Oleh
: Ahmad Sastra
Maka adakah mereka hendak menghukum dengan hukum
Jahiliah? Dan siapa yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang
yang yakin?. (QS Al Maidah : 50)
Habis gelap terbitlah terang adalah sebuah
pepatah yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa setelah kesulitan
atau kegelapan, akan datang masa yang lebih baik atau terang. Ini menggambarkan
harapan bahwa setelah menghadapi tantangan atau situasi sulit, akan ada jalan
keluar yang lebih baik atau kebahagiaan yang menanti.
Dahulu ada istilah zaman jahiliah, yakni
zaman kebodohan dan kegelapan. Zaman Jahiliah merujuk pada
periode sebelum kedatangan Islam, terutama di wilayah Arab.
"Jahiliah" sendiri berasal dari kata "jahil" yang berarti
kebodohan atau kegelapan, menggambarkan kondisi masyarakat pada waktu itu yang
dianggap belum mengetahui atau memahami kebenaran agama.
Masyarakat pada zaman tersebut hidup dalam kebodohan
moral dan sosial, dengan praktik-praktik seperti penyembahan berhala, perbudakan,
penguburan bayi perempuan hidup-hidup, dan ketidakadilan. Bangsa Arab pada masa
Jahiliah memiliki beberapa karakteristik yang mencerminkan kehidupan mereka
sebelum datangnya Islam.
Masyarakat Arab Jahiliah mayoritas menyembah berhala
yang mereka buat sendiri dari batu, kayu, atau logam. Ka'bah di Mekkah menjadi
pusat penyembahan berhala yang diadakan oleh berbagai suku Arab. Setiap suku
memiliki berhala masing-masing, dan mereka beribadah kepada berhala tersebut
dengan harapan mendapatkan berkah atau perlindungan.
Salah satu praktik paling kejam yang terjadi di zaman
Jahiliah adalah penguburan bayi perempuan hidup-hidup. Hal ini dilakukan karena
kebanyakan suku Arab melihat anak perempuan sebagai aib atau beban, sehingga
mereka merasa lebih baik untuk menguburnya.
Masyarakat Jahiliah memiliki sistem sosial yang sangat
terbagi. Ada kelas-kelas tertentu yang memiliki hak lebih tinggi, sementara
budak dan orang-orang miskin berada di posisi rendah. Perbudakan sangat umum,
dan budak bisa diperlakukan dengan sangat buruk, terutama budak perempuan.
Meskipun ada banyak keburukan dalam masyarakat Arab
Jahiliah, mereka sangat menjunjung tinggi kehormatan, keberanian, dan kesatria.
Peperangan antar suku sering kali terjadi, dan di dalam peperangan tersebut,
mereka menghargai keberanian dan harga diri. Di sisi lain, hubungan antar suku
sangat dipengaruhi oleh tradisi seperti "darah" atau dendam antara
suku yang bisa berlangsung lama.
Banyak suku Arab hidup dalam konflik terus-menerus,
baik antar suku atau untuk memperoleh sumber daya alam seperti air dan padang
rumput. Perang seperti ini sering kali memakan banyak korban dan menyebabkan
kerusakan besar dalam masyarakat.
Pada zaman Jahiliah, kaum yang kaya dan berkuasa
sering menindas orang miskin, memperbudak mereka, dan tidak memberikan hak-hak
mereka. Sistem ekonomi yang ada saat itu sangat memperburuk kesenjangan sosial,
dengan banyak orang miskin yang hidup dalam penderitaan.
Meskipun kehidupan mereka penuh dengan kebodohan dan
kekerasan, masyarakat Arab Jahiliah sangat menghargai seni, terutama puisi.
Puisi menjadi salah satu media yang sangat dihormati dan dianggap sebagai
bentuk prestasi intelektual. Para penyair pada masa itu memiliki peran penting
dalam masyarakat sebagai penghibur dan pengkritik sosial.
Poligami juga merupakan praktik yang umum pada zaman
Jahiliah. Seorang pria bisa memiliki beberapa istri, tergantung pada
kekayaannya. Namun, ada ketidakadilan dalam perlakuan terhadap wanita, di mana
mereka sering kali dianggap sebagai properti atau barang, bukan sebagai individu
yang setara.
Hukum pada masa Jahiliah sangat bergantung pada adat
istiadat atau kebiasaan masing-masing suku. Tidak ada sistem hukum yang
menyeluruh atau terorganisir yang mengatur keadilan secara umum. Keputusan
hukum biasanya dibuat oleh pemimpin suku dan sangat bergantung pada status
sosial dan kekuatan fisik.
