Oleh : Ahmad Sastra
Rasulullah Muhammad ﷺ diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Beliau tidak hanya
membawa kabar gembira dan peringatan, tetapi juga meninggalkan dua warisan
agung yang menjadi pedoman hidup umat manusia: Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Keduanya merupakan sumber ajaran Islam yang tidak akan pernah usang dimakan
zaman. Dalam hadits sahih, Rasulullah bersabda: "Aku tinggalkan untuk
kalian dua perkara; kalian tidak akan tersesat selama berpegang pada keduanya,
yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya." (HR. Malik).
Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad ﷺ melalui
perantara Malaikat Jibril. Ia merupakan petunjuk hidup yang lengkap, tidak
hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga sosial, ekonomi, hukum, dan moral.
Allah berfirman: "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 2)
Al-Qur'an memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
oleh kitab suci manapun sebelumnya. Di antaranya adalah jaminan penjagaan
langsung dari Allah SWT: "Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur'an, dan
sesungguhnya Kami pula yang akan menjaganya." (QS. Al-Hijr: 9)
Ini berarti, Al-Qur'an akan tetap murni, tanpa
perubahan, hingga akhir zaman. Keaslian dan keotentikan Al-Qur'an ini menjadi
bukti bahwa Islam adalah agama yang relevan sepanjang masa, dari generasi ke
generasi.
Jika Al-Qur'an adalah sumber utama, maka Al-Hadits
adalah penjelasnya. Al-Hadits memuat ucapan, perbuatan, dan persetujuan Nabi
Muhammad ﷺ dalam berbagai situasi.
Melalui hadits, umat Islam memahami bagaimana cara mengimplementasikan ajaran
Al-Qur'an secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya, perintah shalat disebutkan dalam Al-Qur'an,
namun tata cara pelaksanaannya dijelaskan secara rinci dalam hadits. Demikian
pula zakat, puasa, haji, muamalah, dan aspek-aspek ibadah lainnya.
Allah menegaskan pentingnya ketaatan kepada
Rasulullah: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah. Dan apa
yang dilarangnya, maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)
Ini menunjukkan bahwa sunnah Nabi merupakan bagian
integral dari ajaran Islam, bukan sekadar pelengkap. Mengabaikannya berarti
kehilangan sebagian besar petunjuk praktis dalam menjalani kehidupan islami.
Warisan yang ditinggalkan Rasulullah berupa Al-Qur’an
dan Al-Hadits bukan sekadar teks, tetapi sistem kehidupan yang menyeluruh.
Dalam dua sumber ini terkandung nilai-nilai ketauhidan, keadilan sosial,
kejujuran, tanggung jawab, kasih sayang, dan seluruh prinsip moral universal
yang dibutuhkan manusia untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat.
Berbagai ilmu dan peradaban yang berkembang dalam
sejarah Islam berakar dari pemahaman terhadap Al-Qur'an dan Hadits. Ilmu
tafsir, fiqh, ushul fiqh, tasawuf, bahkan sains dan filsafat Islam, semuanya
bermula dari semangat menggali petunjuk ilahi dan meneladani sunnah Nabi.
Sebagian pihak mungkin mempertanyakan, apakah ajaran
yang diturunkan 14 abad lalu masih relevan di era digital ini? Jawabannya:
justru di tengah kompleksitas zaman modern, manusia makin membutuhkan petunjuk
yang kokoh dan universal. Al-Qur’an tidak terikat oleh ruang dan waktu; ia
berbicara tentang fitrah manusia, yang tidak berubah meskipun teknologi berubah
pesat.
Ketika dunia menghadapi krisis moral, degradasi
lingkungan, ketimpangan ekonomi, dan berbagai konflik kemanusiaan, Al-Qur’an
dan Hadits hadir sebagai jawaban. Keduanya menawarkan solusi melalui pendekatan
yang berbasis tauhid, akhlak, dan keadilan.
