Oleh : Ahmad Sastra
Indonesia berduka, di tengah kaum kaum muslimin
melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, bertubi bencana banjir dan tanah longsor
mewarnai negeri ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak
298 kejadian bencana di
seluruh Indonesia hingga 1 Februari 2025.
Kepala BNPB, Suharyanto, mengungkapkan bahwa bencana
hidrometeorologi basah seperti banjir dan tanah longsor mendominasi kejadian
bencana pada awal tahun ini. Ia menambahkan bahwa bencana yang tercatat adalah
kejadian-kejadian yang memerlukan intervensi BNPB setelah pemerintah daerah
menetapkan status tanggap darurat. Sementara bencana kecil yang ditangani
pemerintah daerah, tidak tercatat di BNPB.
Bencana hidrometeorologi basah menjadi sorotan utama di awal 2025. BNPB
mencatat banjir sebagai bencana paling sering terjadi, diikuti oleh tanah
longsor dan cuaca ekstrem. Dominasi bencana hidrometeorologi ini menunjukkan
bahwa musim hujan masih menjadi tantangan besar bagi berbagai wilayah di
Indonesia. Banjir yang merendam permukiman, merusak infrastruktur, dan memaksa
ribuan warga mengungsi, terus menjadi masalah tahunan yang memerlukan
penanganan serius.
Selain bencana hidrometeorologi, bencana geologi seperti gempa bumi dan erupsi
gunung berapi juga berpotensi terjadi, meski belum mendominasi pada awal tahun
ini.
Banjir bisa terjadi karena berbagai faktor yang saling
berhubungan. Hujan lebat dalam waktu
yang lama atau intensitas hujan yang tinggi bisa membuat volume air di sungai,
danau, atau saluran drainase melebihi kapasitasnya, yang menyebabkan air meluap
dan menggenangi wilayah sekitarnya.
Penebangan pohon yang berlebihan mengurangi kemampuan
tanah untuk menyerap air. Akibatnya, air hujan mengalir langsung ke permukaan
tanah dan menyebabkan banjir. Konversi lahan dari area hijau menjadi area
permukiman, industri, atau komersial dapat mengurangi kemampuan tanah untuk
menyerap air. Penggunaan beton atau aspal yang luas menghambat infiltrasi air
ke dalam tanah.
Infrastruktur drainase yang tidak memadai atau
tersumbat dapat menyebabkan air hujan tidak bisa mengalir dengan lancar,
sehingga air meluap dan menyebabkan banjir. Pembangunan yang menghalangi aliran
sungai atau penyempitan sungai dapat mengurangi kapasitas sungai untuk
menampung air, yang akhirnya menyebabkan banjir.
Wilayah yang terletak di dataran rendah atau dekat
dengan badan air besar, seperti sungai atau laut, lebih rentan terhadap banjir,
terutama ketika terjadi kenaikan permukaan air. Perubahan iklim yang disebabkan
oleh pemanasan global dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas hujan lebat,
serta menyebabkan pencairan es di wilayah kutub yang berkontribusi pada naiknya
permukaan laut, meningkatkan risiko banjir.
Aktivitas manusia seperti pembangunan yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan, pembuangan sampah yang sembarangan, dan
pembukaan lahan untuk pertanian atau perkebunan tanpa memperhatikan drainase
yang baik, dapat memperburuk kondisi banjir. Penyebab banjir ini bisa terjadi
secara bersamaan, dan sering kali melibatkan kombinasi dari faktor alam dan
aktivitas manusia.
Selain petaka banjir, Indonesia juga diwarnai oleh
berbagai kasus korupsi yang nampak tak pernah surut, malah semakin mengerikan. Sejumlah
kasus dugaan korupsi mencuri
perhatian publik di awal tahun ini, hingga Maret 2025. Kerugian negara akibat
kasus-kasus ditaksir mencapai triliunan rupiah. Perkara rasuah ini pun terjadi
di berbagai sektor, mulai dari perbankan, lembaga pembiayaan negara, hingga
minyak dan gas. (Tempo.co)
Berbagai kasus korupsi yang dibongkar ini berhasil
mengejutkan masyarakat dan memicu amarah publik. Pasalnya, kasus-kasus tersebut
melibatkan sejumlah pejabat tinggi lembaga negara dan pengusaha yang seharusnya
bertanggung jawab dalam mengelola dana publik.
