[3] Ramadhan Kenangan HADIAH SEPEDA DARI AYAH




oleh : Ahmad Sastra 

 

Di sebuah desa yang tenang, ada seorang anak bernama Ahmad Sastra, seorang anak kelas 1 SD yang sangat antusias menjalani bulan Ramadhan. Tahun itu adalah Ramadhan pertamanya yang ia jalani sepenuhnya tanpa batal, meskipun kadang rasa haus dan lapar menyerang tubuh kecilnya. Hal ini terjadi sekitar tahun 1981.

 

Namun, Ahmad tetap semangat dan tak ingin melewatkan kesempatan untuk berpuasa penuh. Setiap kali berbuka, ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa, dan setiap kali sahur, ia merasa bangga bisa menahan rasa lapar dan haus hingga waktu berbuka tiba.

 

Ayah Ahmad, yang dikenal sebagai sosok yang tegas namun penuh kasih sayang, selalu mengawasi dan memberikan semangat. “Kamu pasti bisa, Ahmad. Puasa itu bukan hanya soal menahan lapar, tapi juga menahan diri dari hal-hal yang tidak baik,” kata Ayahnya dengan suara yang lembut setiap kali Ahmad mulai merasa lelah di tengah hari.

 

Hari demi hari berlalu, dan akhirnya bulan Ramadhan hampir tiba di ujungnya. Ahmad merasa bangga karena ia berhasil menjalani puasa sebulan penuh. Ada rasa haru dan bahagia yang bercampur aduk di hatinya. Hari itu, menjelang Idul Fitri, Ayahnya memanggilnya ke ruang tamu. Ahmad, yang sedang bermain dengan adiknya, langsung menghampiri Ayah.

 

“Ahmad, datang sebentar,” kata Ayah dengan senyum yang misterius.

 

Ahmadpun mendekat, penasaran dengan apa yang Ayahnya katakan. Ketika ia sampai di depan Ayah, ia melihat sebuah kotak besar yang terbungkus kain di sampingnya. “Ini hadiah untukmu, Ahmad. Karena kamu sudah berhasil menyelesaikan puasa Ramadhan sebulan penuh,” kata Ayah sambil membuka kotak itu.

 

Hati Ahmad berdebar kencang. Apa yang ada di dalam kotak itu? Ketika kain pembungkusnya terbuka, Ahmad terkejut melihat sebuah sepeda baru yang berkilau dengan warna biru cerah. Sepeda itu tampak sangat indah, dengan roda yang besar dan nyaman, serta stang yang dilengkapi dengan bell yang berbunyi nyaring.

 

“Sepeda ini adalah hadiah Ayah untukmu. Kamu sudah berusaha dengan keras selama sebulan penuh menjalani puasa. Ini hadiah untuk ketekunan dan kesabaranmu,” kata Ayah dengan penuh kebanggaan sambil memeluk erat Ahmad.

Ahmad terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia tidak menyangka akan mendapatkan hadiah sebesar ini. Sebuah sepeda baru yang selama ini ia impikan. Ia langsung balik memeluk Ayahnya erat, “Terima kasih, Ayah! Terima kasih banyak!” ucap Ahmad dengan suara yang hampir tak terdengar saking bahagianya.

 

Ayah mengusap kepala Ahmad dengan lembut. “Hadiah ini bukan hanya karena kamu berhasil berpuasa, tapi juga karena kamu sudah menunjukkan tanggung jawab dan kedewasaan. Ini bukan hanya tentang hadiah, tapi juga tentang belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya.”

 

Dengan senyum lebar di wajahnya, Ahmad bergegas keluar rumah untuk mengendarai sepeda barunya. Angin sepoi-sepoi yang menyentuh wajahnya membuatnya merasa bebas dan bahagia. Sepeda itu bukan hanya hadiah, tapi juga simbol dari perjuangan dan pencapaiannya di bulan Ramadhan tahun itu, saat dirinya masih kelas 1 SD.

 

Sejak saat itu, setiap kali Ahmad mengendarai sepeda itu di sekitar desa, ia selalu teringat betapa luar biasanya bulan Ramadhan yang ia jalani. Sepeda itu menjadi kenangan yang tak terlupakan, simbol dari sebuah keberhasilan yang diraih dengan kesabaran dan semangat.

 

Dan yang lebih penting, hadiah itu mengajarkan Ahmad untuk selalu bersyukur atas setiap perjuangan yang ia lakukan, karena selalu ada kebahagiaan yang menanti di ujung jalan.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan,  09 Ramadhan 1446 H – 09 Maret 2025 M : 10.48 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.