Mewarisi Al-Qur'an dan Al-Hadits bukan berarti cukup
dengan meletakkannya di rak-rak indah. Tanggung jawab besar berada di pundak
umat Islam untuk mempelajari, memahami, mengamalkan, dan menyebarkan ajaran
keduanya. Pendidikan Islam harus mengintegrasikan keduanya, agar generasi
Muslim mampu menjadi penerus risalah Nabi yang cerdas, santun, dan tangguh.
Di era informasi yang penuh hoaks dan distraksi, umat
Islam dituntut untuk kembali kepada sumber autentik. Literasi terhadap
Al-Qur'an dan Hadits harus dikembangkan, agar umat tidak mudah terjebak pada
pemahaman dangkal atau ekstrem.
Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah warisan sempurna yang
ditinggalkan Rasulullah ﷺ untuk
membimbing umat manusia menuju keselamatan sejati. Selama umat Islam berpegang
teguh pada keduanya, maka arah hidup mereka akan selalu terjaga. Inilah amanah
besar dan sekaligus anugerah agung yang harus dijaga hingga akhir zaman.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ: "Barang siapa berpegang pada sunnahku di saat kerusakan
merajalela di tengah umatku, maka baginya pahala seperti pahala seratus
syuhada." (HR. Baihaqi).
Indonesia Berkah di Bawah Cahaya Al-Qur'an dan
Al-Hadits
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim
terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk menjadi bangsa yang diberkahi
jika berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dua sumber utama ajaran
Islam ini bukan hanya menjadi pedoman pribadi bagi umat Muslim, tetapi juga
mampu menjadi landasan moral, sosial, dan spiritual dalam membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Sejarah mencatat, masuknya Islam ke Nusantara sejak
abad ke-13 telah membawa perubahan besar dalam peradaban masyarakat. Ulama dan
para dai yang datang menyebarkan Islam tidak hanya membawa agama, tetapi juga
nilai-nilai keadilan, toleransi, dan persaudaraan yang diajarkan dalam
Al-Qur'an dan Hadits. Nilai-nilai inilah yang menjadi fondasi kebudayaan Islam
di Indonesia, yang berpadu harmonis dengan kearifan lokal.
Al-Qur’an mengajarkan prinsip tauhid, keadilan,
persatuan, dan tolong-menolong dalam kebaikan. Allah berfirman: "Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..." (QS. An-Nahl:
90)
Sementara itu, Rasulullah ﷺ
melalui hadits-haditsnya memberikan teladan bagaimana prinsip-prinsip itu
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di negara Madinah yang dipimpinnya.
Misalnya, dalam sabdanya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad)
Nilai-nilai ini sangat relevan dalam konteks kekinian.
Jika seluruh elemen bangsa menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber
inspirasi dan pedoman dengan menjadikan sebagai sumber dan landasan konstitusi,
maka Indonesia akan tumbuh menjadi negara yang adil, makmur, dan bermartabat.
Penerapan nilai-nilai Islam harus melalui formalisasi dalam
negara, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah di Negara Islam Madinah. Di
tengah krisis moral dan disorientasi nilai, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits
bukanlah langkah mundur, melainkan kemajuan sejati. Indonesia yang diberkahi
bukan hanya soal kekayaan alam, tetapi juga kekayaan moral dan spiritual
rakyatnya.
Indonesia akan terus menjadi negeri yang diberkahi
jika nilai-nilai luhur dalam Al-Qur’an dan Hadits dijadikan cahaya dalam
kehidupan. Sebagaimana firman Allah: Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha: 124)
Sebaliknya, dengan berpegang pada petunjuk-Nya dengan
penuh keimanan dan ketaqwaan dengan tegaknya daulah Islam, Indonesia akan
senantiasa berada di jalan yang lurus dan penuh berkah. Allah berfirman : Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya (QS Al A’raf : 96).
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1124/07/09/25 : 08.47
WIB)