[4] Renungan Maulid Nabi KISAH MENGHARUKAN DALAM KEHIDUPAN RASULULLAH



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Dalam sejarah dakwah Islam, peristiwa Thaif merupakan salah satu momen paling menyakitkan yang dialami Rasulullah SAW, baik secara fisik maupun emosional. Namun, justru dari kejadian inilah kita melihat keteladanan luar biasa seorang Nabi yang penuh kasih, sabar, dan pengampun. Dari luka dan air mata di Thaif, terpancar cahaya hikmah dan pelajaran yang abadi bagi umat manusia.

 

Setelah lebih dari satu dekade berdakwah di Mekkah, Rasulullah SAW dan para sahabat mengalami penindasan yang sangat berat dari kaum Quraisy. Berbagai bentuk penghinaan, penyiksaan, hingga boikot sosial dan ekonomi telah mereka hadapi. Puncaknya, dua sosok pelindung Rasulullah wafat pada tahun yang sama: Khadijah binti Khuwailid, istri tercinta, dan Abu Thalib, paman yang selalu membelanya. Tahun ini kemudian dikenal sebagai 'Am al-Huzn (Tahun Kesedihan).

 

Dalam kondisi yang begitu sulit, Rasulullah SAW memutuskan untuk mencari tempat baru yang bisa menerima dakwah Islam. Pilihannya jatuh pada Thaif, sebuah kota yang terletak sekitar 60 kilometer dari Mekkah dan dihuni oleh Bani Tsaqif, salah satu suku kuat dan terpandang di Hijaz.

 

Dengan harapan besar, Rasulullah SAW berangkat ke Thaif bersama Zaid bin Haritsah. Beliau menawarkan Islam kepada para pemuka Bani Tsaqif, mengajak mereka untuk beriman kepada Allah dan meninggalkan berhala. Namun, bukan sambutan baik yang beliau terima, melainkan penolakan yang sangat kasar dan menyakitkan.

 

Para pemuka Thaif tidak hanya menolak dakwah Rasulullah, tetapi juga menghina dan mengusirnya. Lebih dari itu, mereka memprovokasi masyarakat dan anak-anak untuk melempari beliau dengan batu saat beliau keluar dari kota. Rasulullah SAW terluka, tubuhnya berdarah, dan sandal beliau dipenuhi darah yang mengucur dari kaki mulianya. Dalam kondisi sangat lemah, beliau berlindung di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, dua orang Quraisy.

 

Dalam kondisi penuh luka, Rasulullah tidak memanjatkan doa kebencian. Justru yang keluar dari lisannya adalah doa yang penuh kelembutan dan pengharapan: “Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan kekuatanku, sedikitnya kemampuanku, dan kehinaanku di mata manusia… Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli…”

 

Tak lama setelah itu, malaikat Jibril datang bersama malaikat penjaga gunung. Malaikat tersebut menawarkan untuk menimpakan dua gunung kepada penduduk Thaif, menghancurkan kota itu seluruhnya. Namun Rasulullah SAW menolak tawaran itu dan berkata: “Jangan! Aku berharap semoga Allah melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya.”

 

Inilah puncak dari rahmat dan kasih sayang seorang Nabi. Di saat dihina dan disakiti, beliau memilih untuk memaafkan dan tetap berharap kebaikan bagi orang-orang yang menyakitinya. Hikmah dan pelajaran dari peristiwa thaif :

 

Pertama, Kesabaran Tanpa Batas. Peristiwa Thaif menunjukkan bahwa kesabaran Rasulullah SAW dalam berdakwah tidak mengenal batas. Beliau tidak menyerah meskipun menghadapi rintangan seberat apapun.

 

Kedua, Dakwah Butuh Pengorbanan. Islam tersebar bukan dengan kemudahan, tetapi melalui pengorbanan besar. Rasulullah SAW telah mempersembahkan fisik, waktu, dan emosinya untuk menyampaikan kebenaran.

 

Ketiga, Kebaikan Dibalas dengan Kebaikan. Meskipun beliau disakiti, Rasulullah SAW membalas dengan doa kebaikan. Ini memberi teladan agung bahwa balas dendam bukanlah jalan para pembawa risalah, tetapi kasih sayang dan harapan.

 

Keempat, Tidak Mudah Menilai dari Permukaan. Penduduk Thaif saat itu menolak dakwah, tetapi kelak keturunan mereka banyak yang masuk Islam. Pelajaran ini menunjukkan bahwa hasil dari dakwah tidak selalu tampak instan. Yang penting adalah usaha, bukan hasil langsung.

 

Kelima, Tawakal dan Kepasrahan Total kepada Allah. Doa Rasulullah menunjukkan sikap tawakal yang sangat tinggi. Meski ditolak manusia, selama Allah tidak murka, beliau merasa cukup. Ini pelajaran besar tentang pentingnya ridha Allah di atas segalanya.

 

Keenam, Bersikap Lembut dalam Dakwah. Sikap Rasulullah yang tetap lembut meski disakiti menjadi model dakwah sepanjang masa. Kelembutan hati mampu menembus kerasnya penolakan, dan menjadi jembatan bagi hidayah.

 

Peristiwa Thaif bukan hanya tentang luka dan air mata. Ia adalah kisah tentang cinta, pengampunan, dan keyakinan yang tidak tergoyahkan. Rasulullah SAW menunjukkan bahwa misi kenabian bukan hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai kasih dan pengorbanan dalam menghadapi kejahatan dengan kebajikan.

 

Bagi umat Islam hari ini, Thaif adalah pengingat bahwa jalan kebenaran penuh ujian. Namun, dengan kesabaran, akhlak mulia, dan tawakal kepada Allah, setiap luka bisa menjadi pintu hidayah bagi dunia.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1107/24/08/25 : 18.58 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.