Masyarakat Jahiliah sangat terikat dengan suku mereka,
dan loyalitas terhadap suku adalah hal yang sangat penting. Setiap suku
memiliki sistem sosial dan hukum mereka sendiri, dan persatuan antar suku
sangat langka. Konflik antar suku seringkali sulit diselesaikan karena
perbedaan tradisi dan kehormatan.
Konsep sekularisme sering dipandang
sebagai fenomena yang memisahkan agama dari kehidupan publik, termasuk
pemerintahan, pendidikan, dan masyarakat secara umum. Dalam konteks ini,
beberapa orang mungkin menggunakan istilah "Jahiliah modern" untuk
menggambarkan masyarakat atau sistem yang mengabaikan atau mengurangi peran
agama dalam kehidupan sosial, politik, dan moral. Pemahaman ini menyamakan
sekularisme dengan kondisi masa Jahiliah, di mana nilai-nilai moral dan agama
dianggap terabaikan atau dipinggirkan.
Salah satu karakteristik utama sekularisme adalah
pemisahan agama dari aspek pemerintahan dan kehidupan sosial. Dalam sistem
sekuler, hukum dan kebijakan negara tidak didasarkan pada nilai-nilai agama.
Dalam pandangan sebagian kalangan, hal ini dapat dianggap sebagai bentuk
"kegelapan" atau "kebodohan" karena agama dianggap sebagai
sumber petunjuk moral dan nilai hidup yang sahih.
Dalam masyarakat sekuler, moralitas seringkali
dianggap sebagai hal yang relatif dan tergantung pada konsensus sosial, tanpa
ada rujukan kepada norma agama. Banyak orang yang mengkritik hal ini sebagai
bentuk "kegelapan" karena tidak adanya satu standar moral yang tetap,
yang seharusnya dijadikan pedoman oleh agama.
Sekularisme juga dikaitkan dengan semakin kuatnya
penekanan pada kehidupan duniawi dan materialistis. Nilai-nilai seperti
kebebasan individu, kemajuan teknologi, dan ekonomi sering kali menjadi
prioritas utama. Sementara itu, nilai-nilai agama dan spiritualitas bisa
terpinggirkan, yang pada pandangan sebagian orang dapat mengarah pada kerusakan
moral dan ketidakadilan sosial—mirip dengan situasi di masa Jahiliah, di mana
nilai-nilai etika dan spiritual dipandang rendah atau terabaikan.
Beberapa orang berpendapat bahwa sekularisme dapat menyebabkan
krisis identitas, di mana masyarakat tidak lagi memiliki panduan hidup yang
jelas, seperti yang dihadirkan agama. Tanpa pedoman agama, individu sering kali
terombang-ambing antara berbagai ideologi dan filosofi hidup yang bisa
menyebabkan kebingungan dalam memilih tujuan hidup yang bermakna. Ini bisa
disamakan dengan kehidupan masyarakat Jahiliah yang hidup dalam kebingungan dan
kegelapan karena tidak adanya cahaya petunjuk ilahi.
Beberapa kritikus sekularisme berargumen bahwa sistem
ini mengabaikan nilai-nilai universal yang seharusnya ada dalam setiap ajaran
agama, seperti kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat
manusia. Tanpa nilai-nilai ini, sistem sosial dan politik bisa menjadi lebih
materialistik dan kurang peduli terhadap kesejahteraan umat manusia.
Banyak orang yang melihat dalam masyarakat sekuler ada
kemunduran dalam aspek moralitas, seperti meningkatnya masalah sosial,
kriminalitas, ketidakadilan, dan disintegrasi keluarga. Mereka berpendapat
bahwa tanpa pedoman agama, masyarakat lebih rentan terhadap perilaku buruk yang
menurunkan kualitas hidup dan kerukunan sosial. Ini mirip dengan gambaran
masyarakat Jahiliah yang terjerumus dalam kebodohan moral dan sosial.
Kedatangan Islam membawa perubahan besar dalam
masyarakat Arab, dengan menghapuskan banyak praktik-praktik yang tidak adil dan
memperkenalkan prinsip-prinsip keadilan, kasih sayang, dan persaudaraan. Dalam Islam,
konsep persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, serta hak-hak manusia
yang lebih adil, diberikan perhatian khusus. Yang membedakan manusia dalam
pandangan Islam adalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Allah berfirman : "Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. (QS. Al-Hujurat (49:13).
