Oleh : Ahmad Sastra
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menuai kritik usai menyinggung soal gaji guru dan dosen dalam pidatonya di
Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri di ITB. Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani
menyatakan bahwa rendahnya gaji guru dan dosen merupakan tantangan keuangan
negara, sambil mempertanyakan apakah seluruh pembiayaan harus ditanggung negara
atau melibatkan partisipasi masyarakat.
Setelah menteri keuangan menyinggu guru, dilanjutkan
menteri agamapun tak ketinggalan. Pernyataan Menag disampaikan ketika membuka
kegiatan bertajuk Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan Batch 3
Tahun 2025 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada Rabu, 3 September 2025.
Dalam kesempatan tersebut, ia menggarisbawahi soal
tugas mulia seorang guru mencerdaskan anak bangsa. Oleh sebab itu, Nasaruddin
menilai guru tidak sepantasnya bertujuan mencari uang seperti layaknya
pedagang. Pernyataan tersebut yang kemudian memicu kontroversi. Belakangan,
Nasaruddin meminta maaf atas pernyataan tersebut.
Gaji Guru Indonesia Terendah di ASEAN
Besaran gaji guru di Indonesia sangat bergantung pada
status kepegawaian dan institusi tempat mengajar. Guru pegawai negeri sipil
(PNS) merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2024. Gaji pokok mereka
berkisar Rp 1,68 juta untuk golongan terendah hingga Rp 6,37 juta per bulan.
Guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)
mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2024. Besarannya mulai Rp 1,93
juta hingga Rp 7,32 juta per bulan. PNS dan PPPK mendapatkan tambahan berupa
tunjangan keluarga, pangan, sertifikasi, hingga tunjangan kinerja.
Bagi guru honorer, kondisinya jauh lebih beragam.
Seorang guru honorer di Bengkulu, misalnya, mengaku digaji Rp 540 ribu per
bulan dalam rapat bersama Komisi X DPR pada 14 Juli 2025. Sebagian guru honorer
menerima gaji setara upah minimum kabupaten/kota (UMK), seperti 5.546 guru
tidak tetap di Jawa Tengah pada 2022.
Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS)
pada Mei 2024 mencatat 74 persen guru honorer digaji di bawah UMK atau kurang
dari Rp 2 juta per bulan. Survei itu melibatkan 403 responden dari 25 provinsi.
Pemerintah memang memberi insentif tahunan bagi guru non-aparatur sipil negara,
tapi nilainya hanya Rp 2,1 juta per tahun untuk guru formal dan Rp 2,4 juta
untuk guru PAUD non-formal.
Sementara gaji guru di Singapura jauh lebih tinggi
dari negeri ini. Dilansir dari JobStreet, gaji guru di Singapura
rata-rata sangat tinggi. Di wilayah Serangoon, guru menerima sekitar 3.650
dolar Singapura atau Rp 46 juta per bulan. Di Bukit Timah, gaji rata-rata
mencapai 5.250 dolar Singapura atau Rp 66,8 juta.
Menurut laporan CNA, Kementerian
Pendidikan Singapura pada September 2024 menyatakan akan melindungi guru dari
“ekspektasi yang tidak wajar” yang dapat mengganggu kesejahteraan mereka.
Menteri Pendidikan Chan Chun Sing bahkan mengatakan guru tidak boleh diharuskan
merespons pesan kerja di luar jam sekolah kecuali dalam keadaan darurat.
Gaji guru di Vietnam sebagaimana dilansir dari VnExpress,
pada Oktober 2024, pemerintah Kota Ho Chi Minh meningkatkan koefisien gaji
pegawai negeri, termasuk guru, hingga 1,8 kali lipat. Dengan kebijakan itu,
guru dapat memperoleh gaji hingga 40 juta dong Vietnam atau sekitar Rp 24,8
juta per bulan.
Namun, guru baru di Vietnam hanya digaji 6,6 hingga
7,4 juta dong atau sekitar Rp 4,1 hingga 4,6 juta, lebih rendah dibanding
rata-rata pendapatan pekerja Vietnam yang sebesar Rp 4,7 juta. Menurut VietnamPlus,
pada Vietnam menargetkan pada 2030 memiliki sedikitnya lima universitas yang
masuk peringkat 500 terbaik dunia dan lima universitas lain masuk 200 besar Asia.
Kementerian Pendidikan dan Pelatihan juga baru-baru
ini mengusulkan peningkatan tunjangan guru hingga maksimal 80 persen, pemberian
tunjangan bagi staf sekolah, serta pengaturan tunjangan khusus bagi tenaga
pendidik yang ditugaskan sementara.
