Oleh : Ahmad Sastra
Waktu terus melaju cepat, sejak
deklarasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, kini usia kemerdekaan
Indonesia telah memasuki tahun 80. Semestinya dengan usia yang hampir satu abad
kemerdekaan, negeri ini telah mencapai kemajuan, kemakmuran, keadilan dan
kedaulatan. Namun sayang, perjuangan jihad fi sabilillah melawan kolonial yang
dahulu telah dilakukan oleh para tokoh muslim, seolah terhapus dengan berbagai
deraan masalah yang menimpa rakyat negeri ini.
Memang benar, secara de jure
negeri ini telah merdeka secara fisik dengan terusirnya para penjajah. Namun
ada hal yang sebenarnya lebih berbahaya dari penjajahan fisik, yakni penjajahan
non fisik atau penjajahan ideologi. Berbagai macam masalah yang kini mendera
negeri ini adalah akibat dari penjajah ideologi, yakni ideologi kapitalisme dan
sekulerisme.
Penjajahan ideologi (imperialisme
epistemologi), karena tidak secara langsung memakan korban jiwa, kesannya tidak
setragis dan sedramatis penjajahan fisik. Padahal penjajahan ideologi dalam
wujud dominasi kapitalisme global ini juga telah menimbulkan penderitaan yang
luar biasa bagi bangsa ini khususnya, dan umat manusia di dunia umumnya; selain
memakan korban jiwa yang terbunuh secara pelan-pelan. Secara de fakto,
pemikiran, mindset dan cara pandang penjajah itu tetap dipertahankan, terutama
oleh para penguasa dan elite-elite politiknya.
Bercokolnya dominasi kapitalisme
sekulerisme di negeri mayoritas muslim ini menandakan bahwa sesungguhnya negeri
ini belum benar-benar merdeka. Hal ini ditandai dengan tingginya angka
pengangguran, jumlah keluarga miskin yang kian merangkak naik, output dan
outcome pendidikan yang terus tertinggal jauh dari negara lain, indeks
kesejahteraan rakyat yang tak juga beranjak membaik, bahkan tingkat kemampuan
literasi bangsa ini juga kalah dibandingkan negara yang lebih muda usia
kemerdekaannya.
Tidak hanya sampai disitu,
fenomena degradasi moral yang makin memprihatikan juga menandakan bahwa bangsa
ini telah dihegemoni ideologi sekulerisme liberalisme. Berbagai kasus yang
mendandai amoralitas seperti maraknya seks bebas, merajalelanya pornografi,
korupsi makin menjadi-jadi, membudayanya judi online, berbagai kasus kekerasan
seksual yang makin mengancam semua lapisan masyarakat, penyimpangan seksual
seperti kumpul kebo dan homoseksual juga tak ada tanda berkurang, bahkan
perzinahan dan pelacuran semakin tak terkendali.
Penjajahan Ideologi
Lebih Bahaya Dibandingkan Penjajahan Fisik
Para pemimpin negeri ini selalu
meneriakkan bahwa negeri ini adalah negeri besar dengan kekayaan sumber daya
alam yang sangat melimpah, lantas mengapa pajak semakin tinggi dan beragam ?.
Sebab sumber daya alam milik rakyat di negeri ini telah dikuasai oleh para
oligarki dengan dalih investasi dan privatisasi. Akibatnya, rakyat hanya
menjadi korban eksploitasi, bukan menjadi pihak yang disejahterakan.
Sesungguhnya selepas dari penjajahan fisik, negeri ini masuk perangkap
penjajahan ideologi yang lebih berbahaya.
Dengan adanya hegemoni ideologi
kapitalisme sekulerisme pasca penjajahan fisik, maka cita-cita para pejuang
agar Indonesia benar-benar terlepas dari pengaruh penjajah, tak dapat
diwujudkan sepenuhnya. Jejak para penjajah justru masih kuat mencengkeram
negeri mayoritas muslim ini. Pertama, bidang hukum. Hukum yang berlaku di
Indonesia masih sekuler. Penjajah Belanda diusir, namun sebagian hukumnya tetap
dipakai dan dilestarikan.
Kedua, bidang ekonomi. Beban
utang dan bunganya Indonesia mencapai ribuan triliun. Ketiga, bidang
perundang-undangan. Pembuatan perundang-undangan tidak lepas dari campur tangan
asing. Keempat, bidang budaya. Berbagai kerusakan budaya dan perilaku telah
menjadi fenomena sosial akibat masuknya budaya asing. Kelima, bidang politik.
