PUASA RAMADHAN DAN KESEHATAN MENTAL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS Al Baqarah : 183-184)

 

Dua dua tokoh yang akan penulis hadirkan dalam tulisan ini untuk dalam pembahasannya tentang kesehatan mental, sebelum dikaitkan dengan puasa Ramadhan. Pertama, Al-Balkhi (w. 931 M), seorang ilmuwan dan ahli dalam bidang psikologi dan kedokteran dari dunia Islam, dikenal karena kontribusinya dalam mengembangkan pemahaman tentang kesehatan mental.

 

Dalam karya-karyanya, terutama dalam buku yang terkenal berjudul "Masalih al-Abdan wa al-Anfus" (Keuntungan untuk Tubuh dan Jiwa), Al-Balkhi mengemukakan konsep tentang pentingnya kesehatan mental yang melibatkan keseimbangan antara tubuh dan jiwa, serta peran pikiran, emosi, dan spiritualitas dalam mencapai kesejahteraan mental.

 

Al-Balkhi mengemukakan bahwa kesehatan mental sangat erat kaitannya dengan keseimbangan jiwa. Menurutnya, jiwa yang sehat adalah jiwa yang mampu mengendalikan nafsu dan emosinya, serta mampu menjaga keseimbangan dalam berpikir dan bertindak. Sebaliknya, gangguan pada jiwa muncul ketika terdapat ketidakseimbangan antara berbagai aspek dalam diri manusia, baik fisik, mental, maupun spiritual.

 

Al-Balkhi menekankan bahwa kesehatan jiwa adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan fisik, dan keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Gangguan fisik bisa mempengaruhi kondisi mental seseorang, demikian pula sebaliknya, gangguan mental bisa berdampak pada tubuh.

 

Menurut Al-Balkhi, penyebab gangguan mental atau penyakit jiwa bisa bermacam-macam, di antaranya: Pertama, ketidakseimbangan dalam tubuh, seperti gangguan pada sistem pencernaan atau gangguan fisik lainnya, dapat memengaruhi keseimbangan jiwa.

 

Kedua, stres, kecemasan, rasa takut, dan beban emosional lainnya bisa memicu gangguan pada jiwa, yang berujung pada masalah kesehatan mental. Ketiga, lingkungan yang tidak mendukung, seperti hubungan sosial yang buruk, ketidakadilan, atau kesulitan ekonomi, bisa mempengaruhi kesejahteraan mental seseorang.

 

Al-Balkhi percaya bahwa gangguan mental tidak hanya disebabkan oleh faktor internal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti hubungan sosial dan kondisi hidup seseorang.

 

Al-Balkhi memandang bahwa pikiran dan emosi memainkan peran yang sangat besar dalam kesehatan mental. Menurutnya, emosi yang tidak terkendali, seperti kemarahan, kecemasan, dan rasa takut, dapat menyebabkan ketidakseimbangan jiwa. Oleh karena itu, penting untuk mengelola emosi dengan baik agar jiwa tetap sehat.

 

Al-Balkhi menekankan bahwa kebahagiaan dan ketenangan jiwa hanya dapat dicapai jika seseorang dapat mengendalikan pikiran dan perasaannya. Kesehatan mental tidak hanya dicapai melalui pengobatan fisik, tetapi juga melalui pemeliharaan emosi dan pikiran yang sehat.

 

Al-Balkhi memberikan beberapa cara untuk menjaga kesehatan mental dan mengelola emosi, di antaranya: Pertama, mengelola pikiran dengan cara yang sehat dan rasional dapat membantu mencegah timbulnya gangguan mental. Kedua, sebisa mungkin, seseorang harus menghindari emosi negatif seperti kebencian, kemarahan, dan kecemasan yang berlebihan, karena emosi tersebut dapat merusak keseimbangan jiwa. Ketiga, Al-Balkhi juga menyarankan untuk mengambil waktu untuk diri sendiri, beristirahat, dan melakukan refleksi diri, yang dapat menenangkan pikiran dan memperbaiki kesehatan mental.

 

Al-Balkhi menekankan pentingnya kesehatan spiritual dalam menjaga kesehatan mental. Sebagai seorang Muslim, ia meyakini bahwa hubungan yang baik dengan Allah SWT dapat memberikan ketenangan dan kesejahteraan jiwa. Ibadah, doa, dan pengendalian diri adalah aspek yang sangat penting dalam mencapai kedamaian batin dan mengatasi gangguan mental.

 

Selain itu, menurut Al-Balkhi, syukur dan kepasrahan kepada takdir Allah adalah hal yang penting dalam menjaga kesehatan mental. Seseorang yang bisa menerima takdir hidupnya dengan sabar dan penuh syukur akan cenderung lebih tenang dalam menghadapi masalah hidup.