Dugaan korupsi
Pertamina muncul dalam tata kelola minyak mentah dan produk
kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS)
periode 2018 hingga 2023. Perkara rasuah ini dinilai merugikan keuangan negara
setidaknya Rp 193,7 triliun selama satu tahun. Sedangkan, waktu terjadinya
perkara tersebut adalah lima tahun, dari 2018-2023.
Kejaksaan Agung menetapkan enam petinggi Pertamina dan
tiga orang dari sektor swasta sebagai tersangka. Kesembilan tersangka itu
adalah Direktur Utama atau Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan;
Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional,
Sani Dinar Saifuddin; dan Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki
Firnandi.
Lalu Vice President Feedstock Management PT Kilang
Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT
Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; serta Edward Corne selaku Vice President
Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Tiga tersangka dari sektor swasta, yakni Beneficial
Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT
Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta
Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading
Ramadan Joede.
Setelah penetapan tersangka, Kejagung melakukan
penggeledahan untuk mencari barang bukti yang mendukung penyidikan dan
memeriksa sejumlah saksi. Salah satu tempat yang digeledah adalah dua rumah
milik pengusaha Muhammad Riza Chalid, ayah Muhammad Kerry Adrianto Riza.
Kejagung juga memeriksa delapan saksi, termasuk seorang influencer otomotif,
Fitra Eri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan
lima tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas
pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada Senin, 3 Maret
2025.
Kelima tersangka tersebut, yakni Direktur Pelaksana I
LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, Direktur Pelaksana
4 LPEI, Presiden Direktur PT. Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT. Petro
Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT. Petro Energy Newin Nugroho, dan
Direktur Keuangan PT. Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta.
Plt. Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo
menjelaskan pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur ini
berpotensi mengakibatkan kerugian negara dengan nilai mencapai Rp 11,7 triliun.
Pada konstruksi perkaranya, kata dia, diduga telah terjadi benturan kepentingan
(CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT. Petro Energy. Mereka melakukan
kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran
penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk
tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan. Kemudian, PT. Petro
Energy diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi
underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi
tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi di Bank Jawa Barat dan Banten atau Bank
BJB seputar pengadaan iklan. Hal itu diungkap Wakil Ketua KPK Fitroh
Rohcahyanto. "Terkait pengadaan iklan," kata Fitroh dikonfirmasi,
Selasa, 11 Maret 2025.
Fitroh mengatakan, kerugian negara akibat kasus dugaan
korupsi ini pun sudah dipegang penyidik KPK. Namun, masih belum bisa diumumkan
ke publik. "Ratusan miliar," kata Fitroh.
Dia mengatakan, kelima tersangka tersebut antara lain
penyelenggara negara dan pihak swasta. Namun, Tessa tak mengungkapkan
komposisinya. Tessa mengatakan, KPK bakal merilis kasus korupsi Bank BJB
lebih lanjut pada pekan ini. Teranyar, KPK menggeledah sejumlah tempat di
Bandung terkait dengan kasus. Salah satunya adalah rumah mantan Gubernur Jawa
Barat, Ridwan Kamil.
Pada 20 Februari 2025, Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jakarta menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi
pemberian kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta. Tiga tersangka tersebut adalah
Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta Benny; pemilik PT Indi Daya Group, Bun
Sentoso; serta Direktur PT Indi Daya Rekapratama dan Indi Daya Group, Agus
Dianto Mulia.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Kejati Jakarta
terlebih dahulu memeriksa Benny terkait dengan dugaan manipulasi pemberian
kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta. Benny diduga telah memfasilitasi pencairan
kredit fiktif kepada PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama.
Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini
terbilang sistematis. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sebagai debitur
sebenarnya tidak memiliki proyek riil atau kemampuan finansial yang memadai
untuk mendapatkan kredit dalam jumlah besar.
Namun, dengan bantuan Benny sebagai Kepala Bank Jatim
Cabang Jakarta, proses pencairan kredit tetap dilakukan. Selain itu, peran
Fitri Kristiani juga sangat krusial, karena ia bertindak sebagai penghubung
yang mengurus berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam skema penipuan ini.
