Oleh : Ahmad Sastra
Dalam Islam, keberhasilan dakwah tidak diukur semata-mata
dari tercapainya tujuan akhir secara duniawi, seperti banyaknya pengikut. Jika
demikian, apakah berarti Rasulullah telah gagal saat dakwah di Mekkah. Padahal
periode mekkah adalah suatu proses. Apakah Nabi Nuh di katakana gagal, hanya
karena pengikutnya sedikit.
Apakah Nabi Musa dikatakan gagal, hanya karena gerakan
dakwahnya dilarang oleh fir’aun ?. Bukan, bukan begitu cara membacanya, jika
cara membacanya seperti itu, betapa dangkalnya cara berpikirnya.
Sebaliknya, dakwah itu yang dinilai adalah proses,
niat, dan kesungguhan dalam menyampaikan kebenaran. Gagal adalah jika tidak
mendakwahkan tegaknya Islam, apalagi menghalangi dakwah, berarti mengikuti
jejak fir’aun, abu jahal, abulahab, dan namrud. Gagal itu ketika menjadi
penghalang Islam dan menjadi budak musuh-musuh Islam demi mendapatkan seoggok
nasi basi. Hal ini berlaku bagi siapapun, apakah muslim, kafir atau munafik.
Dalam sejarah Islam, banyak nabi terus berdakwah
meskipun pengikutnya sangat sedikit.
Nabi Nuh AS berdakwah selama 950 tahun, tetapi hanya sedikit yang
mengikuti beliau. Nabi Luth AS dan Nabi Shu'aib AS juga tidak berhasil mengubah
sistem sosial kaumnya. Namun dalam Al-Qur'an, mereka tetap disebut sebagai
nabi-nabi yang berhasil karena mereka menyampaikan amanah dengan benar,
walaupun hasilnya tidak sesuai harapan manusiawi.
Allah sendiri menyampaikan kepada Rasulullah untuk
hanya menyampaikan, bukan memberikan hidayah kepada manusia. Allah berfirman
: “Tidak ada kewajiban atasmu
(Muhammad) selain menyampaikan (risalah).” (QS. Ash-Shura: 48). “Tugas
Rasul hanyalah menyampaikan dengan jelas.” (QS. An-Nahl: 82).
Kemenangan adalah pertolongan Allah semata. Allah
berfirman : 1. Apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah
dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS An Nashr :
1-5)
Ini menunjukkan bahwa dakwah adalah amanah, bukan
proyek politik pragmatis. Keberhasilannya di sisi Allah tergantung pada
keikhlasan dan ketaatan dalam mengikuti metode yang benar, bukan pada
tercapainya kekuasaan. Sebab kemenangan adalah hak Allah.
Kemenangan adalah pertolongan Allah, sementara seorang
muslim hanya harus menjalankan prosesnya sejalan dengan perintah Allah. Jika
ada sebagian orang yang mengklaim kegagalan proses dakwah, seolah mereka sudah
mendahului ketetapan Allah. Lancang !!
Demokrasi Gagal Total
Beberapa hari ini menggema di negeri ini tuntutan
pembubaran DPR, yang dalam sejarah Gus Dur juga pernah mau membubarkan DPR,
tapi gagal karena justru kena pema’zulan. Gus Dur mungkin sadar bahwa anggota
DPR gak ada gunanya. Presiden Soekarno juga pernah membubarkan dewan
konstitante melalui dekrit presiden.
Penerapan demokrasi sekuler di negeri ini bisa
dikatakan gagal total. Dikatakan gagal kerena memang sudah diterapkan,
sementara kondisinya masyarakat justru semakin amboradul, bahkan negara semakin
terjajah sumber daya alamnya. Sebenarnya kalau peneliti mau jujur, yang justru
gagal total adalah demokrasi di Indonesia ini.
Penerapan demokrasi di negeri
ini, alih-alih memberikan kesejahteraan rakyat, yang terjadi justru makin
banyak angka pengangguran. Akibatnya, karena terbatasnya lowongan kerja,
sementara kebutuhan hidup tidak bisa ditunda, sejumlah sarjana (S1) melamar
lowongan pekerjaan untuk posisi petugas penanganan prasarana dan sarana umum
(PPSU) tambahan di Jakarta pada Juli 2025.
