CARA ISLAM MEMULIAKAN GURU



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Guru adalah sosok penting dalam kehidupan manusia. Melalui guru, ilmu pengetahuan ditransfer, karakter dibentuk, dan peradaban dibangun. Dalam Islam, guru mendapat tempat yang sangat mulia, bahkan diposisikan sebagai pewaris para nabi. Penghargaan tinggi terhadap guru ini menjadi bagian dari visi besar Islam dalam menjunjung ilmu dan orang-orang yang mengajarkannya.

 

Kemualiaan pertama dalam Islam,  guru sebagai pewaris nabi. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Dalam konteks ini, guru, khususnya yang mengajarkan ilmu agama, mendapat kehormatan setara dengan para pewaris kenabian. Para nabi tidak mewariskan harta, tetapi ilmu. Maka, guru sebagai penyampai ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam.

 

Dalam Islam, ilmu menjadi jalan kemuliaan. Islam menempatkan ilmu sebagai landasan utama bagi kemajuan umat. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah "Iqra" (bacalah), yang menunjukkan pentingnya pendidikan. Dalam Surah Al-Mujadalah ayat 11 disebutkan: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
Ketinggian derajat ini tidak hanya untuk yang mencari ilmu, tetapi juga bagi yang mengajarkannya, yakni para guru.

 

Islam memuliakan guru, karena itu adab terhadap guru dalam tradisi Islam. Dalam tradisi pendidikan Islam klasik, adab terhadap guru adalah bagian penting dari proses menuntut ilmu. Imam Syafi’i, seorang ulama besar dalam Islam, pernah berkata, "Aku membuka lembaran kitab di depan guruku dengan pelan karena aku merasa segan padanya."

 

Hal ini mencerminkan bagaimana rasa hormat terhadap guru ditanamkan sejak awal, bahkan lebih utama dari sekadar menyerap ilmu. Murid tidak hanya belajar isi pelajaran, tapi juga akhlak, tata krama, dan penghormatan kepada orang yang memberi ilmu.

 

Dalam Islam, menghormati guru sama dengan menghormati ilmu. Dalam banyak pesantren dan madrasah tradisional di Indonesia, penghormatan terhadap guru merupakan nilai dasar yang dijunjung tinggi. Santri diajarkan untuk tidak membantah guru, menjaga ucapan di hadapannya, serta mendengarkan dengan penuh perhatian. Ini merupakan manifestasi dari prinsip Islam bahwa menghormati guru berarti memuliakan ilmu itu sendiri.

 

Dalam Islam dilarangan menyakiti dan meremehkan guru. Islam melarang keras perbuatan yang dapat merendahkan atau menyakiti guru. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan bahwa "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak muda, dan tidak mengetahui hak ulama."
Guru, apalagi yang memiliki ilmu agama, termasuk dalam kategori yang wajib dihormati. Meremehkan guru sama saja dengan merendahkan ilmu dan melecehkan proses pendidikan yang mulia dalam Islam.

 

Kemuliaan seorang guru dalam Islam juga dibuktikan dengan tingginya pahala mengajarkan ilmu yang pahalasanya terus mengalir. Guru tidak hanya dimuliakan karena kedudukannya, tapi juga karena amal jariyah yang terus mengalir dari ilmunya.

 

Rasulullah SAW bersabda: "Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim). Guru yang mengajarkan ilmu yang bermanfaat akan terus mendapatkan pahala meski telah meninggal dunia, selama ilmunya masih digunakan oleh orang lain.

 

Dalam Islam, adalah kewajiban negara dan masyarakat memuliakan guru. Dalam konteks kekinian, memuliakan guru tidak cukup hanya dengan ucapan hormat atau perayaan seremonial. Islam mendorong pemimpin dan masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan guru. Memberikan gaji yang layak, fasilitas mengajar yang memadai, dan lingkungan kerja yang mendukung adalah bentuk nyata dari penghormatan yang sejalan dengan ajaran Islam.