Sementara itu di Malaysia, Brunei Darussalam, dan
Thailand sebagaimana dilansir dari JobStreet, guru di Malaysia menerima gaji
bervariasi antarwilayah. Di Perak Tengah, rata-rata Rp 10,5 juta per bulan,
sedangkan di Muar District mencapai Rp 25 juta. Menurut laporan Free
Malaysia Today, guru yang bertugas di daerah pedalaman mendapat tunjangan
tambahan antara RM 500 hingga RM 1.500 atau sekitar Rp 1,9 hingga 5,8 juta,
tergantung jarak tempuh ke sekolah.
Berdasarkan data SeekTeachers dan Glassdoor, gaji guru
di Brunei Darussalam berkisar BND 1.800 hingga BND 6.000 atau Rp 22,9 juta
sampai Rp 76 juta, tergantung jenis sekolah. Guru di sekolah internasional
mendapat bayaran tertinggi.
Dilansir dari JobStreet, gaji guru di Thailand
rata-rata 21 ribu hingga 35 ribu baht atau Rp 9,2 juta hingga Rp 17,7 juta per
bulan. Guru di Bangkok memperoleh rata-rata Rp 13,9 juta, sedangkan di Chiang
Mai hanya Rp 7,1 juta.
Terakhir di Filipina, Laos, Kamboja, dan Myanmar menurut
JobStreet, gaji guru di Filipina berkisar 28.500 hingga 29.797 peso atau Rp 8,1
juta hingga Rp 8,5 juta per bulan. Di Laos, menurut Paylab dan Glassdoor, gaji
guru berkisar US$ 130 hingga US$ 300 atau Rp 2,1 juta hingga Rp 4,9 juta. Guru
universitas rata-rata menerima Rp 4,5 juta, sedangkan guru sekolah dasar Rp 3,9
juta.
Dilansir dari Glassdoor dan Cambodia Teaching Jobs,
gaji guru di Kamboja berkisar US$ 800 hingga 2.500 atau Rp 13,1 juta hingga Rp
41 juta per bulan, tergantung pengalaman dan jenis sekolah. Menurut laman Teach
Away, guru di Myanmar yang mengajar di sekolah negeri rata-rata menerima US$
700 hingga 1.000 atau Rp 11,4 hingga 16,4 juta per bulan. Guru di sekolah
internasional bisa memperoleh US$ 1.200 hingga 1.500 atau Rp 19,7 hingga 24,6
juta.
Penyebab Rendahnya Gaji Guru di Indonesia
Gaji guru di Indonesia kerap menjadi sorotan, terutama
ketika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN seperti
Singapura, Malaysia, dan Thailand. Meskipun guru memegang peran vital dalam
pembangunan sumber daya manusia, tingkat kesejahteraan mereka di Indonesia
masih tergolong rendah.
Bahkan kata menteri agama, profesi guru adalah profesi
mulia, namun faktanya guru tidak dimuliakan di negeri ini. Dengan gaji rendah,
sementara kebutuhan hidup sangat tinggi, maka alih-alih bangga dengan profesi
keguruannya, guru bahkan akan terganggu kehidupan rumah tangganya karena
kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mengalokasikan
20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan,
sesuai amanat UUD 1945. Namun, realisasi anggaran tersebut seringkali tidak
langsung menyentuh kesejahteraan guru. Sebagian besar dana digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, pelatihan, dan program-program birokratis lainnya.
Akibatnya, peningkatan gaji guru sering tidak menjadi prioritas.
Banyak guru di Indonesia masih berstatus non-PNS atau
honorer, yang gajinya jauh di bawah standar kelayakan hidup. Menurut data Kementerian
Pendidikan, lebih dari 40% guru di Indonesia belum berstatus pegawai negeri.
Hal ini menciptakan ketimpangan besar dalam hal penghasilan dan jaminan sosial
dibandingkan dengan guru yang sudah PNS.
Guru di Indonesia sering kali dibebani pekerjaan
administratif yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan mengajar. Hal ini
menurunkan efisiensi dan profesionalisme, serta membuat guru kesulitan untuk
meningkatkan kompetensi. Beban tambahan ini tidak dibarengi dengan kompensasi
yang memadai.
Di beberapa negara ASEAN, guru mendapatkan tunjangan
kinerja yang besar berdasarkan evaluasi kompetensi dan hasil belajar siswa. Di
Indonesia, sistem penilaian dan pemberian tunjangan masih kurang transparan dan
belum sepenuhnya berbasis kinerja, terutama di daerah-daerah terpencil.
Perbedaan tingkat ekonomi antarwilayah di Indonesia
juga turut mempengaruhi besar kecilnya gaji guru. Guru di daerah tertinggal
sering kali menerima gaji yang lebih rendah dibandingkan guru di kota besar,
meskipun beban kerja relatif sama atau bahkan lebih berat.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional,
penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih menghargai profesi guru,
termasuk melalui peningkatan kesejahteraan yang layak. Tanpa insentif yang
memadai, sulit mengharapkan guru mampu memberikan pendidikan terbaik bagi
generasi masa depan.
