Oleh : Ahmad Sastra
Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Nabi
Muhammad SAW memulai misi kenabiannya dengan penuh keyakinan dan kasih sayang.
Beliau membawa ajaran tauhid, mengajak manusia menyembah Allah semata dan
meninggalkan kemusyrikan.
Namun, dakwah tersebut tidak disambut dengan tangan
terbuka oleh kaumnya sendiri, kaum Quraisy di Mekkah. Justru sebaliknya,
Rasulullah SAW menghadapi berbagai bentuk penolakan, cemoohan, dan kekerasan
dari masyarakat yang sebelumnya mengenalnya sebagai seorang yang jujur dan
terpercaya.
Kaum Quraisy merupakan pemuka masyarakat Mekkah yang
memiliki kedudukan sosial, ekonomi, dan religius yang tinggi. Sistem
kepercayaan politeisme yang mereka anut telah menjadi bagian dari tatanan
budaya dan ekonomi, terutama karena keberadaan Ka'bah sebagai pusat pemujaan
berbagai berhala dari seluruh jazirah Arab. Kehadiran dakwah tauhid yang dibawa
Rasulullah SAW dianggap sebagai ancaman langsung terhadap status quo tersebut.
Ketika Rasulullah mulai menyampaikan risalah Islam
secara terang-terangan, mereka menyadari bahwa seruan beliau bukan sekadar
ajakan spiritual, tetapi juga membawa implikasi sosial dan politik yang besar.
Menghapus berhala berarti menghancurkan fondasi ekonomi dan simbol kekuasaan
mereka. Maka tak heran jika perlawanan segera muncul.
Kaum Quraisy mulai melancarkan berbagai bentuk
serangan verbal terhadap Nabi Muhammad SAW. Mereka menyebutnya gila karena
berani mengklaim telah berbicara dengan malaikat. Sebutan ini bertujuan untuk
merusak kredibilitas Rasulullah di mata masyarakat.
Selain itu, mereka menuduh beliau sebagai tukang sihir.
Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah memang sangat menyentuh hati dan menggugah
akal. Banyak orang yang setelah mendengarkan Al-Qur’an, mulai mempertanyakan
kepercayaan lama mereka.
Quraisy menuduh Rasulullah menggunakan sihir untuk
memisahkan anak dari orang tua, suami dari istri, dan saudara dari saudaranya.
Tuduhan ini juga dimaksudkan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat
agar tidak mendekati ajaran Islam.
Tak cukup dengan itu, Rasulullah juga disebut sebagai penyair.
Dalam tradisi Arab saat itu, puisi memiliki kekuatan retorika yang tinggi.
Menuduh beliau sebagai penyair adalah usaha untuk menyamakan wahyu ilahi dengan
karya manusia biasa, yang bertujuan untuk mengaburkan keistimewaan Al-Qur’an.
Tak hanya berhenti pada ejekan dan tuduhan, kaum
Quraisy mulai melakukan tindakan fisik terhadap Rasulullah dan para
pengikutnya. Beliau sering kali dilempari kotoran, disakiti secara fisik,
bahkan hampir dibunuh. Salah satu peristiwa paling menyakitkan terjadi saat
Rasulullah sedang shalat di dekat Ka'bah.
Abu Jahal dan para pembesar Quraisy lainnya meletakkan
isi perut unta di punggung beliau saat bersujud. Beliau hanya bisa diam, hingga
putrinya Fatimah datang membersihkannya sambil menangis.
Sementara itu, para sahabat seperti Bilal bin Rabah,
Khabbab bin Al-Aratt, dan keluarga Yasir juga mengalami penyiksaan hebat karena
memeluk Islam. Ini menunjukkan bahwa kekerasan bukan hanya ditujukan kepada
Rasulullah pribadi, tetapi juga kepada komunitas muslim yang mulai tumbuh.
Menghadapi tekanan hebat ini, Rasulullah tidak
membalas dengan kekerasan. Beliau justru menunjukkan kesabaran, kelembutan, dan
keteguhan hati yang luar biasa. Beliau tetap berdakwah dengan bijaksana dan
konsisten menyampaikan pesan tauhid.
Bahkan ketika ditawari kekuasaan dan kekayaan oleh
Quraisy agar menghentikan dakwahnya, beliau menolak dengan tegas seraya
berkata, “Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku
dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini, aku tidak akan
meninggalkannya…”
Strategi dakwah Rasulullah berfokus pada pendekatan moral
dan spiritual, membangun karakter dan keyakinan umatnya agar siap menghadapi
tekanan. Rasulullah juga tidak segan menyendiri, berdoa dan memperkuat
hubungannya dengan Allah SWT dalam setiap ujian yang datang.
Penolakan dan cemoohan kaum Quraisy merupakan bagian
dari fase penting dalam sejarah awal Islam. Dari peristiwa ini, umat Islam
belajar bahwa perjuangan menegakkan kebenaran tidaklah mudah. Dibutuhkan
keteguhan iman, kesabaran luar biasa, serta komitmen untuk tidak gentar dalam
menyampaikan nilai-nilai kebenaran.
