuler adalah maksiat terbesar yang menyebabkan berbagai
bentuk bencana alam yang diakibatkan oleh karena perilaku manusia. Cara pandang
kapitalisme atas alam adalah ekplorasi tanpa batas, tanpa hukum dan etika
sehingga berakibat buruk bagi lingkungan. Masyarakat yang tertimpa banjir
hanyalah korban keserakahan kaum kapitalis oligarki.
Allah menegaskan
fenomena kerusakan lingkungan akibat kemaksiatan manusia agar manusia kembali
ke jalan Allah dalam Surah Ar-Rum (30:41) : Telah tampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar
mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).
Peringatan
Allah juga terdapat pada Surah Al-A'raf (7:56) : Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Pada Surah
Al-Baqarah (2:205) juga terdapat peringatan Allah tentang kebinasaan akibat
perilaku manusia : Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi
untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang
ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
Firman Allah
adalah kebenaran mutlak, maka manusia harusnya belajar dari apapun yang
difrimankan Allah terkait dengan musibah, bencana dan kebinasaan. Diantara kebinasaan
suatu kaum terdahulu adalah karena perilaku maksiat para kapitalis atau
oligarki yang enggan mentaati perintah Allah. Kedustaan mereka atas perintah
Allah telah menyebabkan kaum itu dibinasakan oleh Allah.
Perhatikan
Surah Al-Isra (17:16) : Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka
Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Alam semesta
adalah ciptaan Allah, maka Allah lah yang menundukkan alam semesta, namun
banyak manusia yang tidak memahami ini, justru mereka malah melawan mendustakan
perintah Allah, hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Hajj (22:65) : Apakah kamu tidak
memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan bagimu apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin? Dan di
antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan."
Allah membenci
manusia yang selalu membuat berbagai kerusakan di muka bumi, khususnya perusak
lingkungan yang akan mengakibatkan bencana alam. Dalam Surah Al-Ankabut (29:36)
Allah mengingatkan agar manusia tidak berbuat kerusakan : Dan (Kami telah
mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata, 'Hai
kaumku, sembahlah Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu
berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan'.
Ayat-ayat
di atas menegaskan bahwa kerusakan di bumi, baik itu di darat maupun di laut,
sering kali disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah SWT mengingatkan
umat manusia untuk tidak berbuat kerusakan dan selalu menjaga kelestarian bumi
serta mentaati perintah-Nya. Kerusakan tersebut juga bisa menjadi tanda atau
peringatan bagi manusia agar mereka kembali ke jalan yang benar dan
meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dalam pandangan
Islam, selain bencana alam akibat perilaku maksiat manusia, ada juga musibah
yang merupakan qodho yang menimpa manusia dikarena ujian yang diberikan Allah
kepada orang-orang beriman agar bersikap sabar. Dalam Surah Al-Baqarah
(2:155-156) Allah berfirman : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Innaa lillaahi
wa innaa ilaihi raaji'uun'.
Hal ini
ditegaskan lagi oleh Allah dalam Surah At-Taghabun (64:11) : Tidak ada suatu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa
beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Musibah seperti
datangnya ajal, sakit atau bencana alam berupa gempa bumi dan gunung meletus merupakan
qodho atau ketetapan Allah. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Hadid (57:22) : Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
Keimanan seorang
muslim memang akan mendapatkan ujian dari Allah sebagai sebuah ujian kesabaran
dan saringan Allah kepada hamba-hambanNya, siapa yang istiqomah dalam keimanan
dan siapa yang dusta dengan keimanannya. Hal ini terdapat dalam Surah
Al-Ankabut (29:2-3) : Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta."
Islam juga
mengajarkan hukum kausalitas jika berkaitan dengan perbuatan manusia yang
merupakan pilihan. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan
dibalasa dengan keburukan. Perbuatan manusia yang merupakan pilihan akan
menghasilkan amal sholeh atau amal salah. Allah tidak pernah membebani manusia
melebihi kemampuan mereka. Manusia memang tidak mungkin bisa terhindar dari kelemahan
dan kesalahan, maka penting kiranya manusia selalu meminta ampun kepada Allah dengan
taubat.
Hal ini
ditegaskan dalam Al Qur’an Surah Al-Baqarah (2:286) : Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari
kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami
jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan
kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah
kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir'."
Sementara
dalam Surah Al-A'raf (7:96-99) Allah menegaskan siksanya bagi perbuatan manusia
yang salah, sementara keimanan dan ketaqwaan akan melahirkan keberkahan hidup :
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari ketika mereka sedang tidur?
Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang
bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang
yang merugi."
Kengerian
siksa Allah untuk perbuatan kemaksiatan terdapat pada Surah Al-Ankabut (29:40) :
Maka masing-masing mereka itu Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara
mereka ada yang Kami hantam dengan hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada
yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami
benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan
Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri."
Suatu
negeri, seperti Indonesia ini harus meerungkan firman Allah pada Surah An-Nahl
(16:112) : Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena
itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan
apa yang selalu mereka perbuat."
Ayat-ayat
di atas mengajarkan bahwa bencana bisa menjadi bentuk ujian, peringatan, atau
konsekuensi dari tindakan manusia yang menyimpang. Dalam menghadapi bencana,
umat manusia diingatkan untuk kembali kepada jalan yang benar, meningkatkan
keimanan dan ketakwaan, serta selalu bersabar dan berserah diri kepada Allah
SWT.
Pertanyaannya,
mengapa di negeri ini bertubi-tubi ditimpa musibah dan bencana ?
(AhmadSastra,KotaHujan,19/05/24
: 14.45 WIB)