Negeri ini masih dalam kendali negara adidaya, tidak benar-benar berdaulat
untuk menentukan arahnya bangsa ini.
Inilah akibat buruk, jika negeri
ini mengekor kepada aturan buatan manusia dan mengabaikan aturan Allah. Pada
masa jahiliah, aturan biasanya dibuat oleh para raja dan para rahib. Hukum-hukum
yang mereka buat kerap menyengsarakan kehidupan umat manusia sendiri, seperti
membunuh bayi perempuan, melacurkan para budak wanita, praktik riba, dan lain
sebagainya. Para raja, bangsawan dan para rahib itulah yang menentukan halal
dan haram, baik dan buruk.
Demikian, sebagaimana Allah SWT
berfirman: Mereka menjadikan para pendeta mereka dan para rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah (QS at-Taubah [9]: 31).
Ayat ini ditafsirkan dalam sebuah
hadis Rasulullah saw.saat membacakan ayat tersebut kepada Adi bin Hatim, yang
saat itu masih beragama Nasrani. Adi bin Hatim berkata, ”Wahai Rasulullah,
kami tidaklah menghambakan diri kepada mereka.”
Namun, Rasulullah saw. bersabda: “Bukankah
mereka telah mengharamkan apa saja yang telah Allah halalkan, lalu kalian pun
mengharamkannya. Mereka pun telah menghalalkan apa saja yang telah Allah
haramkan, lalu kalian juga menghalalkannya?”. Adi bin Hatim
berkata, ”Benar.” Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Itulah bentuk
penghambaan/ibadah mereka (kepada para pendeta dan rahib mereka).”
Memahami Arti
Kemerdekaan
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata merdeka diartikan sebagai bebas
(dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya). Bagi umat Islam, kemerdekaan
bukanlah sekadar hak yang harus diperjuangkan, tetapi menjadi misi utama
risalah Islam itu sendiri. Merdeka adalah pembebasan manusia dari penghambaan
kepada manusia ke penghambaan kepada Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia
dan seluruh alam semesta.
Jika ada manusia masih menjadi
hamba manusia, maka belumlah dikatakan merdeka. Jika seorang muslim masih
menjadi hamba ideologi buatan manusia, maka dia masih dalam keterjajahan. Hal
tersebut tampak jelas dalam sabda Rasulullah SAW yang dituliskan dalam sebuah
surat untuk penduduk Najran, yang sebagian isinya sebagai berikut: Amma ba’du. Aku
menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan
penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada
dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba
(manusia).
Misi Islam untuk mewujudkan
kemerdekaan hakiki bagi seluruh umat manusia itulah yang menjadi pengobar
semangat juang dan pemantik keberanian para pejuang Islam sekalipun berhadapan
dengan musuh yang kuat. Demikian sebagaimana dicontohkan dalam sebuah fragmen
dialog antara Jenderal Rustum dari Persia dengan Mughirah bin Syu’bah yang
diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash ra.
Pernyataan misi tersebut diulang
lagi dalam dialog Jenderal Rustum dengan Rab’i bin ‘Amir ats-Tsaqofi, utusan
Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Ia diutus setelah Mughirah bin Syu’bah dalam
Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia. Jenderal Rustum bertanya kepada
Rab’i bin ‘Amir, “Apa yang kalian bawa?” Rab’i bin ‘Amir menjawab, sebagaimana
ungkapan di bawah ini: Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja
yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada sesama manusia agar mereka
menghambakan diri hanya kepada Tuhan manusia. Dia mengeluarkan mereka dari
dunia yang sempit menuju akhirat yang luas; mengeluarkan mereka dari kezaliman
agama-agama yang ada menuju keadilan Islam.
Indonesia Merdeka
Level Berapa ?
Mari kita berfikir dan merenung secara mendalam, agar
kita mampu berbuat yang terbaik untuk bangsa ini. Agar kemerdekaan bangsa ini
tidak kita sia-siakan. Bahwa sesungguhnya, kemerdekaan bangsa ini pada tahun
1945 adalah merdeka level satu, yakni merdeka secara fisik. Merdeka level satu
ditandai dengan tidak adanya lagi tentara asing yang menembaki, menzolimi,
menyiksa dan menangkap rakyat kecil. Untuk merdeka level satu inipun, negara
Irak, Afghanistan dan Palestina belum bisa merasakan hingga hari ini.