 

Dalam Islam, Nabi Muhammad sebagai teladan bagi guru. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah guru terbaik bagi umatnya. Beliau mengajarkan dengan kelembutan, kesabaran, dan kasih sayang. Dalam setiap dakwahnya, beliau tidak hanya menyampaikan wahyu, tapi juga mendidik umat dengan contoh nyata. Cara beliau menyampaikan ilmu menjadi inspirasi bagi para guru muslim hingga kini: mengajar bukan sekadar profesi, tetapi ibadah.

 

Islam memuliakan guru dengan menempatkannya pada kedudukan tinggi sebagai pewaris para nabi, penjaga ilmu, dan pembimbing umat. Penghormatan terhadap guru bukan hanya budaya, tetapi merupakan perintah agama yang berakar dari nilai-nilai Al-Qur'an dan Hadis. Di era modern ini, semangat tersebut harus terus dihidupkan dalam bentuk konkret: menghargai jasa guru, memberikan dukungan, dan memperjuangkan kesejahteraannya. Sebab di tangan para guru, masa depan umat dan peradaban Islam dibentuk.

 

Tingginya Kesejahteraan Guru di Masa Kejayaan Islam

 

Pada masa kejayaan Islam, terutama antara abad ke-8 hingga ke-13 M, dunia Islam mengalami kemajuan pesat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Salah satu faktor utama di balik perkembangan ini adalah penghargaan tinggi terhadap guru dan ilmuwan. Dalam peradaban Islam klasik, guru tidak hanya dimuliakan secara sosial, tetapi juga dijamin kesejahteraannya oleh negara dan masyarakat.

 

Pemerintahan Islam kala itu, seperti di era Dinasti Abbasiyah dan Umayyah di Andalusia, menyediakan tunjangan tetap bagi para guru, ulama, dan ilmuwan. Khalifah Al-Ma’mun, pendiri Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad, memberikan gaji tinggi kepada para guru dan penerjemah yang mengembangkan ilmu-ilmu filsafat, matematika, kedokteran, dan astronomi. Mereka tidak perlu mencari penghasilan lain karena kehidupan mereka dijamin negara.

 

Selain negara, sistem wakaf juga berperan besar dalam menunjang kesejahteraan guru. Banyak madrasah dan lembaga pendidikan yang didanai oleh wakaf dari para hartawan muslim. Dana ini digunakan untuk membayar gaji guru, menyediakan perpustakaan, dan mendanai riset. Dengan begitu, guru dapat mengajar dan meneliti secara fokus tanpa dibebani kekhawatiran ekonomi.

 

Guru dan ulama diposisikan sebagai tokoh masyarakat yang dihormati. Mereka dijadikan penasihat raja, pengajar anak bangsawan, dan pemimpin komunitas. Masyarakat menjunjung tinggi para guru, bahkan ada yang rela mewakafkan harta demi keberlangsungan pendidikan. Sikap ini menciptakan budaya ilmiah yang kuat dan mempercepat kemajuan peradaban Islam.

 

Tingginya kesejahteraan guru di masa kejayaan Islam menunjukkan bahwa investasi pada pendidikan dan pengajar akan menghasilkan kemajuan jangka panjang. Saat ini, ketika banyak guru menghadapi tantangan ekonomi, sejarah ini menjadi pengingat bahwa penghormatan sejati terhadap guru harus diwujudkan melalui tindakan nyata: gaji yang layak, jaminan sosial, dan dukungan moral.

 

Guru di banyak negara tidak menjadi mulia karena dibawah sistem sekulerisme, termasuk di Indonesia. Dengan meneladani sistem pendidikan Islam masa lalu, umat Islam masa kini dapat kembali menghidupkan semangat keilmuan dan peradaban yang unggul. Dengan menjadikan Islam sebagai landasan konstitusi, maka guru akan mulia dan sejahtera.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1123/07/09/25 : 08.30 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.