Bahkan beberapa mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan S1 juga ikut serta mendaftar lowongan pekerjaan petugas
PPSU. Tercatat ada 326 orang pelamar yang memperebutkan posisi enam
PPSU. (Tempo.co)
Namun betapa ironi di negeri ini, di
tengah kesusahan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan, sementara di satu sisi
justru ada ratusan pejabat negara dan apolitisi yang rangkap jabatan dengan
gaji sangat besar. Berdasakarkan data yang dirilis Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) pada 2023, Sekjen Kemenkeu memperoleh gaji Rp
90.505.000. Sementara sebagai Komisaris di PT Pertamina memperoleh gaji
Rp 2,9 miliar setiap bulannya (RMOL.id).
Lebih ironi lagi di negeri demokrasi
sekuler ini, meski dianggap tak lazim pejabat menerima gaji ganda di tengah
kemiskinan dan pengangguran rakyatnya, sampai sekarang belum ada aturan yang
melarangnya. Kekayaan para pejabat yang angkanya puluhan milyar untuk pejabat
eselon 1 di lingkungan kementerian keuangan telah menjadi ironi di tengah
kesusahan rakyat untuk sekedar mencari sesuap nasi di negeri ini.
Tak hanya sampai di situ, akibat penerapat
demokrasi sekuler, menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN), yang menyebut sebanyak 48 persen dari 55,9 juta hektar lahan yang
sudah bersertifikat dan terpetakan hanya dimiliki oleh 60 keluarga di
Indonesia. Apabila dipetakan 48 persen dari 55,9 juta hektare atau seluas
26.832.000 hektare lahan atas nama Perseroan Terbatas (PT). (tirto.id)
Laporan terbaru Macro Poverty Outlook dari
Bank Dunia edisi April 2025 menyebut 60,3% penduduk Indonesia, sekitar 171,8
juta jiwa, masih hidup di bawah garis kemiskinan hingga akhir tahun 2024.
Sedangkan di sisi lain, BPS menggunakan metode kebutuhan dasar
(Cost of Basic Needs/CBN) untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia.
Garis kemiskinan ditentukan berdasarkan pengeluaran
minimal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan nonpangan, seperti
pendidikan, perumahan, dan transportasi, dan diukur dalam skala rumah tangga.
Menurut Bank Dunia, jumlah penduduk miskin Indonesia,
sebagai negara berpendapatan menengah atas, mencapai 171,8 juta penduduk atau
60,3 persen dari jumlah populasi pada tahun 2024. Tingkat kemiskinan yang
sangat tinggi ini menempatkan Indonesia di urutan keempat negara termiskian di
dunia, dari 54 negara dengan klasifikasi yang sama.
Indonesia hanya lebih baik. Inilah hasil nyata
penerapan demokrasi sekuler yang gagal total menjadi solusi bagi negeri ini.
Yang terjadi justru semakin menjadikan negeri ini terpuruk dan makin terpuruk.
Sementara terkait kualitas sumber daya
manusia, Indonesia dengan usia kemerdekaan ke 80 tahun belum cukup
menggembirakan dengan masih tinggi kasus korupsi oleh para pejabat,
kriminalitas yang semakin membahayakan semua kalangan, judi online yang tak
kunjung usai, bahkan tren angka bunuh diri di negeri ini juga semakin naik
secara signifikan.
Angka kriminalitas di Indonesia tergolong
cukup tinggi di kawasan ASEAN. Pada 2023 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat 584.991 kejadian
kejahatan, dengan tingkat risiko kejahatan (crime rate) sebesar 214 per
100.000 penduduk. Hal ini berarti, terdapat 1 kejadian kejahatan tiap 53 detik.
Jumlahnya melonjak dari 2022, di mana
terdapat 372.965 kejadian kejahatan dengan risiko kejahatan sebesar 137 per
100.000 penduduk. Pada tahun tersebut, kejahatan terjadi dalam rentang waktu
yang lebih panjang, sekitar 1 menit 24 detik sekali.
Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online mencatat
kemajuan besar dalam upaya pemberantasan judi online. Transaksi keuangan yang
terkait dengan praktik perjudian digital tercatat turun drastis lebih dari 80
persen pada kuartal pertama 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. Nilai transaksi yang sebelumnya mencapai Rp90 Triliun pada Januari hingga
Maret 2024, sekarang merosot tajam menjadi Rp 47 Triliun.
Data Pusat Informasi Kriminal Nasional
Polri yang diolah oleh Kompas, mencatat bahwa sejak 2019-2023 kasus bunuh
diri meningkat secara ajek. Tahun 2019 ada 230 kasus; tahun 2020 sebanyak 640
kasus; tahun 2021 sebanyak 620 kasus dan tahun 2022 sebanyak 902 kasus; tahun
2023 sebanyak 1.226 kasus.
Tren ini bukan sekadar kebetulan. Data
menunjukkan bahwa angka bunuh diri di Indonesia terus naik, dari ratusan hingga
ribuan kasus per tahun. Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas)
Polri mencatat, sepanjang Januari hingga Oktober 2024, terjadi 1.023 kasus
bunuh diri. Dan kalau kita tidak segera berbenah, angka ini bisa terus meroket.
Indonesia dalam lima tahun terakhir terpotret bahwa
CPI Indonesia mengalami kecenderungan turun. Pada tahun 2019 dengan skor 40 dan
kemudian terjun bebas menjadi 34 pada tahun 2022 lalu. Menurut Sekretaris
Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko,
“Demokrasi Indonesia sedang berjalan mundur secara cepat. Langkah mundur itu
serentak dengan rendahnya pemberantasan korupsi dan perlindungan HAM di Tanah
Air. Padahal, tanpa penegakan korupsi yang mumpuni, perlindungan HAM sejati
tidak akan diraih”.
Sementara data soal kerusakan lingkungan,
dirilis oleh Kementerian Kehutanan merilis hasil pemantauan tahunan mengenai
kondisi hutan dan angka deforestasi di Indonesia. Pemantauan ini dilakukan
secara menyeluruh di seluruh daratan Indonesia yang mencakup 187 juta hektare,
baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, menggunakan citra satelit Landsat
yang disediakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa luas
lahan berhutan di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 95,5 juta hektare, atau
51,1% dari total daratan. Dari angka tersebut, sekitar 91,9% (87,8 juta
hektare) berada di dalam kawasan hutan.
Sementara itu, angka deforestasi netto
tahun 2024 tercatat sebesar 175,4 ribu hektar. Angka ini diperoleh dari
deforestasi bruto sebesar 216,2 ribu hektare dikurangi hasil reforestasi yang
mencapai 40,8 ribu hektare. Mayoritas deforestasi bruto terjadi di hutan
sekunder dengan luas 200,6 ribu hektare (92,8%), di mana 69,3% terjadi di dalam
kawasan hutan dan sisanya di luar kawasan hutan.
Berbagai data yang dipaparkan di atas
menunjukkan masih tingginya jurang kesenjangan antara harapan akan kemerdekaan
di semua bidang sebagaimana disampaikan oleh Presiden Prabowo dengan berbagai
data dan fakta di atas. Sementara Indonesia telah mencanangkan Indonesia emas
2045 saat negeri ini merdeka satu abad. Indonesia emas hanya bisa diwujudkan
jika ada keberlanjutan pembangunan dari semua aspeknya, setidaknya 20 tahun ke
depan.
Dan hal ini tidak mungkin dengan demokrasi
sekuler yang selama ini justru telah terbukti gagal total. Hanya orang yang tak
berakal saja yang mau terjatuh dalam kubangan yang sama dua kali. Apakah bangsa
muslim ini percaya akan janji Allah, bahwa jika suatu negeri beriman dan
bertaqwa, maka Allah akan menurunkan keberkahan dari langit dan bumi ?.
Hal ini sebagaimana firmanNya : Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya (QS Al A’raf : 96).
Ketaqwaan kolektif agar negeri ini penuh
keberkahan adalah dengan menerapkan Islam secara kaffah, hal ini sebagaimana
firmanNya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan
itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah : 208).
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1108/25/08/25 :
09.27 WIB)