Tersangka Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia diduga
berkolusi dengan Benny untuk mencairkan 65 kredit utang dan 4 kredit
kontraktor. Total kredit yang telah dicairkan mencapai Rp 569,4 miliar. Dana
tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung proyek-proyek yang didanai
melalui kredit modal kerja, tetapi pada kenyataannya, proyek-proyek tersebut
tidak pernah ada.
Korupsi bisa terjadi karena berbagai faktor yang
saling terkait. Jika sistem pengawasan
dan penegakan hukum lemah atau tidak efektif, individu atau kelompok dengan
kekuasaan dapat dengan mudah menyalahgunakan wewenang mereka untuk kepentingan
pribadi.
Kondisi ekonomi yang buruk atau ketimpangan ekonomi
bisa mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Misalnya, individu
yang merasa kesulitan finansial mungkin tergoda untuk menerima suap atau
melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di beberapa budaya atau masyarakat, praktik korupsi
mungkin dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan sebagai cara untuk bertahan
hidup. Jika lingkungan sosial atau budaya tidak menentang korupsi dengan tegas,
perilaku tersebut bisa dianggap dapat diterima.
Ketika ada kurangnya transparansi dalam pengelolaan
keuangan atau proses pengambilan keputusan, individu yang memiliki akses
terhadap sumber daya atau informasi bisa menyalahgunakan posisi mereka.
Akuntabilitas yang lemah juga membuat tindakan korupsi sulit untuk terdeteksi
dan dihukum.
Jika individu atau pejabat tidak memiliki etika atau
integritas yang kuat, mereka lebih rentan untuk melakukan tindakan korupsi.
Dalam hal ini, nilai-nilai moral dan kesadaran akan dampak negatif dari korupsi
sangat berperan dalam mencegahnya.
Sistem birokrasi yang rumit atau tidak efisien sering
kali memudahkan terjadinya korupsi. Banyaknya prosedur atau lapisan
administrasi yang harus dilalui bisa membuka celah bagi penyalahgunaan
kekuasaan, seperti meminta suap untuk mempercepat proses atau menghindari
prosedur yang rumit.
Di banyak negara, politik yang tidak sehat atau sistem
politik yang rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan bisa mendorong pejabat
atau politisi untuk menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi.
Pemilihan umum yang tidak adil atau manipulasi suara juga seringkali berhubungan
dengan praktik korupsi.
Pejabat atau aparatur negara yang mendapatkan gaji
rendah atau tunjangan tidak memadai sering kali merasa terdesak dan berisiko
untuk menerima suap atau melakukan korupsi untuk meningkatkan pendapatan
mereka. Terkadang, ambisi pribadi untuk memperoleh kekayaan dengan cara cepat
dan mudah dapat mendorong seseorang untuk mengabaikan norma dan etika, serta
melakukan korupsi untuk mencapai tujuan tersebut.
Penerapan ideologi kapitalisme dimana oligarki rakus memegang
kekuasaan memiliki pengaruh besar terhadap bencana lingkungan dan korupsi.
Dalam sistem ini, sekelompok kecil orang atau entitas (oligarki) mengendalikan
sebagian besar kekayaan dan kekuasaan, sementara mayoritas masyarakat sering
kali terpinggirkan.
Dalam sistem kapitalisme oligarki rakus, keuntungan
jangka pendek sering kali menjadi prioritas utama. Kelompok oligarki ini
cenderung mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tanpa
mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.
Perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki oleh
kelompok oligarki sering kali terlibat dalam penebangan hutan secara
besar-besaran untuk memperoleh keuntungan dari sektor pertambangan, perkebunan,
atau pembangunan infrastruktur. Hal ini mengarah pada hilangnya habitat,
mengurangi kapasitas penyerapan karbon, serta memperburuk perubahan iklim.
Untuk memaksimalkan keuntungan, perusahaan yang
dikuasai oleh oligarki sering kali mengabaikan standar lingkungan dan melakukan
aktivitas industri yang mencemari udara, air, dan tanah. Akibatnya, terjadi
degradasi lingkungan yang dapat memicu bencana alam seperti banjir, tanah longsor,
dan polusi.
Ketergantungan pada bahan bakar fosil dan eksploitasi
sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi dapat memperburuk perubahan iklim.