Adapun merdeka level dua adalah merdeka memilih
pemerintah. Untuk merdeka level dua ini, kita lebih merdeka dibandingkan
Australia atau kanada. Karena di kedua negara itu kepala negaranya dipilih oleh
Ratu Inggris, bukan oleh rakyatnya sendiri. Pada level dua, Indonesia belum
merdeka 100%, sebab ,meski rakyat yang memilih presiden, namun masih ada campur
tangan asing. Bahkan seringkali campur tangan ini sangat dominan, terutama dari
sisi penggiringan opini. Tak ada pemilu yang tidak diintervensi asing di negeri
ini.
Sementara merdeka level tiga adalah kebebasan memilih
hukum. Di level tiga ini derajat kemerdekaan Indonesia lebih rendah lagi. Betul
undang-undang kita disahkan di DPR hasil pilihan rakyat. Namun ada sekian
banyak draf yang dibuat oleh lembaga-lembaga asing seperti IMF, UNDP dan USAID.
Undang-undang strategis seperti UU migas, listrik, penanaman modal dipastikan ada intervensi asing di dalamnya.
Hanya undang-undang yang tidak strategis yang tidak
diintervensi. Jika negara merdeka level 1,2 dan 3 ini 100%, maka negara itu
bisa disebut telah merdeka secara fisik sepenuhnya, seperti Korea Selatan.
Meski masih miskin, namun merdeka level 1,2 dan 3 dipastikan negara yang
professional.
Ada lagi merdeka level 4 yaitu merdeka secara ilmu dan
teknologi, yakni negara yang mampu menciptakan teknologi untuk kebutuhan
rakyatnya sendiri. Derajat merdeka level 4 bangsa ini sangat rendah, meski
masih sedirkit diatas Arab Saudi dan Brunai Darusalah yang seluruh teknologinya
diimpor dari luar negeri.
Indonesia masih punya kampus teknologi yang top 600
dunia dan masih punya industri teknologi. Namun harus diakui bahwa kita masih
terjajah oleh teknologi asing, karena masih sangat tergantung kepada asing.
Akibatnya asing masih mudah mempermainkan bangsa ini melalui teknologi yang
mereka buat. Bahkan melalui teknologi asing, google menghapus peta Palestina
dari peta dunia.
Sekarang kita kaji merdeka level 5. Merdeka level 5
adalah merdeka secara ekonomi. Di bidang ekonomi, bangsa ini masih kategori
terjajah, belum merdeka. Sistem ekonomi bangsa ini sangat rentan, karena
terlalu mudah dipengaruhi oleh gonjang-ganjing ekonomi dunia, baik sengaja
maupun tidak. Sektor-sektor ekonomi strategis bangsa ini justru kini dikuasai
oleh asing.
Negara yang telah meraih merdeka level 4 dan 5 dapat
dipastikan sebagai negara yang produktif. Mereka berada dijajaran negara maju
dan kaya. Negara merdeka level 4 dan 5 seperti Korea selatan, china dan jerman.
Adapun negara yang merdeka level 6 adalah merdeka
secara ideologis. Ideologi akan mendorong sebuah negara untuk menentukan jalan
hidupnya sendiri, peradabannya, sosial budayanya, bahkan bisa mempengaruhi
negara lain. Negara merdeka level 6 ini akan menjadi negara yang powerfull.
Negara merdeka level 6 ini misalnya Amerika, yang pada masa lalu juga Inggris,
uni soviet dan perancis.
Kini kita sampai pada pembahasan merdeka level
tertinggi, yakni merdeka level 7. Merdeka level 7 ini adalah ketika sebuah
negara beserta rakyatnya hanya menghamba kepada Allah Sang Pencipta manusia dan
alam semesta, terlepas sepenuhnya kepada penghambaan kepada manusia melalui
sistem apapun, baik otoriter maupun demokratis. Merdeka level 7 adalah merdeka
secara aqidah. Negara yang mencapai kemerdekaan level 7 akan cepat berkembang
menjadi negara yang professional, produktif dan powerfull. Negara model inilah
yang akan menebarkan rahmat bagi alam semesta, bukan menjajah negara lain.
Kemerdekaan Hakiki dan
Transformasi Ideologi
Momentum tahunan peringatan
kemerdekaan negeri ini semestinya bukan sebatas seremonial belaka, namun sudah
saatnya dijadikan sebagai renungan ideologi, yakni bagaimana negeri ini
benar-benar mencapai kemerdekaan dan kedaulatan sepenuhnya dengan terbebas dari
berbagai bentuk intervensi ideologi asing yang telah terbukti menambah masalah
dan semakin menyusahkan kehidupan rakyat.
