Oleh : Ahmad Sastra
Israel melakukan serangan bom ke berbagai
penjuru Palestina. Israel bahkan berkonsultasi dan minta restu dulu kepada
Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelum meluncurkan serangan terbaru
mereka ke Gaza yang menewaskan 326 rakyat Palestina.
Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Pers
Gedung Putih Karoline Leavitt pada Selasa 18 Maret 2025 : "Seperti yang
telah dijelaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran – semua orang yang
berusaha meneror tidak hanya Israel tetapi AS – akan melihat harga yang harus
dibayar, dan semua neraka akan pecah.
"Houthi, Hizbullah, Hamas, Iran dan
proksi teror yang didukung Iran harus menganggap Presiden Trump sangat serius
ketika dia mengatakan dia tidak takut untuk membela orang-orang yang taat hukum
dan membela AS dan teman dan sekutu kami Israel." katanya
kepada Fox News seperti dikutip Reuters.
Lebih tepatnya soal serangan itu, sekitar
pukul 03.00 waktu Makkah atau 07.00 WIB pagi, serangan udara menghantam
berbagai wilayah Gaza. Sejumlah laporan, dilansir dari Al Jazeera, menyebutkan:
(1) Axios, mengutip Kantor Perdana Menteri “Israel”, melaporkan bahwa operasi
militer terhadap Hamas telah dimulai kembali. (2) Saluran 12 “Israel”
mengonfirmasi bahwa gencatan senjata telah berakhir dan serangan berlangsung di
seluruh wilayah Gaza.
(3) Militer “Israel” dan Shin Bet
menyatakan bahwa mereka melancarkan serangan besar atas arahan pemerintah. (4) Sumber
medis Palestina melaporkan sedikitnya 34 warga gugur dan puluhan lainnya terluka
akibat serangan ini. (5) Tim penyelamat Gaza mengalami kesulitan besar dalam
mengevakuasi korban di tengah gempuran udara yang terus berlangsung. (6) Militer
“Israel” mengumumkan pembatasan pergerakan dan penutupan sekolah di sekitar
perbatasan Gaza.
Atas kebiadaban Israel ini, keluarga
sandera Israel di Gaza pada Selasa 18 Maret 2025 menuntut agar Perdana Menteri Benjamin
Netanyahu "menghentikan pembunuhan dan hilangnya para sandera".
Seruan ini dilontarkan setelah Israel meluncurkan serangan paling mematikan di
wilayah itu sejak gencatan senjata 19 Januari.
"Keluarga para sandera menuntut
pertemuan pagi ini dengan perdana menteri, menteri pertahanan dan kepala tim
negosiasi, di mana mereka harus meyakinkan keluarga, bagaimana para sandera
akan dilindungi dari serangan militer di Gaza dan bagaimana mereka berniat
membawa mereka kembali," kata Forum Sandera
Serangan mematikan Israel di Gaza pada
Selasa 18 Maret 2025 yang juga pada paruh akhir Ramadan, menuai kecaman dari
negara-negara Arab dan komunitas internasional. Mereka mendesak Israel untuk
menghentikan permusuhan dan menyelamatkan kesepakatan gencatan senjata dengan
Hamas.
Serangan udara Israel menghantam Gaza,
menewaskan sedikitnya 326 orang termasuk anak-anak dan perempuan, kata otoritas
kesehatan Palestina. Israel melanggar gencatan senjata yang telah berlangsung
selama dua bulan, karena menolak mundur dari Gaza sesuai kesepakatan awal.
Netanyahu berkukuh ingin gencatan senjata tahap pertama diperpanjang untuk
membebaskan semua sandera.
Kementerian luar negeri Mesir mengutuk
serangan udara semalam Israel yang mematikan di Jalur Gaza, menyebutnya sebagai
"pelanggaran mencolok" terhadap gencatan senjata yang mulai berlaku
pada 19 Januari.
Turki mengatakan bahwa serangan Israel di
Gaza merupakan "fase baru dalam kebijakan genosida" terhadap
Palestina. Ankara mendesak masyarakat internasional untuk mengambil sikap tegas
memastikan gencatan senjata ditegakkan dan bantuan kemanusiaan disampaikan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Luar Negeri (Kemlu) mengecam serangan terbaru Israel terhadap Gaza pada Selasa
18 Maret 2025. Serangan yang diluncurkan pada bulan Ramadan itu menewaskan
setidaknya 326 warga sipil, termasuk anak-anak.
Kemlu menilai serangan ini menambah
rangkaian provokasi Israel yang mengancam gencatan senjata. Selain itu, Kemlu
menilai tindakan Israel itu mengganggu prospek negosiasi perdamaian menuju
solusi dua negara atau two-state solution.
Ironis memang, kaum muslimin yang
jumlahnya 1,7 milyar tak berkutik melawan kesombongan dan kezoliman bangsa kera
yahudi yang terus melakukan genosida atas rakyat palestina. Berbagai bentuk
kecaman dan narasi solusi dua negara membuktikan bahwa betapa lemahnya negeri-negeri muslim di seluruh
dunia ini.
