Oleh
: Ahmad Sastra
Daya rusak
penerapan ideologi kapitalisme sekuler di Indonesia telah nyata dirasakan
rakyat di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan yang
sempit dan penuh kejahatan dirasakan oleh rakyat setiap hari. Kejahatan para
pemimpin jadi tontonan harian rakyat di berbagai kanal media digital atau media
massa. Sampai kapan keburukan negeri ini akan terus berlangsung ?
Padahal Allah,
pemilik Indonesia ini telah dengan tegas mengingatkan melalui firmanNya : Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta
[QS Tha Haa : 124].
Karena itu
mesti ada pemahaman atas hukum-hukum Islam sebagai solusi bagi negeri ini
sekaligus mendorong upaya perubahan menuju negeri yang dinaungi oleh
hukum-hukum Al Qur’an agar negeri ini keluar dari berbagai persoalan yang makin
rumit ini. Tidaklah negeri ini akan mengalami perubahan menuju perbaikan, jika
bukan bangsa ini sendiri yang berubah.
Allah menegaskan
dalam Al Qur’an Surah Al-Ra'd (13:11): Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri.
Paradigma perubahan dilatarbelakangi oleh
suatu kesadaran kolektif akan keburukan dan kegagalam masa lalu dan saat
ini dalam
berbagai bidang. Dalam konteks kenegaraan, masa lalu dan saat
ini yang gagal
adalah terkait dengan sistem aturan yang tidak berdampak positif bagi kehidupan
rakyat. Sistem aturan terkait erat dengan ideologi yang diterapkan. Ideologi di
dunia ada
tiga, yakni Islam, kapitalisme sekuler dan komunisme ateis.
Indonesia selama ini mencoba untuk
mengawinkan ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis, meski jargon yang
diteriakkan adalah pancasila. Namun pancasila itu dalam pandangan filsafat,
bukanlah ideologi, melainkan seperangkat nilai-nilai filosofis yang tidak
menghasilkan sistem aturan.
Sistem aturan di Indonesia
sesungguhnya turunan dari ideologi sekulerisme. Di Indonesia, pendapat
dibelenggu layaknya komunisme, sementara pendapatan rakyat harus cari sendiri
layaknya kapitalisme. Dengan kapitalisme dan komunisme, Indonesia menjadi
negeri yang gelap gulita, penuh kezoliman, khususnya kepada umat Islam. Pancasila
sendiri tidaklah berfungsi di negeri ini, sebab jika ditanya, apakah kekuasaan
oligarki yang dilegitimasi oleh negara ini sesuai dengan pancasila ?. Apakah
sistem hukum berpaham sekuler ini sejalan dengan pancasila yang justru menekankan
pada Ketuhahan Yang Maha Esa.
Sekulerisme adalah pandangan dunia
yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya.
Dengan kata lain, sekulerisme adalah paham yang memisahkan antara kehidupan
dengan agama. Konsep ini menganggap bahwa kebijakan publik, hukum, dan etika
harus didasarkan pada akal budi, bukan agama. Dalam masyarakat sekuler,
kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi manusia, tetapi agama diperlakukan
sebagai urusan pribadi dan tidak mempengaruhi kebijakan publik.
MUI pernah menetapkan fatwa haram
untuk liberalisme, pluralisme dan sekulerisme agama pada tahun 2005. MUI
berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan sosial,
politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan negara yang diusung
oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan umat muslim.
Pemisahan antara agama dan negara
yang diusung oleh sekulerisme dapat memperlemah keimanan umat muslim, karena
pandangan sekulerisme menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial,
politik, dan budaya, sehingga nilai-nilai keagamaan tidak lagi diakui sebagai
sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat.
Sekulerisme tentu saja bukan ajaran
Islam. Sejarah kemunculannya terkait dengan dinamika gereja di Eropa. Sejarah
munculnya sekulerisme dapat ditelusuri kembali ke masa pencerahan di Eropa pada
abad ke-17 dan ke-18. Pada saat itu, pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes,
John Locke, dan Voltaire mulai mempertanyakan peran gereja dalam kehidupan
masyarakat.