 

Al-Balkhi berpendapat bahwa pengobatan untuk gangguan mental harus dilakukan secara holistik, yaitu dengan memperhatikan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Pengobatan mental tidak hanya melibatkan obat-obatan, tetapi juga pendekatan spiritual dan psikologis. Oleh karena itu, Al-Balkhi juga mengusulkan pengobatan yang mencakup terapi fisik, psikologis, dan spiritual.


Tokoh kedua adalah Zakiah Darajat, beliau adalah seorang tokoh penting dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang ahli dalam bidang psikologi Islam dan juga dikenal dengan kontribusinya dalam memahami hubungan antara agama dan kesehatan mental. Menurut Zakiah Darajat, kesehatan mental tidak hanya melibatkan kondisi psikologis seseorang, tetapi juga berkaitan erat dengan aspek spiritual dan agama.

 

Dalam pandangan Zakiah Darajat, kesehatan mental dapat dipahami sebagai kondisi di mana seseorang memiliki keseimbangan antara aspek fisik, mental, dan spiritual, serta mampu menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran, tujuan, dan keterhubungan dengan Allah SWT.

 

Zakiah Darajat mengemukakan bahwa kesehatan mental mencakup keseluruhan kesejahteraan individu, yaitu kesejahteraan fisik, mental, dan spiritual. Sebuah individu yang sehat secara mental harus mampu mengelola emosinya, berpikir dengan jernih, dan merasakan kedamaian batin, yang semuanya dapat dicapai melalui keseimbangan dalam aspek-aspek tersebut.

 

Menurut Zakiah Darajat, aspek spiritual sangat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Dalam Islam, hubungan yang erat dengan Allah SWT melalui ibadah, doa, dan dzikir dapat memberikan ketenangan jiwa dan membantu seseorang mengatasi berbagai masalah hidup. Menurut beliau, seseorang yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT akan merasa lebih tenang, lebih percaya diri, dan lebih mampu menghadapi tantangan hidup.

 

Dalam pandangan Zakiah Darajat, ibadah tidak hanya bermanfaat sebagai sarana untuk memperoleh pahala, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga keseimbangan mental dan emosional. Shalat, dzikir, puasa, dan amal baik lainnya dapat membantu meredakan stres dan meningkatkan ketenangan batin.

 

Salah satu aspek penting dari kesehatan mental menurut Zakiah Darajat adalah pengendalian diri (self-control). Dalam pandangan Islam, kemampuan untuk mengendalikan diri, baik dalam aspek emosi, hasrat, maupun perilaku, sangat penting untuk menjaga keseimbangan mental. Puasa, misalnya, adalah latihan untuk mengontrol nafsu dan memperkuat ketahanan mental.

 

Zakiah Darajat juga mengakui pentingnya lingkungan sosial dan keluarga dalam menjaga kesehatan mental. Keluarga yang harmonis dan lingkungan yang mendukung dapat membantu seseorang untuk merasa diterima, dihargai, dan lebih mampu mengatasi masalah hidup. Sebaliknya, hubungan yang buruk dalam keluarga atau masyarakat bisa menimbulkan tekanan psikologis yang merugikan kesehatan mental.

 

Penerimaan diri adalah salah satu aspek penting dalam kesehatan mental menurut Zakiah Darajat. Beliau berpendapat bahwa seseorang yang sehat mentalnya adalah seseorang yang dapat menerima dirinya sendiri, baik kekuatan maupun kelemahannya. Penerimaan ini juga berkaitan dengan penerimaan terhadap takdir Allah SWT. Seseorang yang menerima bahwa hidupnya berada dalam kendali Allah dan dapat menghadapinya dengan sabar dan ikhlas, akan lebih mampu menjaga kestabilan mentalnya.

 

Menurut Zakiah Darajat, salah satu cara untuk mengatasi stres dan kecemasan adalah dengan memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah. Berdoa, berzikir, dan selalu mengingat Allah dapat menenangkan hati dan mengurangi rasa cemas. Selain itu, berusaha untuk memiliki pandangan positif terhadap setiap ujian dan musibah, serta berusaha untuk mencari hikmah dari setiap peristiwa, dapat membantu seseorang untuk lebih kuat secara mental.

 

Puasa, terutama selama bulan Ramadhan, memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional seseorang. Efek ini bisa bersifat positif, namun juga bisa menantang, tergantung pada bagaimana seseorang mengelola fisik dan mentalnya selama berpuasa.

 

Puasa adalah ibadah yang dapat membantu meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Proses menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu lainnya memberi kesempatan bagi seseorang untuk lebih fokus pada spiritualitas dan refleksi diri. Hal ini dapat menghasilkan rasa ketenangan batin yang mendalam.