Kedudukan Guru dalam Peradaban Islam
Dalam Islam, penting untuk mencari ilmu dan
menghormati para guru. Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW menggarisbawahi
pentingnya peran guru dan keberkahan dalam menuntut ilmu. "Barangsiapa
menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga." (HR. Muslim). "Seorang mukmin yang menuntut ilmu
adalah lebih mulia dari seorang yang berpuasa dan sedang melakukan shalat malam."
(HR. Ibnu Majah)
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka
dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya." (HR.
Muslim). "Tidaklah diberikan ilmu pengetahuan sebagai hadiah yang lebih
baik dan lebih luas daripada kekayaan." (HR. Ibnu Majah)
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat, penduduk
langit dan bumi, bahkan semut-semut di dalam sarangnya, dan ikan di laut,
mengucapkan salam kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia."
(HR. At-Tirmidzi). "Peliharalah dirimu dari api neraka, meskipun hanya
dengan setengah biji kurma. Dan bila tidak ada, maka dengan ucapan yang
baik." (HR. Bukhari dan Muslim). "Orang yang tidak mensyukuri jasa
manusia, dia tidak mensyukuri jasa Allah." (HR. At-Tirmidzi)
Guru atau pendidik memiliki peran penting dalam
sejarah peradaban Islam. Mereka dihargai dan diakui atas kontribusi mereka
dalam menyebarkan pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai Islam kepada
generasi-generasi berikutnya.
Dalam pandangan Islam, guru dianggap sebagai pemimpin
rohani yang membimbing murid-muridnya dalam pemahaman agama dan kehidupan
spiritual. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan ajaran Islam,
etika, dan moralitas kepada murid-murid mereka.
Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat tradisi ilmiah
yang kuat yang diteruskan melalui sistem pendidikan, terutama melalui
institusi-institusi seperti madrasah. Guru-guru di madrasah diberikan
penghargaan karena kontribusi mereka dalam melestarikan dan mengembangkan
pengetahuan ilmiah.
Hubungan antara guru dan murid dihargai tinggi dalam
Islam. Terdapat ajaran yang menekankan pentingnya adab (etika) dalam
berinteraksi dengan guru. Murid diharapkan untuk menghormati, mendengarkan
dengan baik, dan belajar dengan tekun dari guru mereka. Beberapa karya sastra
dalam peradaban Islam menggambarkan penghargaan terhadap peran guru. Puisi,
prosa, dan karya sastra lainnya sering menghormati kebijaksanaan dan
pengetahuan guru.
Dalam sejarah Islam, para penguasa dan komunitas
masyarakat memberikan gelar dan penghargaan formal kepada ulama dan cendekiawan
sebagai pengakuan terhadap kontribusi mereka dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan. Didirikannya universitas dan pusat-pusat pembelajaran tinggi di
dunia Islam merupakan bentuk penghargaan terhadap peran guru dan ilmuwan. Contohnya,
Universitas Al-Qarawiyyin di Fes, Maroko, diakui sebagai universitas tertua
yang masih beroperasi, didirikan pada tahun 859 M.
Kesejahteraan guru dalam sejarah peradaban Islam
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya pendidikan,
pengetahuan, dan penghargaan terhadap para pendidik. Para guru dan ulama
dihargai dan diberikan upah yang layak atas kontribusi mereka dalam menyebarkan
pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan. Masyarakat Islam pada umumnya
memberikan penghargaan yang tinggi terhadap pekerjaan guru dan memberikan
dukungan finansial untuk memastikan keberlanjutan pengajaran.
Islam mendorong memberikan gaji dan kesejahteraan yang
baik kepada guru sebagai bentuk penghargaan terhadap pekerjaan mereka. Konsep
zakat dan sedekah dapat digunakan untuk memberikan dukungan finansial kepada
para guru yang mungkin membutuhkan bantuan.
Gaji guru dalam sejarah peradaban Islam bervariasi
tergantung pada konteks waktu, tempat, dan kondisi ekonomi masyarakat pada masa
itu. Dalam tradisi Islam, memberikan upah yang layak kepada guru dan ilmuwan
dianggap sebagai tindakan mulia dan berpahala, sesuai dengan ajaran Islam
tentang keadilan, solidaritas sosial, dan penghargaan terhadap ilmu
pengetahuan.
Sistem wakaf (donasi atau sumbangan untuk kepentingan
umum) sering kali digunakan untuk mendukung pendidikan dan institusi-institusi
pendidikan, termasuk gaji guru. Pemerintah dan individu kaya juga sering
mendonasikan harta mereka untuk memastikan keberlanjutan lembaga pendidikan.