Mereka menekankan pada pentingnya
akal budi dan ilmu pengetahuan dalam mengarahkan kebijakan publik. Tentu saja
Islam dan Kristen memiliki perbedaan fundamental soal ini. Sebab Islam tidak
mengenal pemisahan kehidupan dengan hukum syariah. Semua masalah individu dan
sosial telah diatur dalam syariah Islam.
Selama Revolusi Perancis pada akhir
abad ke-18, paham sekulerisme semakin meluas dan menuntut pemisahan gereja dan
negara. Pada saat itu, kekuasaan gereja di Prancis dikritik karena dianggap
korup dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Gerakan sekulerisme ini
memperjuangkan hak individu untuk berpikir dan bertindak secara bebas, tanpa
campur tangan agama atau kekuasaan gereja.
Sejak itu, pandangan sekulerisme
semakin berkembang di negara-negara Barat dan menjadi dasar bagi sistem
pemerintahan yang demokratis dan pluralis. Maka, sistem demokrasi jelas
berpaham sekulerisme ini. Sementara sekulerisme telah diharamkan oleh MUI.
Sekulerisme sebagai pandangan dunia
yang menekankan pada pemisahan antara agama dan negara, memiliki daya rusak
bagi kehidupan sosial, politik, dan budaya, terutama bagi umat Islam, politik
Islam dan ormas Islam . Berikut beberapa daya rusak sekulerisme : Pertama,
pemisahan agama dan negara dapat memperlemah nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga moralitas dan etika sosial dapat menjadi
kurang dihargai dan terabaikan. Partai dan ormas Islam yang mengadopsi
sekulerisme tidak akan menjadikan Islam sebagai landasan dan tujuan
perjuangannya.
Kedua, sekulerisme cenderung
menekankan pada kepentingan dunia atau materi, sehingga spiritualitas dan
nilai-nilai keagamaan dapat diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Partai Islam
dan ormas Islam yang menerapkan meyakini sekulerisme akan cenderung pragmatis
sebagaimana organisasi sekuler lainnya.
Ketiga, sekulerisme dapat memicu
individualisme dan hedonisme serta sering tidak mengindahkan halal dan haram,
di mana individu cenderung lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dari
pada kepentingan bersama. Hal ini dapat dilihat dari partai dan ormas Islam
yang para pengurusnya banyak yang dipenjara karena terlibat korupsi.
Keempat, pemisahan agama dan negara
dapat memicu terjadinya benturan antara ajaran agama dan nilai-nilai sekuler,
seperti dalam hal legalisasi praktik-praktik yang dianggap bertentangan dengan
ajaran agama. Hal ini sering terjadi di negeri ini, sebab perda-perda syariah
justru ditolak, sementara perda-perda yang bertentangan dengan Islam justru
disahkan.
Kelima, sekulerisme dapat memicu
polarisasi dan konflik antara kelompok agama dan non-agama, terutama jika
diimplementasikan dengan cara yang tidak proporsional atau memihak pada
kelompok tertentu. Sekulerisme di negeri ini terbukti telah memecah umat Islam
ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial. Saat pemilu demokrasi,
terlihat jelas perpecahan umat Islam.
Karena itu penting melakukan proses
penyadaran rakyat untuk melakukan langkah perubahan
sistemik berbasis ideologi Islam, mengingat di negeri ini mayoritas umat Islam
dan Islam adalah ideologi sempurna yang menebarkan rahmat bagi alam semesta. Perubahan
sistemik adalah proses perubahan yang signifikan dalam suatu sistem, baik itu
sistem pendidikan, ekonomi, budaya, politik, hukum sebagai perangkat negara
untuk mengatur rakyat dari di bawah naungan sekulerisme menjadi di bawah
naungan hukum Islam yang terkandung dalam Al Qur’an.
Islam adalah suatu pola hidup yang khas, yang
sangat berbeda dengan pola hidup lainnya.
Islam mewajibkan pemeluknya untuk hidup dalam satu warna kehidupan
tertentu dan konstan, yang tidak berganti dan berubah karena situasi maupun
kondisi. Islampun mengharuskan mereka
untuk selalu mengikatkan diri dengan pola kehidupan tersebut dengan membentuk
suatu kepribadian, yang menjadikan jiwa dan pikirannya tidak akan
merasakan ketenangan dan kebahagiaan,
kecuali berada dalam
pola kehidupan itu.
