[5] Renungan Maulid Nabi KISAH MENGHARUKAN KEHIDUPAN RASULULLAH



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Masa kecil adalah masa yang penuh dengan pelajaran hidup, pembentukan akhlak, dan pembentukan kepribadian yang mendalam. Bagi Nabi Muhammad SAW, masa kecilnya diwarnai oleh serangkaian peristiwa duka yang membentuk pribadi beliau sebagai manusia pilihan. Salah satu peristiwa penting yang meninggalkan jejak mendalam dalam hidup beliau adalah wafatnya sang kakek, Abdul Muthalib, ketika Nabi Muhammad masih berusia delapan tahun.

 

Peristiwa ini bukan sekadar kehilangan seorang anggota keluarga. Bagi Nabi Muhammad kecil, wafatnya Abdul Muthalib adalah kali ketiga beliau mengalami kehilangan sosok pelindung utama dalam hidupnya, setelah sebelumnya ditinggal wafat oleh ayah dan ibunya.

 

Nabi Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal dunia ketika ibunya, Aminah binti Wahb, masih mengandung beliau. Abdullah wafat saat dalam perjalanan dagang ke Syam dan dimakamkan di Madinah (dulu dikenal sebagai Yatsrib). Hal ini menjadikan Nabi Muhammad SAW tumbuh tanpa pernah merasakan kasih sayang atau kehadiran ayah kandungnya.

 

Sejak dalam kandungan, beliau telah menghadapi kondisi sosial yang tidak mudah. Menjadi yatim pada masa itu bukan hanya berarti kehilangan kasih sayang orang tua, tetapi juga bisa berdampak pada posisi sosial dan ekonomi seorang anak. Namun, kelahiran Muhammad tetap disambut dengan suka cita oleh keluarganya, khususnya sang kakek, Abdul Muthalib.

 

Ketika Muhammad SAW berusia enam tahun, duka kembali menyapa. Ibunda tercinta, Aminah, wafat dalam perjalanan pulang dari Madinah, setelah mengunjungi makam suaminya dan sanak saudara di sana. Perjalanan itu dilakukan bersama putranya dan seorang pembantu bernama Ummu Aiman. Namun di tengah perjalanan pulang, Aminah jatuh sakit dan meninggal di Abwa, sebuah tempat antara Makkah dan Madinah.

 

Peristiwa ini sangat mengguncang Muhammad kecil. Pada usia yang sangat muda, beliau sudah mengalami dua kehilangan besar: ayah dan ibu. Dalam kondisi demikian, pengasuhan Nabi Muhammad SAW pun berpindah tangan kepada kakeknya, Abdul Muthalib.

 

Abdul Muthalib adalah tokoh terhormat di kalangan Quraisy dan pemimpin suku yang sangat disegani. Ia dikenal sebagai penjaga Ka’bah dan tokoh yang disegani karena kebijaksanaan dan wibawanya. Ketika Aminah wafat, ia mengambil alih tanggung jawab mengasuh cucu yatimnya itu dengan penuh kasih sayang.

 

Meskipun sudah lanjut usia, Abdul Muthalib sangat mencintai Muhammad kecil. Beliau tidak memperlakukan cucunya seperti anak kecil biasa. Bahkan, dalam beberapa riwayat, diceritakan bahwa Muhammad kecil diperbolehkan duduk di tempat istimewa yang biasanya hanya ditempati oleh Abdul Muthalib sendiri, sebuah perlakuan yang menunjukkan betapa besarnya rasa sayang sang kakek kepada cucunya.

 

Abdul Muthalib melihat sesuatu yang istimewa dalam diri Muhammad. Kepribadian Muhammad yang tenang, jujur, dan penuh adab membuatnya dikasihi dan dihormati oleh kakeknya. Namun, kasih sayang tersebut harus terputus lebih cepat dari yang diharapkan.

 

Ketika Nabi Muhammad SAW berusia delapan tahun, Abdul Muthalib wafat. Ini menjadi pukulan emosional yang sangat berat bagi beliau. Dalam usia yang masih sangat belia, beliau telah kehilangan tiga figur pelindung utama dalam hidupnya. Peristiwa ini bukan hanya duka pribadi, tapi juga peristiwa pembentuk ketahanan jiwa seorang anak manusia yang kelak akan menjadi Rasul terakhir bagi umat manusia.

 

Setelah wafatnya Abdul Muthalib, pengasuhan Nabi Muhammad SAW berpindah ke pamannya, Abu Thalib, yang juga sangat mencintai dan melindungi beliau. Namun duka dan kehilangan yang beliau alami selama delapan tahun pertama hidupnya jelas menjadi bekal mental dan spiritual dalam menghadapi kehidupan keras di masa mendatang.

 

Kehidupan Nabi Muhammad SAW di masa kecil mengajarkan banyak hal tentang ketabahan, kekuatan mental, dan makna ketulusan dalam merawat sesama. Kehilangan demi kehilangan tidak menjadikan beliau pribadi yang rapuh, tetapi justru membentuk beliau menjadi pribadi yang penuh empati, sabar, dan kuat menghadapi ujian.

