[3] Refleksi Nuzulul Qur’an PERUBAHAN INDONESIA DI BAWAH NAUNGAN AL QUR’AN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Daya rusak penerapan ideologi kapitalisme sekuler di Indonesia telah nyata dirasakan rakyat di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan yang sempit dan penuh kejahatan dirasakan oleh rakyat setiap hari. Kejahatan para pemimpin jadi tontonan harian rakyat di berbagai kanal media digital atau media massa. Sampai kapan keburukan negeri ini akan terus berlangsung ?

 

Padahal Allah, pemilik Indonesia ini telah dengan tegas mengingatkan melalui firmanNya : Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta [QS Tha Haa : 124].

 

Karena itu mesti ada pemahaman atas hukum-hukum Islam sebagai solusi bagi negeri ini sekaligus mendorong upaya perubahan menuju negeri yang dinaungi oleh hukum-hukum Al Qur’an agar negeri ini keluar dari berbagai persoalan yang makin rumit ini. Tidaklah negeri ini akan mengalami perubahan menuju perbaikan, jika bukan bangsa ini sendiri yang berubah.

 

Allah menegaskan dalam Al Qur’an Surah Al-Ra'd (13:11): Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

 

Paradigma perubahan dilatarbelakangi oleh suatu kesadaran kolektif akan keburukan dan kegagalam masa lalu dan saat ini dalam berbagai bidang. Dalam konteks kenegaraan, masa lalu dan saat ini yang gagal adalah terkait dengan sistem aturan yang tidak berdampak positif bagi kehidupan rakyat. Sistem aturan terkait erat dengan ideologi yang diterapkan. Ideologi di dunia ada tiga, yakni Islam, kapitalisme sekuler dan komunisme ateis.

 

Indonesia selama ini mencoba untuk mengawinkan ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis, meski jargon yang diteriakkan adalah pancasila. Namun pancasila itu dalam pandangan filsafat, bukanlah ideologi, melainkan seperangkat nilai-nilai filosofis yang tidak menghasilkan sistem aturan.

 

Sistem aturan di Indonesia sesungguhnya turunan dari ideologi sekulerisme. Di Indonesia, pendapat dibelenggu layaknya komunisme, sementara pendapatan rakyat harus cari sendiri layaknya kapitalisme. Dengan kapitalisme dan komunisme, Indonesia menjadi negeri yang gelap gulita, penuh kezoliman, khususnya kepada umat Islam. Pancasila sendiri tidaklah berfungsi di negeri ini, sebab jika ditanya, apakah kekuasaan oligarki yang dilegitimasi oleh negara ini sesuai dengan pancasila ?. Apakah sistem hukum berpaham sekuler ini sejalan dengan pancasila yang justru menekankan pada Ketuhahan Yang Maha Esa.

 

Sekulerisme adalah pandangan dunia yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya. Dengan kata lain, sekulerisme adalah paham yang memisahkan antara kehidupan dengan agama. Konsep ini menganggap bahwa kebijakan publik, hukum, dan etika harus didasarkan pada akal budi, bukan agama. Dalam masyarakat sekuler, kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi manusia, tetapi agama diperlakukan sebagai urusan pribadi dan tidak mempengaruhi kebijakan publik.

 

MUI pernah menetapkan fatwa haram untuk liberalisme, pluralisme dan sekulerisme agama pada tahun 2005. MUI berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan umat muslim.

 

Pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat memperlemah keimanan umat muslim, karena pandangan sekulerisme menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, sehingga nilai-nilai keagamaan tidak lagi diakui sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Sekulerisme tentu saja bukan ajaran Islam. Sejarah kemunculannya terkait dengan dinamika gereja di Eropa. Sejarah munculnya sekulerisme dapat ditelusuri kembali ke masa pencerahan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Pada saat itu, pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Voltaire mulai mempertanyakan peran gereja dalam kehidupan masyarakat.

