Oleh : Ahmad Sastra
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS
Al Mujadillah : 11)
Islam adalah agama wahyu
sekaligus agama ilmu dan peradaban. Muhammad Iqbal mengatakan bahwa Islam telah memancar dari kesadaran satu
bangsa yang begitu bersahaja, tidak bersentuhan dengan kebudayaan lama yang
manapun juga dan menduduki suatu daerah geografis tempat tiga benua bertemu
bersama-sama. Kebudayaan (baca : peradaban)
baru itu telah menemukan suatu dasar kesatuan dunia dalam prinsip
Tauhid.
Islam sebagai suatu lembaga
merupakan suatu cara praktis yang akan membuat prinsip itu sebagai faktor yang
hidup dalam pikiran dan perasaan manusia. Islam menetapkan kesetiaan itu kepada
Tuhan, bukan kepada mahkota. Dan selama Tuhan itu yang menjadi dasar rohaniah
terakhir segala hidup, maka hakekat kesetiaan kepada Tuhan merupakan kesetiaan
terhadap cita-citanya sendiri.
Penghambaan kepada Tuhan bersifat
kekal dalam kondisi dan perubahan apapun. Karenanya Islam mestinya menjadi
dasar dan prinsip-prinsip yang abadi untuk mengatur kehidupan secara kolektif,
sebab keabadian itu memberikan tempat yang aman bagi kita dalam suatu dunia
dengan kondisi yang terus berubah-ubah secara terus menerus.
Namun Iqbal juga sadar akan
kemunduran umat Islam yang terjadi hari ini yang menurutnya disebabkan oleh
tiga : Pertama, gerakan rasionalis yang lahir dalam pangkuan Islam dalam masa
permulaan Abbasiyah, serta pertentangan-pertentangan pahit yang timbul
karenanya, bagi kita semua bukanlah
asing lagi.
Kedua, timbulnya kebiasaan sufi
yang berangsur-angsur berkembang dibawah pengaruh pikiran yang bukan Islam,
dari segi renungan semata, boleh dikatakan bertanggungjawab atas sikap ini.
Dari segi agama semata, tasawuf merupakan pemberontakan terhadap bermacam-macam
dalih ahli-ahli hukum kita dahulu kala.
Ketiga, puncak dari semua itu
adalah jatuhnya Bagdad sebagai pusat segala kegiatan intelek muslim, yaitu pada
pertengahan abad ketigabelas. Ini adalah suatu pukulan berat, dan semua
ahli-ahli sejarah yang hidup pada zaman penyerbuan Tartar melukiskan Bagdad itu
dengan setengah menekankan perasaan pesimismenya tentang nasib umat Islam di
kemudian hari.
Islam bukanlah agama semata ritual sebagaimana agama-agama lain. Bahkan Islam diakui telah memberikan inspirasi peradaban
bagi dunia Barat. Pengakuan sumbangan Islam
terhadap kemajuan peradaban Barat itu dilontarkan oleh beberapa ahli kebudayaan
Barat, antara lain: Pertama, George Sarton, seorang ahli sejarah ilmu
pengetahuan dari Universitas Harvard dalam bukunya Introduction on The
History of Science bahwa buku –buku
berbahasa Arab menjadi rujukan utama
kemajuan manusia para abad 8 hingga 11.
Kedua, Robert Stephen Briffault
menulis dalam bukunya Making of Humanity mengakui bahwa kemajuan ilmu di
Eropa adalah berkat jasa bangsa Arab. Ketiga, Rom Landau menulis dalam bukunya The
Arab Heritage of Western Civilization mengakui bahwa para ahli ilmu pasti
dan perbintangan Barat seperti Keppler, Copernicus, Galileo dan Newton tak akan
pernah mampu jika tidak dirintis oleh para ilmuwan muslim sebelumnya.
Keempat, Carra De Vaux mengatakan
bahwa umat Islam telah mengajarkan Barat ilmu hitung yang belum pernah
diketahui oleh para ilmuwan Yunani sekalipun. Kelima, Max Mayerhof mengatakan
bahwa kedokteran Islam dan ilmu pengetahuan yang lain telah menyinari Helenisme
hingga Eropa mengalami Renaissance “Oleh karena itu Islam harus tetap
bersama kita” ungkap Max.
Keenam, John William Droper, guru
besar Universitas New York dalam bukunya History of The Conflict Between
Religion and Science (1876) mengatakan bahwa jasa besar umat Islam dalam
pengembangan ilmu pengetahuan adalah karena mereka melakukan pengamatan dan
percobaan ala Iskandariyah bukan metode
perenungan ala Athena. (lihat M Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam.
Hal. 295).
Islam memandang ilmu dan
orang-orang yang berilmu dalam kedudukan yang sangat mulia. Tidak ada agama
satupun di dunia yang memiliki pandangan positif bagi ilmu dan orang-orang
berilmu sebagaimana agama Islam. Beberapa ayat berikut memberikan gambaran yang
jelas bahwa betapa Islam sangat memuliakan ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Allah berfirman
: (apakah kamu Hai orang musyrik yang
lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud
dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. (QS Azzumar : 9)
Dia-lah
yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS Ali
Imran : 7)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan,
13 Ramadhan 1446 H – 13 Maret 2025 M : 13.04 WIB)