Selain itu, Allah juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah
(2:177): "Takwa itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur dan ke barat,
tetapi takwa itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat,
kitab-kitab-Nya, dan para rasul-Nya, dan menunaikan zakat, serta orang yang
memenuhi janji dan sabar dalam kesulitan."
Kedatangan Islam membawa cahaya kebenaran yang
mengubah kondisi ini, memberi petunjuk hidup yang lebih adil, beradab, dan
penuh kasih sayang. Seperti pepatah yang kamu sebutkan, setelah kegelapan
(jahiliah) terbitlah terang (Islam), membawa pencerahan dan perubahan positif
bagi umat manusia.
Saat ini Indonesia ibarat jahiliah modern karena
menerapkan ideologi kapitalisme sekuler liberal demokrasi, maka wajar jika
disebuh sebagai Indonesia gelap. Bukan hanya gelap tapi juga bodoh dari
petunjuk Allah. Indonesia ini sedang berjalan menuju kehancuran dan kegelapan,
karena mengabaikan petunjuk Allah.
Padahal Al Qur’an adalah cahaya, sebagaimana firman
Allah : "Sesungguhnya
telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menjelaskan." (QS.
Al-Ma'idah (5:15)
Selain itu, dalam QS. At-Taubah (9:32) juga
disebutkan: "Mereka ingin untuk memadamkan cahaya Allah dengan mulut
mereka, tetapi Allah menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak
menyukainya."
Karena itu, Indonesia lebih baik dengan Islam dan
buang sekulerisme jika bangsa ini ingin melihat negeri ini terang benderang,
terbebas dari kegelapan dan kebodohan. Islam membawa kebaikan, kedamaian, dan
kesejahteraan bagi umat manusia. Islam adalah petunjuk hidup yang memberikan
pedoman moral, sosial, dan spiritual yang dapat memperbaiki kualitas hidup
individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Islam menekankan keadilan, persamaan, dan penghapusan
penindasan terhadap sesama. Konsep ini tercermin dalam ajaran zakat (memberikan
sebagian harta untuk membantu yang membutuhkan), yang mendorong pemerataan
ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial. Di Indonesia, nilai-nilai keadilan
sosial ini dapat memberikan kontribusi besar dalam menciptakan masyarakat yang
lebih adil dan sejahtera.
Islam mengajarkan pentingnya toleransi antar umat
beragama dan perdamaian. Meskipun Indonesia memiliki keberagaman agama dan
budaya, prinsip Islam tentang saling menjaga kerukunan antar umat beragama
sangat relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam mendorong umatnya
untuk hidup berdampingan dengan penuh kasih sayang.
Islam memberikan pedoman hidup yang jelas mengenai
moralitas dan etika, yang bisa membimbing umat untuk hidup dengan lebih baik,
jujur, berintegritas, dan bertanggung jawab. Dalam konteks Indonesia, hal ini
bisa membantu mengurangi korupsi, ketidakjujuran, dan masalah sosial lainnya.
Islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan
pengetahuan. Di masa lalu, peradaban Islam pernah mengalami kemajuan besar
dalam bidang sains, filosofi, dan teknologi. Prinsip ini bisa diterapkan di
Indonesia untuk memajukan sektor pendidikan dan menciptakan masyarakat yang
lebih berpengetahuan.
Ajaran Islam tentang hidup dengan kesederhanaan,
syukur, dan berbuat baik kepada sesama membawa kedamaian dalam kehidupan
pribadi dan sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, ajaran Islam
tentang kedamaian dan kesejahteraan ini bisa memberikan kontribusi positif
untuk menciptakan harmoni sosial.
Dengan menekankan nilai-nilai kejujuran, kerja keras,
solidaritas, dan tanggung jawab, Islam dapat menjadi dasar yang kuat untuk
membangun karakter bangsa. Prinsip-prinsip moral Islam bisa mengarah pada
terciptanya generasi muda yang memiliki akhlak yang baik dan berkepribadian
unggul.
Perhatikan firman Allah berikut : Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.(QS Al A’raf : 96).
Allah menegaskan dalam firmanNya pada QS. Al-Ahzab
(33:36) : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula bagi
perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu
perkara, akan ada pilihan lain tentang urusan mereka. Dan siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang
nyata.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 18 Ramadhan 1446 H – 18 Maret
2025 M : 09.43 WIB)