 

Mereka menekankan pada pentingnya akal budi dan ilmu pengetahuan dalam mengarahkan kebijakan publik. Tentu saja Islam dan Kristen memiliki perbedaan fundamental soal ini. Sebab Islam tidak mengenal pemisahan kehidupan dengan hukum syariah. Semua masalah individu dan sosial telah diatur dalam syariah Islam.

 

Selama Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, paham sekulerisme semakin meluas dan menuntut pemisahan gereja dan negara. Pada saat itu, kekuasaan gereja di Prancis dikritik karena dianggap korup dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Gerakan sekulerisme ini memperjuangkan hak individu untuk berpikir dan bertindak secara bebas, tanpa campur tangan agama atau kekuasaan gereja.

 

Sejak itu, pandangan sekulerisme semakin berkembang di negara-negara Barat dan menjadi dasar bagi sistem pemerintahan yang demokratis dan pluralis. Maka, sistem demokrasi jelas berpaham sekulerisme ini. Sementara sekulerisme telah diharamkan oleh MUI.

 

Sekulerisme sebagai pandangan dunia yang menekankan pada pemisahan antara agama dan negara, memiliki daya rusak bagi kehidupan sosial, politik, dan budaya, terutama bagi umat Islam, politik Islam dan ormas Islam . Berikut beberapa daya rusak sekulerisme : Pertama, pemisahan agama dan negara dapat memperlemah nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga moralitas dan etika sosial dapat menjadi kurang dihargai dan terabaikan. Partai dan ormas Islam yang mengadopsi sekulerisme tidak akan menjadikan Islam sebagai landasan dan tujuan perjuangannya.

 

Kedua, sekulerisme cenderung menekankan pada kepentingan dunia atau materi, sehingga spiritualitas dan nilai-nilai keagamaan dapat diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Partai Islam dan ormas Islam yang menerapkan meyakini sekulerisme akan cenderung pragmatis sebagaimana organisasi sekuler lainnya.

 

Ketiga, sekulerisme dapat memicu individualisme dan hedonisme serta sering tidak mengindahkan halal dan haram, di mana individu cenderung lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan bersama. Hal ini dapat dilihat dari partai dan ormas Islam yang para pengurusnya banyak yang dipenjara karena terlibat korupsi.

 

Keempat, pemisahan agama dan negara dapat memicu terjadinya benturan antara ajaran agama dan nilai-nilai sekuler, seperti dalam hal legalisasi praktik-praktik yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini sering terjadi di negeri ini, sebab perda-perda syariah justru ditolak, sementara perda-perda yang bertentangan dengan Islam justru disahkan.

 

Kelima, sekulerisme dapat memicu polarisasi dan konflik antara kelompok agama dan non-agama, terutama jika diimplementasikan dengan cara yang tidak proporsional atau memihak pada kelompok tertentu. Sekulerisme di negeri ini terbukti telah memecah umat Islam ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial. Saat pemilu demokrasi, terlihat jelas perpecahan umat Islam.

 

Karena itu penting melakukan proses penyadaran rakyat untuk melakukan langkah perubahan sistemik berbasis ideologi Islam, mengingat di negeri ini mayoritas umat Islam dan Islam adalah ideologi sempurna yang menebarkan rahmat bagi alam semesta. Perubahan sistemik adalah proses perubahan yang signifikan dalam suatu sistem, baik itu sistem pendidikan, ekonomi, budaya, politik, hukum sebagai perangkat negara untuk mengatur rakyat dari di bawah naungan sekulerisme menjadi di bawah naungan hukum Islam yang terkandung dalam Al Qur’an.

 

Islam adalah suatu pola hidup yang khas, yang sangat berbeda dengan pola hidup lainnya.  Islam mewajibkan pemeluknya untuk hidup dalam satu warna kehidupan tertentu dan konstan, yang tidak berganti dan berubah karena situasi maupun kondisi.  Islampun mengharuskan mereka untuk selalu mengikatkan diri dengan pola kehidupan tersebut dengan membentuk suatu kepribadian, yang menjadikan jiwa dan piki­rannya tidak akan merasakan  ketenangan dan kebahagiaan, kecuali  berada  dalam  pola kehidupan itu.