Islam datang dengan serangkaian pemahaman
tentang kehidupan yang membentuk pandangan hidup tertentu. Islam hadir dalam bentuk garis-garis hukum
yang global (khuthuuth 'ariidlah),
yakni makna-makna tekstual yang umum, yang mampu memecahkan seluruh
problematika kehidupan manusia. Dengan
demikian akan dapat digali (diistinbath) berbagai cara pemecahan setiap masalah
yang muncul dalam kehidupan manusia.
Islam menjadikan cara-cara pemecahan problema
kehidupan tersebut bersandar pada suatu landasan
fikriyah (dasar pemikiran) yang dapat memancarkan seluruh pemikiran tentang
kehidupan. Kaidah itupun telah
ditetapkan pula sebagai suatu standar pemikiran, yang dibangun di atasnya
setiap pemikiran cabang (setiap pikiran baru yang muncul).
Sebagaimana halnya Islam telah menjadikan
hukum-hukum tentang pemecahan problema kehidupan, pemikiran dan ideologi, serta
pandangan-pandangan tentang berbagai pendapat baru sebagai sesuatu yang
terpancar dari Aqidah Islam, yang digali dari garis-garis hukum yang bersifat
global itu.
Islam memberikan batasan-batasan kepada manusia
dengan pemikiran tertentu, tetapi tidak membatasi aktivitas berpikir manusia,
bahkan memberikan kebebasan kepada akal manusia. Islampun mengikat perilaku manusia dengan
pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum tertentu, namun tidak menjeratnya. Bahkan, Islam telah memberinya keleluasaan.
Oleh karena itu, pandangan seorang muslim
terhadap kehidupan dunia ini adalah
suatu pandangan yang
penuh dengan cita-cita,
serius, realistis, dan proporsional; artinya dunia harus diraih, tetapi
bukan menjadi tujuan dan tidak boleh dijadikan tujuan.
Seorang muslim akan bekerja di penjuru dunia
ini, memakan rizqi yang berasal dari Allah, menikmati perhiasan-perhiasan dan
rizqi yang baik (halal), yang telah dianugerahkan Allah kepada hambaNya, dengan
kesadaran penuh bahwa dunia ini hanyalah tempat sementara, dan akhiratlah
negeri yang kekal dan abadi.
Hukum-hukum Islam telah memberikan cara bagaimana manusia menyelesaikan masalah
perdagangan dengan metodenya yang khas, sebagaimana menerangkan tata cara
shalat. Islam mengatur masalah pernikahan dengan caranya yang unik, sebagaimana
mengatur masalah zakat.
Islampun menjelaskan cara-cara pemilikan
harta-benda berikut cara membelanjakannya dengan tata cara yang khas,
sebagaimana menjelaskan masalah-masalah haji.
Islam juga memberikan perincian tentang transaksi dan mu'amalat dengan
cara yang khas, sebagaimana merinci masalah do'a dan ibadah. Islam menjelaskan pula masalah huduud
(seperti had pencurian, zina, peminum khamr, dan lain-lain, pen.) dan jinayat
(hukum pidana), serta sanksi-sanksi hukum lainnya, sebagaimana menjelaskan tentang siksa Jahannam dan kenikmatan Jannah.
Di samping itu,
Islampun telah menunjukkan suatu bentuk pemerintahan dan metode
penerapannya, sebagaimana telah memberikan suatu dorongan internal (berdasarkan
rasa taqwa) untuk menerapkan hukum-hukum Islam dengan tujuan mencari keridlaan
Allah SWT.
Begitu juga, Islam memberikan petunjuk
bagaimana mengatur hubungan negara dengan
negara, ummat dan bangsa lainnya, sebagaimana memberi petunjuk untuk
mengemban da'wah ke seluruh penjuru dunia.
Syari'at Islam telah mengharuskan kaum muslimin, memiliki sifat-sifat
yang mulia, dan hal itu harus dianggap sebagai hukum-hukum Allah SWT, bukan
karena sifat itu terpuji menurut pandangan manusia.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 17 Ramadhan 1446 H – 17 Maret 2025 M : 11.01 WIB)