Kisah Rasulullah SAW ini menjadi teladan bagi umat
Islam sepanjang masa bahwa jalan dakwah penuh ujian, tetapi dengan pertolongan
Allah, segala rintangan bisa dilalui. Cemoohan, hinaan, dan kekerasan tidak
akan mampu menghentikan cahaya kebenaran yang dibawa oleh seorang utusan Allah.
Peristiwa penolakan dan cemoohan yang dialami
Rasulullah SAW oleh kaum Quraisy menyimpan banyak hikmah dan pelajaran
berharga, baik bagi individu maupun umat secara kolektif. Berikut beberapa poin
penting yang bisa diambil dari peristiwa ini:
Pertama, Kesabaran dalam Menghadapi Ujian. Rasulullah
SAW menunjukkan kesabaran luar biasa meskipun menghadapi hinaan, kekerasan, dan
ancaman pembunuhan. Ini mengajarkan bahwa dalam perjuangan menegakkan
kebenaran, kita harus tetap tegar dan tidak mudah menyerah. Kesabaran adalah
kunci keberhasilan dalam menghadapi ujian hidup. "Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)
Kedua, Konsistensi dalam Menegakkan Kebenaran. Meskipun
ditawari kekayaan, kekuasaan, dan posisi mulia agar menghentikan dakwahnya,
Rasulullah SAW tetap teguh dalam prinsip. Ini menjadi pelajaran penting bahwa
kebenaran tidak boleh dikompromikan demi dunia. Prinsip dan integritas harus
dijaga.
Ketiga, Pentingnya Akhlak dalam Berdakwah. Rasulullah
SAW tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Beliau tetap bersikap lemah
lembut, penuh kasih sayang, dan bijaksana dalam berdakwah. Hal ini menunjukkan
bahwa akhlak mulia lebih kuat dari sekadar argumen. "Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung."
(QS. Al-Qalam: 4)
Keempat, Ujian Adalah Bagian dari Perjalanan Dakwah.
Perlawanan terhadap kebaikan adalah hal yang wajar dalam setiap perjalanan
dakwah. Para nabi terdahulu juga mengalami hal serupa. Maka, seorang Muslim
tidak boleh kaget jika menghadapi penolakan atau tantangan dalam menyampaikan
nilai-nilai Islam.
Kelima, Pentingnya Dukungan Komunitas. Meski
banyak yang menolak, Rasulullah didukung oleh para sahabat seperti Abu Bakar,
Ali bin Abi Thalib, Khadijah, dan Bilal. Ini menunjukkan bahwa kekuatan
komunitas sangat penting dalam menghadapi tekanan. Persaudaraan dan solidaritas
antarumat Islam menjadi kekuatan dalam menghadapi tantangan eksternal.
Keenam, Ketauhidan Menjadi Inti Perlawanan. Sumber
utama penolakan Quraisy adalah ajakan Rasulullah untuk menyembah Allah semata
dan meninggalkan berhala. Ini mengajarkan bahwa tauhid adalah fondasi
terpenting dalam Islam. Memperjuangkan kemurnian tauhid kadang mengundang
penolakan, namun itu adalah prinsip yang tidak bisa ditawar.
Ketujuh, Hinaan Tidak Mengurangi Nilai Kebenaran. Meskipun
dicemooh sebagai orang gila, penyihir, atau penyair, kebenaran tetaplah
kebenaran. Ini memberi pelajaran bahwa pandangan manusia tidak selalu
mencerminkan kebenaran hakiki. Jangan mudah goyah hanya karena dicemooh atau
dinilai buruk oleh orang lain.
Kedelapan, Hikmah Strategi Bertahap dalam Dakwah. Peristiwa
ini juga menunjukkan pentingnya strategi dalam dakwah. Rasulullah SAW memulai
dakwah secara sembunyi-sembunyi, lalu berangsur-angsur terang-terangan. Ini
memberi pelajaran tentang pentingnya membaca situasi dan bersikap bijak dalam
menyampaikan kebenaran.
Kesembilan, Balasan Allah Lebih Baik dari Dunia. Rasulullah
SAW menolak iming-iming duniawi karena yakin bahwa balasan Allah jauh lebih besar.
Ini menjadi pelajaran agar kita tidak tertipu oleh kenikmatan dunia yang
sesaat, dan lebih mengutamakan ridha Allah.
Kesepuluh, Setiap Perjuangan Akan Membawa Kemenangan.
Walau diawali dengan penolakan dan penderitaan, perjuangan Rasulullah
akhirnya membuahkan hasil. Islam menyebar luas, dan orang-orang yang dulunya
mencemooh akhirnya banyak yang masuk Islam. Ini menjadi harapan bahwa setiap
perjuangan di jalan Allah pasti ada akhirnya yang indah.
Peristiwa penolakan dan cemoohan kaum Quraisy terhadap Rasulullah bukan sekadar
bagian dari sejarah Islam, melainkan sarat dengan nilai-nilai spiritual, moral,
dan strategis yang relevan sepanjang zaman. Umat Islam hendaknya menjadikan
kisah ini sebagai sumber kekuatan, inspirasi, dan pelajaran dalam menghadapi
berbagai tantangan kehidupan.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1106/24/08/25 : 18.24 WIB)
Jazaakallah khoir atas ilmunya ustadz
BalasHapus