 

Dari perjalanan hidup beliau, kita belajar bahwa penderitaan bukanlah akhir dari segalanya. Justru dari penderitaan itu, seseorang bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan penuh kasih. Nabi Muhammad SAW adalah contoh nyata bagaimana seseorang bisa bangkit dari duka untuk membawa cahaya bagi dunia.

 

Kematian Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW, saat beliau masih berusia 8 tahun bukanlah peristiwa biasa. Di balik duka yang mendalam tersebut, terdapat berbagai hikmah yang bisa dipetik, baik dalam konteks pembentukan pribadi Nabi Muhammad SAW maupun sebagai pelajaran hidup bagi umat manusia. Berikut beberapa hikmah penting di balik wafatnya Abdul Muthalib:

 

Pertama, Latihan Kemandirian Sejak Dini. Sejak usia dini, Nabi Muhammad SAW sudah mengalami serangkaian kehilangan: ayahnya, ibunya, dan kemudian kakeknya. Dengan tidak adanya figur pelindung tetap, beliau secara alamiah terlatih untuk mandiri, tidak bergantung pada siapa pun, dan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh secara mental dan emosional. Kemandirian ini menjadi salah satu fondasi penting dalam kepemimpinannya kelak sebagai Rasul dan pemimpin umat.

 

Kedua, Penanaman Kepercayaan dan Ketergantungan Hanya kepada Allah. Kehilangan orang-orang terdekat secara berurutan menanamkan satu prinsip penting: bahwa pertolongan dan perlindungan sejati hanya datang dari Allah SWT. Allah ingin menunjukkan bahwa meski Nabi Muhammad SAW kehilangan pelindung duniawinya, beliau tidak pernah benar-benar sendiri. Allah senantiasa bersamanya. Ini juga menjadi pelajaran bagi umatnya untuk tidak terlalu bergantung pada manusia, melainkan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung.

 

Ketiga, Persiapan untuk Misi Besar. Allah mempersiapkan Rasulullah SAW untuk tugas kenabian yang sangat berat. Salah satu caranya adalah dengan membentuk pribadi beliau melalui ujian-ujian berat sejak kecil. Kehilangan demi kehilangan menjadi bagian dari proses pembentukan keteguhan hati, kesabaran, dan kepekaan sosial. Dengan merasakan sendiri pahitnya kehilangan dan hidup sebagai yatim, Rasulullah tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih terhadap orang-orang lemah, yatim, dan miskin.

 

Keempat, Menyentuh Hati Masyarakat Lewat Pengalaman Pribadi. Pengalaman sebagai anak yatim membuat Nabi SAW sangat mengerti perasaan orang-orang yang tertimpa musibah, terutama anak-anak yang kehilangan orang tua. Ini menjadikan beliau sangat peduli terhadap hak-hak yatim dan lemah lembut kepada mereka. Tak heran, dalam banyak ajaran Islam, beliau sangat menekankan pentingnya memperhatikan dan menyantuni anak yatim.

 

Kelima, Menjadi Teladan Bahwa Ujian Adalah Bagian dari Jalan Hidup. Nabi Muhammad SAW adalah manusia terbaik, namun beliau tetap diuji dengan kehilangan yang sangat berat sejak kecil. Ini menjadi teladan bahwa ujian hidup tidak berarti Allah murka, melainkan justru bisa menjadi tanda persiapan untuk kedudukan yang lebih tinggi. Ujian bukan tanda kehinaan, tetapi bisa jadi justru bentuk kasih sayang dan didikan langsung dari Allah SWT.

 

Keenam, Peralihan kepada Abu Thalib: Sebuah Rencana Ilahi. Setelah wafatnya Abdul Muthalib, pengasuhan Nabi berpindah kepada Abu Thalib, pamannya. Abu Thalib adalah tokoh penting Quraisy dan kepala Bani Hasyim. Meski tidak masuk Islam, Abu Thalib sangat mencintai dan melindungi Nabi, bahkan hingga akhir hayatnya. Hikmahnya: Allah “mengatur” agar Rasulullah berada di bawah asuhan orang yang secara strategis mampu melindunginya dari ancaman kaum Quraisy ketika masa dakwah tiba.

 

Wafatnya Abdul Muthalib bukan sekadar peristiwa duka bagi Nabi Muhammad SAW, melainkan bagian dari rencana besar Allah dalam membentuk pribadi agung yang akan memikul amanah kenabian. Dari kehilangan itu, terbit pelajaran tentang keteguhan, tawakal, kasih sayang, dan visi kehidupan yang tinggi.

 

Sebagai umatnya, kita diajarkan untuk: (1) Bersabar dalam menghadapi ujian, (2) Tidak menggantungkan harapan pada manusia semata, (3) Menjadi pribadi yang peduli terhadap sesama, terutama anak yatim dan kaum lemah.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 1109/26/08/25 : 05.24 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.