Mengapa perdamaian bukan merupakan opsi
solusi atas krisis Palestina Israel, sebab perdamaian mensyaratkan dua hal :
pengakuan eksistensi negara penjajah Israel dan yang kedua Israel dan Palestina
akan menjadi dua negara yang berdampingan. Jalan satu-satunya adalah jihad fi
Sabilillah mengusir zionis dari bumi Palestina, sebagai dahulu para pahlawan
mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari bumi Indonesia.
Menghapi imperialisme negara tidaklah bisa
dilakukan oleh orang perorang, namun idealnya harus dihadapi lagi oleh sebuah
institusi negara. Untuk itu adalah keharusan negeri-negeri muslim segera
bertobat kepada Allah, lantas bangki dan bersatu padu melawan segala bentuk
penjajahan. Jika dahulu khilafah Islam mampu melindungi Palestina, karena semua
negeri muslim bersatu padu, tidak tercerai berai.
Sungguh biadab dan terkutuk perbuatan kedua
negara penjahat itu. Begitulah dua negara kafir yang tidak akan pernah memenuji
janjinya. Jauh hari gencatan senjata yang disepakati antara Israel dan Hamas
mendapat sorotan karena diduga menjadi bagian dari strategi Presiden Amerika
Serikat, Donald Trump, untuk memindahkan warga Gaza ke wilayah lain. Hal ini
disampaikan oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI),
Prof. Hikmahanto Juwana, dalam acara Gelora Talks bertajuk “Gencatan Senjata,
Pembebasan Sandera & Apa Tantangannya?” pada Rabu, 29 Januari 2025.
(eramuslim.com).
Sejarah pelanggaran perjanjian damai oleh
Israel melibatkan berbagai peristiwa yang terjadi sejak berdirinya negara
Israel pada 1948. Meskipun Israel telah menandatangani beberapa perjanjian
damai dengan negara-negara Arab dan Palestina, ada beberapa kasus yang
menunjukkan bahwa Israel tidak selalu mematuhi ketentuan yang disepakati.
Pada tahun 1978, Israel dan Mesir mencapai
perjanjian damai yang terkenal sebagai Perjanjian Camp David, yang dimediasi
oleh Presiden AS Jimmy Carter. Perjanjian ini berisi ketentuan tentang
penarikan pasukan Israel dari Sinai, yang direbut selama Perang Enam Hari 1967.
Mesir menjadi negara Arab pertama yang mengakui Israel.
Namun, setelah perjanjian ini, pelanggaran
terhadap hak-hak Palestina terus terjadi. Israel tidak sepenuhnya memenuhi
kewajibannya dalam hal pembatasan pemukiman dan aktivitas militer di wilayah
Palestina yang terjajah. Konflik terus berlanjut, dan isu Palestina tetap
menjadi masalah yang belum terselesaikan.
Perjanjian Oslo adalah kesepakatan penting
antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang difasilitasi oleh
Norwegia pada tahun 1993. Dalam perjanjian ini, Israel dan PLO sepakat untuk
saling mengakui dan berusaha mencapai penyelesaian dua negara. Israel setuju
untuk memberikan otonomi kepada wilayah Palestina di Tepi Barat dan Gaza.
Namun, pelanggaran Israel terhadap
perjanjian ini terjadi dalam bentuk ekspansi pemukiman di Tepi Barat, yang
dianggap ilegal oleh banyak pihak internasional, serta serangan militer yang
terus berlanjut. Selain itu, banyaknya rintangan administratif dan kebijakan
yang diterapkan oleh Israel membuat proses perdamaian tidak berjalan dengan
lancar.
Perjanjian Wye River adalah lanjutan dari
perjanjian Oslo yang ditandatangani pada 1998 antara Israel dan Palestina, yang
bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan kesepakatan Oslo, termasuk penarikan
pasukan Israel dari sebagian Tepi Barat dan Gaza. Namun, perjanjian ini juga
diwarnai dengan pelanggaran dari pihak Israel, termasuk pelaksanaan yang lambat
dan kebijakan pemukiman yang terus berkembang di wilayah yang seharusnya
menjadi bagian dari negara Palestina.
Akhirnya, oleh karena yang kita hadapi
adalah negara-negara imperialis, maka kekuatan yang seimbang itu tidak ada yang
lain kecuali Daulah Khilafah Islam. Negara global yang menyatukan kaum muslim.
Daulah Khilafah ini nanti akan menyerukan jihad fi sabilillah kepada kaum
muslim seluruh dunia untuk membebaskan Palestina. Perlu kita catat, Palestina
saat dibebaskan oleh Sholahuddin al Ayyubi pada saat kaum muslim memiliki
Daulah Khilafah Islam.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 19 Ramadhan
1446 H – 19 Maret 2025 M : 11.21 WIB)