Kapitalisme oligarki cenderung mendorong industri yang merusak iklim, meskipun
dampaknya sudah terbukti merusak planet ini.
Oligarki yang menguasai sebagian besar sumber daya
ekonomi cenderung meningkatkan ketimpangan sosial dan ekonomi. Mereka dapat
memengaruhi kebijakan pemerintah untuk menguntungkan kepentingan mereka,
sementara kelompok masyarakat yang lebih miskin atau terpinggirkan tidak
mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap bencana.
Masyarakat miskin atau yang kurang beruntung sering
kali tidak memiliki akses yang cukup terhadap perlindungan dari bencana. Ini
dapat menyebabkan mereka lebih rentan terhadap dampak bencana alam, seperti
banjir, gempa bumi, atau badai. Sementara kelompok elit dapat membangun
infrastruktur untuk melindungi properti mereka, masyarakat miskin sering kali
harus menghadapi kerugian besar.
Kapitalisme oligarki rakus sering kali menciptakan
sistem yang memungkinkan terjadinya korupsi. Para oligarki memiliki kekuatan
politik dan ekonomi yang besar, yang memungkinkan mereka untuk memengaruhi
kebijakan publik dan mendapatkan keuntungan tanpa menghiraukan etika atau
hukum. Berikut adalah beberapa dampak korupsi yang terkait:
Dalam negara yang dikuasai oleh oligarki, dana yang
seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau penanggulangan
bencana sering kali diselewengkan. Politikus atau pejabat yang berhubungan
dengan oligarki bisa menerima suap atau terlibat dalam proyek-proyek yang
menguntungkan bagi mereka secara pribadi, bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam banyak kasus, oligarki dapat menggunakan
pengaruh mereka untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih melonggarkan
regulasi lingkungan. Dengan demikian, mereka bisa merusak lingkungan untuk
keuntungan ekonomi tanpa menghadapi konsekuensi hukum yang serius. Korupsi
dalam pemerintahan sering kali membuat proses pengawasan lingkungan tidak efektif.
Para pejabat yang terhubung dengan oligarki mungkin
juga menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memberikan kontrak-kontrak yang
merugikan negara kepada perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki oleh elit.
Ini menciptakan lingkaran setan di mana korupsi merugikan masyarakat,
meningkatkan ketimpangan sosial, dan memperburuk kerusakan lingkungan.
Karena oligarki sering kali berfokus pada keuntungan
pribadi mereka, kebijakan yang mereka dukung cenderung tidak pro-lingkungan
atau pro-masyarakat. Mereka cenderung mendukung kebijakan yang menguntungkan
sektor bisnis mereka, meskipun kebijakan tersebut mungkin merusak lingkungan
dan meningkatkan ketimpangan sosial.
Kebijakan yang menguntungkan perusahaan-perusahaan
besar sering kali melonggarkan regulasi yang mengatur dampak lingkungan,
memperburuk masalah seperti polusi udara dan air, serta kerusakan ekosistem.
Ketika terjadi krisis lingkungan atau bencana alam,
respons dari pemerintah yang dipengaruhi oleh oligarki cenderung lambat atau
tidak memadai, karena mereka lebih mementingkan kepentingan ekonomi jangka
pendek daripada kesejahteraan masyarakat atau lingkungan.
Kapitalisme oligarki rakus memiliki dampak yang
signifikan terhadap bencana lingkungan dan korupsi. Dengan mengejar keuntungan
tanpa memperhatikan keberlanjutan, kelompok oligarki tidak hanya merusak
lingkungan, tetapi juga memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi, yang pada
gilirannya membuat masyarakat lebih rentan terhadap bencana.
Selain itu, korupsi yang terorganisir dalam sistem ini
memperburuk situasi dengan menambah kesenjangan dan menghambat upaya untuk
memperbaiki kondisi sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mengurangi
dampak negatif ini, diperlukan reformasi yang mendalam dalam sistem ekonomi,
politik, dan pengawasan terhadap tindakan korupsi serta perlindungan
lingkungan.
Maka, benarlah firman Allah berikut : Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS Ar Rum : 41)
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu
negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS Al Isra : 16)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 12 Ramadhan 1446 H – 12 Maret
2025 M : 20.23 WIB)