 

Dengan menghindari gangguan duniawi (seperti makanan dan minuman), seseorang dapat merasakan kedamaian batin. Puasa memberi waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui doa, zikir, dan ibadah lainnya, yang dapat menenangkan pikiran dan hati.

 

Puasa mengajarkan seseorang untuk mengendalikan dorongan dan nafsu. Tidak hanya menghindari makanan dan minuman, tetapi juga menjaga perilaku, kata-kata, dan tindakan. Latihan pengendalian diri ini dapat meningkatkan kesabaran dan ketahanan mental.

 

Dengan melatih kontrol diri, seseorang menjadi lebih sabar dan tidak mudah terprovokasi. Hal ini dapat mengurangi stres dan kecemasan yang sering disebabkan oleh reaksi emosional yang impulsif.

 

Beberapa studi menunjukkan bahwa puasa dapat membantu meningkatkan fokus mental. Meskipun tubuh kekurangan energi karena tidak makan dan minum, otak cenderung lebih fokus untuk memprioritaskan tugas-tugas yang lebih penting, karena tidak ada gangguan dari kebutuhan fisik yang mendesak.

 

Puasa dapat membantu meningkatkan konsentrasi karena tubuh beradaptasi dengan pola makan yang lebih teratur. Namun, ini tergantung pada pola tidur yang baik dan nutrisi yang cukup pada saat sahur dan berbuka.

 

Puasa dapat mempengaruhi pola tidur seseorang, tetapi jika dikelola dengan baik, puasa dapat meningkatkan kualitas tidur. Dengan mengatur waktu makan hanya pada saat sahur dan berbuka, tubuh dapat mereset ritme tidurnya.

 

Beberapa orang melaporkan tidur lebih nyenyak selama Ramadhan, terutama setelah berbuka, karena tubuh merasa lebih ringan tanpa makanan berat di perut. Namun, tidur yang cukup selama puasa sangat penting untuk menjaga keseimbangan emosional.

 

Puasa meningkatkan rasa empati terhadap orang-orang yang kurang beruntung, terutama karena kita merasakan sendiri bagaimana rasanya kelaparan dan kehausan. Perasaan ini dapat mendorong seseorang untuk lebih peduli dan dermawan terhadap sesama, yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan emosional.

 

Dengan memahami penderitaan orang lain yang kurang beruntung, seseorang dapat merasa lebih bersyukur dan lebih termotivasi untuk berbuat baik, yang dapat meningkatkan perasaan positif dan bahagia.

 

Puasa bisa mempengaruhi mood seseorang, terutama jika tidak terkelola dengan baik. Beberapa orang mungkin merasa lebih mudah marah, cemas, atau tertekan karena ketidaknyamanan fisik, seperti lapar atau haus. Emosi ini sering disebut sebagai "hangry", yaitu kondisi saat seseorang merasa mudah tersinggung akibat kelaparan.

 

Jika seseorang tidak menjaga pola makan dengan baik saat sahur dan berbuka, kadar gula darah yang rendah dapat menyebabkan perasaan lelah, cemas, atau mudah marah. Mengonsumsi makanan bergizi saat sahur dan berbuka dapat membantu menjaga kestabilan emosi.

 

Selama Ramadhan, selain tubuh yang melakukan detoksifikasi melalui puasa, otak juga dapat mengalami proses detoksifikasi mental. Dengan menahan diri dari kebiasaan buruk dan fokus pada ibadah, seseorang dapat membersihkan pikirannya dari hal-hal negatif dan gangguan mental.

 

Dengan lebih banyak melakukan zikir, doa, dan refleksi diri, seseorang bisa lebih memfokuskan pikiran pada hal-hal positif dan meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan.

 

Puasa membantu seseorang untuk lebih menghargai nikmat yang ada, terutama makanan dan minuman. Hal ini mengajarkan rasa syukur yang mendalam atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT.

 

Menghargai hal-hal kecil dalam hidup, seperti makanan, tidur, dan kesehatan, bisa mengurangi perasaan kecewa atau stres, dan meningkatkan kepuasan diri. Rasa syukur ini memberi dampak positif bagi kesehatan mental dan emosional.

 

Puasa dapat memberikan banyak manfaat untuk kesehatan mental dan emosional, termasuk peningkatan ketenangan, kontrol diri, fokus, empati, dan rasa syukur. Namun, untuk mendapatkan manfaat penuh dari puasa, penting untuk menjaga pola makan yang seimbang, tidur yang cukup, serta melakukan kegiatan ibadah dengan penuh kesadaran dan niat yang tulus.

 

Dengan begitu, puasa tidak hanya memberikan manfaat fisik, tetapi juga memberikan kedamaian dan ketenangan jiwa, serta tentu saja mencapai derajat ketaqwaan sebagai ujung dari pelaksanaan puasa Ramadhan.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 12 Ramadhan 1446 H – 12 Maret 2025 M : 08.48 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.