Oleh : Ahmad Sastra
Kisah hidup Nabi Muhammad SAW adalah perjalanan yang
sarat dengan ujian, pengorbanan, dan keteguhan hati. Salah satu momen paling
menyentuh dari kisah beliau adalah fakta bahwa beliau lahir ke dunia dalam
keadaan yatim—tanpa sempat melihat sosok ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib.
Peristiwa ini bukan hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menyimpan
nilai-nilai spiritual dan pelajaran kehidupan yang mendalam bagi umat Islam dan
seluruh umat manusia.
Abdullah bin Abdul Muthalib adalah ayah dari Nabi
Muhammad SAW dan putra dari Abdul Muthalib, pemuka Quraisy yang disegani.
Abdullah dikenal sebagai pemuda yang saleh, tampan, dan jujur. Ia menikah
dengan Aminah binti Wahab, wanita mulia dari suku Zuhrah. Pernikahan mereka
berlangsung tidak lama sebelum Abdullah memulai perjalanan ke negeri Syam untuk
berdagang.
Dalam perjalanan pulangnya dari Syam, Abdullah singgah
di Yatsrib (kini Madinah), tempat tinggal keluarga ibunya. Di sanalah ia jatuh
sakit dan wafat pada usia sangat muda, diperkirakan sekitar 25 tahun. Pada saat
itu, Aminah tengah mengandung Nabi Muhammad SAW dalam usia kandungan beberapa
bulan.
Dengan wafatnya Abdullah sebelum kelahiran putranya,
Nabi Muhammad SAW pun lahir sebagai seorang yatim.
Dalam budaya Arab pra-Islam, status yatim memiliki
konotasi sosial yang sangat rentan. Anak yatim kerap dianggap lemah dan tidak
memiliki pelindung dalam struktur kabilah yang mementingkan garis keturunan dan
kekuatan keluarga. Dalam kondisi seperti inilah Nabi Muhammad SAW memulai
kehidupannya—seorang anak tanpa ayah di dunia yang keras.
Namun dalam sudut pandang spiritual, lahir sebagai
yatim juga menyimpan hikmah besar. Allah SWT berfirman dalam Surah Ad-Dhuha
ayat 6: "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu?" (QS. Ad-Dhuha: 6)
Ayat ini menegaskan bahwa meski Nabi tidak memiliki
ayah, Allah-lah yang menjadi pelindung dan penuntunnya, bahkan guru pertama
beliau. Ketergantungan Nabi secara total kepada Allah SWT sejak dini adalah
pelajaran penting bahwa kekuatan sejati tidak selalu berasal dari dukungan
manusia, melainkan dari keimanan dan perlindungan Ilahi.
Banyak sejarawan dan psikolog menyebut bahwa
pengalaman masa kecil yang penuh ujian dapat membentuk karakter kuat dalam diri
seseorang. Nabi Muhammad SAW tumbuh dalam kesederhanaan, jauh dari kemewahan
dan perlindungan berlebih. Ia berpindah-pindah pengasuhan—dari ibunya, ke
kakeknya Abdul Muthalib, lalu ke pamannya Abu Thalib.
Namun justru dari ujian-ujian itulah, terbentuk pribadi
yang sangat peka terhadap penderitaan, adil terhadap yang lemah, dan penuh
kasih terhadap anak yatim serta kaum miskin. Hal ini tercermin dalam banyak
sabdanya, seperti: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya)
di surga seperti ini,”
(sambil mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan
keduanya). (HR. Bukhari)
Empati Nabi terhadap anak-anak yatim dan mereka yang
terpinggirkan bukanlah teori kosong, melainkan berasal dari pengalaman pribadi
yang sangat nyata. Ia tahu rasa kehilangan, sepi, dan butuh perlindungan—dan
karena itulah beliau menjadi pelindung sejati bagi orang-orang yang lemah.
Kematian Abdullah sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW
bukan hanya sebuah catatan sejarah. Ia mengajarkan banyak hal : tentang
keikhlasan menerima takdir dan qodho dari Allah, tentang pentingnya membangun
kekuatan jiwa sejak dini, dan tentang kasih sayang kepada mereka yang tak
memiliki pelindung.
Dalam konteks modern, anak-anak yatim masih menjadi
kelompok rentan yang membutuhkan perhatian dan dukungan. Meneladani Rasulullah
SAW berarti menumbuhkan kepedulian sosial dan memperjuangkan keadilan bagi
mereka yang lemah, terutama anak-anak yatim, fakir miskin, dan kaum dhuafa.
Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara
patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah
saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang
mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana (QS Al Baqarah : 220)
Kisah Nabi Muhammad SAW yang lahir sebagai yatim
adalah salah satu dari sekian banyak kisah mengharukan yang membentuk karakter
dan jalan hidup beliau sebagai rahmatan lil ‘alamin. Meskipun tidak pernah
mengenal ayahnya, beliau tumbuh menjadi pribadi yang paling mulia dalam sejarah
umat manusia. Kepergian Abdullah sebelum kelahiran Rasulullah bukanlah akhir
dari harapan, melainkan awal dari misi besar yang telah Allah siapkan bagi sang
Nabi terakhir. Bagi kita, kisah ini adalah pengingat bahwa kesulitan di awal
kehidupan bukan penghalang untuk menjadi cahaya bagi dunia.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1104/24/08/25 : 09.11 WIB)