 

Islam datang dengan serangkaian pemahaman tentang kehidupan yang membentuk pandangan hidup tertentu.  Islam hadir dalam bentuk garis-garis hukum yang global (khuthuuth 'ariidlah), yakni makna-makna tekstual yang umum, yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia.  Dengan demikian akan dapat digali (diistinbath) berbagai cara pemecahan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan manu­sia. 

 

Islam menjadikan cara-cara pemecahan problema kehidu­pan tersebut bersandar pada suatu landasan fikriyah (dasar pemikiran) yang dapat memancarkan seluruh pemikiran tentang kehidupan.  Kaidah itupun telah ditetapkan pula sebagai suatu standar pemikiran, yang dibangun di atasnya setiap pemikiran cabang (setiap pikiran baru yang muncul).

 

Seba­gaimana halnya Islam telah menjadikan hukum-hukum tentang pemecahan problema kehidupan, pemikiran dan ideologi, serta pandangan-pandangan tentang berbagai pendapat baru sebagai sesuatu yang terpancar dari Aqidah Islam, yang digali dari garis-garis hukum yang bersifat global itu.

 

Islam memberikan batasan-batasan kepada manusia dengan pemikiran tertentu, tetapi tidak membatasi aktivitas berpi­kir manusia, bahkan memberikan kebebasan kepada akal manu­sia.  Islampun mengikat perilaku manusia dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum tertentu, namun tidak menjeratnya.  Bahkan, Islam telah memberinya keleluasaan.

 

Oleh karena itu, pandangan seorang muslim terhadap kehidupan dunia ini adalah  suatu  pandangan  yang  penuh  dengan  cita-cita,  serius, realistis, dan proporsional; artinya dunia harus diraih, tetapi bukan menjadi tujuan dan tidak boleh dijadikan tujuan. 

 

Seorang muslim akan bekerja di penjuru dunia ini, memakan rizqi yang berasal dari Allah, menikmati perhiasan-perhiasan dan rizqi yang baik (halal), yang telah dianugerahkan Allah kepada hambaNya, dengan kesadaran penuh bahwa dunia ini hanyalah tempat sementara, dan akhiratlah negeri yang kekal dan abadi.

 

Hukum-hukum Islam telah memberikan  cara bagaimana manusia menyelesaikan masalah perdagangan dengan metodenya yang khas, sebagaimana menerangkan tata cara shalat. Islam mengatur masalah pernikahan dengan caranya yang unik, seba­gaimana mengatur masalah zakat.

 

Islampun menjelaskan cara-cara pemilikan harta-benda berikut cara membelanjakannya dengan tata cara yang khas, sebagaimana menjelaskan masalah-masalah haji.  Islam juga memberikan perincian tentang transaksi dan mu'amalat dengan cara yang khas, sebagaimana merinci masalah do'a dan ibadah.  Islam menjelaskan pula  masalah huduud (seperti had pencurian, zina, peminum khamr, dan lain-lain, pen.) dan  jinayat (hukum pidana), serta sanksi-sanksi hukum lainnya,  sebagaimana menjelaskan ten­tang siksa Jahannam dan kenikmatan Jannah

 

Di samping itu,  Islampun telah menunjukkan suatu bentuk pemerintahan dan metode penerapannya, sebagaimana telah memberikan suatu dorongan internal (berdasarkan rasa taqwa) untuk menerapkan hukum-hukum Islam dengan tujuan mencari keridlaan Allah SWT. 

 

Begitu juga, Islam memberikan petunjuk bagaimana mengatur hubungan negara dengan  negara, ummat dan bangsa lainnya, sebagaimana memberi petunjuk untuk mengemban da'wah ke seluruh penjuru dunia.  Syari'at Islam telah mengharuskan kaum muslimin, memiliki sifat-sifat yang mulia, dan hal itu harus dianggap sebagai hukum-hukum Allah SWT, bukan karena sifat itu terpuji menurut pandangan manusia.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 17 Ramadhan 1446 H – 17 Maret 2025 M : 11.01 WIB)

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.