Penting juga kaum Muslim memiliki
perspektif yang benar terkait kemerdekaan. Dalam kitabnya, Mafaahim
Siyaasiyyah, Al-Allamah asy-Syaikh al-Imam al-Qadhi Taqiyudiin an-Nabhani
menjelaskan bahwa kapitalisme berupaya menyebarkan paham dan mempertahankan
pengaruhnya ke seluruh dunia melalui metode penjajahan (al-isti’maar) berupa
penguasaan, pengendalian dan dominasi di seluruh bidang. Negeri ini harus
melepaskan diri dari ideologi kapitalisme ini.
Caranya adalah dengan memperkuat
landasan ideologi Islam dan membuang ideologi kapitalisme sekuler. Islam adalah
agama sekaligus ideologi yang akan membawa misi tauhid, yakni misi terbesar
agar manusia hanya menghamba kepada Allah semata. Negara yang berlandasakan
ideologi Islam juga akan menjadi negara merdeka dan berdaulat karena hanya
tunduk dan patuh kepada perintah Allah semata, serta menjauhi seluruh larangan
Allah.
Keseluruhan aturan
perundang-undangan berasal dari wahyu Allah Yang Maha Adil karena dilandasi
oleh keimanan dan ketaqwaan. Allah berjanji bahwa keberkahan akan diturunkan
jika negeri ini melandaskan kehidupannya dengan keimanan dan ketaqwaa,
sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya : Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS Al A’raf : 96)
Sebaliknya, selama aturan, hukum
dan sistem buatan manusia yang bersumber dari akal dan hawa nafsu seperti
ideologi kapitalisme sekulerisme terus diterapkan dan dipertahankan, maka
selama itu pula akan terus terjadi penjajahan, kesempitan kehidupan di dunia
dan maraknya tindak kezaliman. Allah SWT telah memperingatkan dalam salah satu
firman-Nya: Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku sungguh bagi dia
kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dirinya pada Hari Kiamat dalam
keadaan buta (QS Thaha [20]: 124).
Langkah-langkah strategik dalam rangka transformasi
ideologis diantara adalah : Pertama, membangun kesadaran ideologis di
tengah-tengah masyarakat. Usaha ini bisa dilakukan melalui halaqah, dakwah,
opini umum. Media yang digunakan bisa bisa lisan dan tulisan, termasuk melalui
media sosial. Tujuan langkah ini adalah
menggugah kesadaran akan kegagalan sistem sekuler dalam menyelesaikan berbagai
krisis moral dan sosial (siraul fikr dan kifahusiasi)
Kedua, memperkuat identitas umat dengan terus
mendorong kesadaran persatuan umat, tidak terpecah-belah dan tidak mudah
dipecah belah. Perkuat fungsi masjid dan komunitas sebagai pusat pembinaan
masyarakat. Syabab harus bertransformasi menjadi marja’ bagi lingkungan
sekitar.
Ketiga, revitalisasi hukum Islam dengan terus
mendorong penerapan syariah secara kaffah dalam institusi khilafah,
sebagaimana yang sejak awal diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.
Masyarakat sangat perlu dipahamkan tentang hakikat khilafah, di tengah
monsterisasi ajaran Islam.
Keempat, konsolidasi politik Islam dengan membentuk
atau memperkuat partai politik Islam yang memiliki platform penerapan syariah
untuk konsolidasi keumatan. Partai ideologis ini akan mencetak para pemimpin
dan pemikir yang visioner dan memiliki komitmen terhadap ideologi Islam.
Inilah Hizbut Tahrir Indonesia yang sejak berdiri merupakan partai politik
Islam.
Kelima perubahan sistemik dengan dukungan penuh umat
Islam. Menjadikan syariat Islam sebagai sumber utama legislasi negara
serta menyusun struktur negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip khilafah atau
imamah.
Sebab penerapan syariah Islam
secara kaaffah membutuhkan institusi politik yang khas dalam sistem
Islam, yaitu khilafah. Keberadaan khilafah yang mengikuti metode kenabian
(khilafah rasyidah ‘ala minhâjin nubuwwah) perwujudan dari kemerdekaan hakiki
bagi umat Islam, bukan hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Wallahu
a’lam bishawab []
(Ahmad Sastra, Kota Hujan,
1101/17/08/25 : 18.20 WIB)