Masyarakat Islam cenderung memiliki sistem perlindungan sosial yang melibatkan
pemberian zakat dan sedekah kepada fakir miskin, termasuk guru yang mungkin
membutuhkan dukungan finansial. Konsep solidaritas sosial sangat ditekankan
dalam Islam.
Dalam sejarah peradaban Islam, diberikan penekanan
pada pendidikan dan kesempatan karir bagi para guru. Terdapat
institusi-institusi pendidikan tinggi, seperti madrasah dan universitas, yang
mendukung pengembangan kesejahteraan guru dan ulama. Guru dan ulama dihormati
dan diakui sebagai pemimpin intelektual dan rohani masyarakat. Mereka
mendapatkan pengakuan atas kontribusi mereka dalam melestarikan dan menyebarkan
ilmu pengetahuan.
Dalam sejarah Islam, guru sering dianggap sebagai
penjaga warisan budaya dan intelektual. Pencapaian-pencapaian dalam ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra seringkali dihubungkan dengan guru dan ulama, dan
ini memberi mereka kehormatan dan tempat yang istimewa dalam masyarakat.
Dalam Islam, profesi guru dianggap sebagai salah satu
pekerjaan yang mulia dan penting. Islam mendorong pemberian penghargaan kepada
guru atas peran mereka dalam menyebarkan pengetahuan, membimbing masyarakat,
dan mendidik generasi penerus. Beberapa aspek penghargaan terhadap profesi guru
dalam Islam melibatkan nilai-nilai adab, sosial, dan spiritual.
Masyarakat Muslim tradisional memberikan penghargaan
sosial yang tinggi kepada guru. Guru sering dianggap sebagai figur otoritatif
dan dihormati dalam masyarakat. Mereka memiliki tanggung jawab moral untuk
membimbing dan memberikan teladan kepada murid-murid mereka. Dalam Islam, doa
merupakan bentuk penghargaan dan dukungan. Murid-murid dianjurkan untuk
mendoakan kebaikan bagi guru-guru mereka. Begitu pula, guru-guru sering diminta
untuk mendoakan murid-murid mereka agar sukses dalam dunia dan akhirat.
Pada umumnya, para guru dan ilmuwan pada masa
peradaban Islam mendapatkan penghasilan dari beberapa sumber, diantaranya
adalah : pertama, sistem wakaf (donasi atau sumbangan untuk kepentingan umum)
sering digunakan untuk mendukung pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan.
Guru-guru dapat menerima gaji atau tunjangan dari dana wakaf yang diperuntukkan
bagi lembaga pendidikan.
Kedua, zakat, yaitu salah satu pilar utama dalam
Islam, adalah kewajiban memberikan sebagian harta kepada fakir miskin dan
golongan yang membutuhkan. Para guru dan ilmuwan yang membutuhkan dukungan
finansial dapat menerima zakat atau sedekah dari masyarakat.
Ketiga, beberapa pemerintahan di masa peradaban Islam
memberikan dukungan finansial kepada ilmuwan dan guru melalui tunjangan atau
dana pendidikan. Penguasa atau pemerintah sering menyadari pentingnya
pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam pembangunan masyarakat.
Keempat, sebagian besar guru pada masa itu menerima
honorarium atau bayaran dari murid-murid mereka atau keluarga murid sebagai
bentuk penghargaan atas pengajaran dan bimbingan yang diberikan.Kelima, beberapa
ilmuwan dan guru diundang ke istana atau diberikan hadiah dan penghargaan
sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi mereka dalam bidang ilmu
pengetahuan dan pendidikan.
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar dikenal dengan
kebijakannya yang adil dan transparan. Beliau memastikan bahwa hak-hak masyarakat,
termasuk guru dan para pekerja intelektual, dihormati dan dilindungi. Gaji dan
imbalan bagi pekerjaan dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat diberikan
dengan adil.
Pendekatan Umar bin Khattab terhadap gaji dan keadilan
sosial tercermin dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam, yang melibatkan
distribusi kekayaan dengan cara yang adil dan merata. Masyarakat pada masa itu
cenderung menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial dan mendukung para ilmuwan
dan guru.
Tentu saja semua ini sangat berbeda dengan kondisi
guru pada masa sekarang, yakni masa dimana Islam tidak diterapkan lagi. Nasib
guru sekarang ini tak seindah namanya. Menjadi guru yang senantiasa menerima
dan ikhlas itu penting, namun membangun sistem agar guru-guru betul-betul
sejahtera juga sangat penting, sebab guru juga manusia biasa. Sementara tuganya
sungguh sangat berat, yakni menentukan hitam putih suatu peradaban bangsa.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No. 1122 / 07/09/25 : 05.36
WIB)