MENJADI FOLLOWER RASULULLAH YANG SETIA DAN ISTIQOMAH

 


Oleh : Ahmad Sastra

 

Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Muhammad SAW hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun untuk membangun peradaban Islam yang kokoh. Dalam waktu yang relatif singkat tersebut, beliau tidak hanya berhasil mempersatukan suku-suku yang sebelumnya terlibat konflik panjang di jazirah Arab, tetapi juga mendirikan sebuah negara yang kokoh dengan Islam sebagai fondasi akidah, hukum, dan pemerintahan.

 

Kepemimpinan ini tidak berhenti pada masa beliau hidup, tetapi terus berlanjut hingga Khilafah Rasyidah dan mencapai puncaknya dalam Khilafah Utsmaniyah, yang wilayah kekuasaannya mencakup hampir dua pertiga dunia, meliputi Asia, Afrika, dan sebagian Eropa.

 

Sayangnya, di era modern ini, sebagian kalangan, baik dari Barat maupun dari umat Islam sendiri, menyempitkan peran Rasulullah SAW hanya sebagai pemimpin spiritual atau moral, seperti nabi-nabi dalam tradisi Yahudi-Kristen. Mereka memisahkan antara agama dan negara, seolah-olah Islam hanyalah agama ibadah personal tanpa peran dalam urusan politik dan pemerintahan.

 

Islam adalah agama yang menyeluruh (syâmil). Ia mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (ruhiyah), sesama manusia (mu’âmalah), dan dirinya sendiri (akhlak). Rasulullah SAW sendiri adalah pemimpin spiritual, politik, dan militer dalam satu pribadi.

 

Sejak berdirinya Negara Madinah, Rasulullah SAW menjalankan peran sebagai kepala negara: membuat piagam Madinah, mengangkat para gubernur, memimpin peperangan, memungut zakat dan jizyah, serta mengatur hubungan diplomatik dengan negara lain.

 

Rasulullah dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun sebagai seorang pemimpin negara tidak pernah memperjuangkan, kecuali memperjuangkan Islam. Sebagai seorang pemimpin negara Madinah, Rasulullah tidak pernah berhukum, kecuali hanya berhukum kepada hukum Allah.

 

Hal ini sejalan dengan apa yang difirmankan oleh Allah : dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS Al Maidah : 49)


Ayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW diperintahkan Allah untuk menjadi hakim dan pemutus hukum di antara manusia, fungsi utama seorang pemimpin politik. Itulah mengapa Rasulullah tidak pernah mengambil keputusan, kecuali dengan menjadikan hukum Allah sebagai sumber dan landasannya.

 

Rasulullah adalah seorang pemimpin yang penuh dengan tanggungjawab atas rakyat Madinah saat itu. Rasulullah sendiri pernah bersabda : "Imam (pemimpin) adalah penggembala, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Bahkan ketika Rasulullah SAW wafat, para sahabat segera berembuk untuk memilih pengganti kepemimpinan beliau. Ini menunjukkan bahwa aspek politik adalah bagian integral dari risalah Islam yang harus terus dilanjutkan. Mendahulukan pemilihan pengganti kepemimpinan Rasulullah sebelum pemakaman adalah buktiu sangat kuat bahwa Islam sangat menekankan kepemimpinan politik.

 

Penolakan terhadap politik dalam Islam sebenarnya lebih dipengaruhi oleh ideologi sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Pandangan ini bukan berasal dari ajaran Islam, tetapi dari sejarah Barat, khususnya konflik antara gereja dan negara di Eropa.

 

Islam tidak mengenal dikotomi antara agama dan negara. Rasulullah SAW tidak hanya membimbing umat dalam ibadah, tapi juga memimpin masyarakat dengan hukum Islam. Dalam Islam, pemimpin bukan sekadar simbol, tapi pelaksana hukum Allah di bumi.

 

Allah menegaskan dalam firmanNya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisaa : 59)

 

Rasulullah Teladan Sempurna

 

Rasulullah Muhammad ï·º adalah sosok teladan sempurna bagi seluruh umat manusia. Allah SWT menyebut beliau sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik) dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...” (QS. Al-Ahzab: 21).

 

Sebagai umat Islam, mencintai dan mengikuti Rasulullah bukanlah pilihan, melainkan kewajiban yang membawa keberkahan di dunia dan keselamatan di akhirat. Namun, menjadi pengikut Rasulullah yang setia dan istiqomah sampai mati bukan perkara mudah.

 

Tantangan zaman, godaan dunia, serta lemahnya iman sering kali membuat hati goyah. Maka, diperlukan kesungguhan hati, ilmu yang benar, dan amal yang terus-menerus untuk menjaga keistiqomahan hingga akhir hayat.

 

Menjadi pengikut Rasulullah berarti meneladani ajarannya secara menyeluruh: dalam akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Kesetiaan bukan sekadar pengakuan lisan, tetapi dibuktikan dengan ketaatan dan komitmen dalam menjalankan sunnah-sunnahnya.

 

Sedangkan istiqomah berarti teguh dalam pendirian, tidak berubah meskipun dalam kondisi sulit. Rasulullah ï·º bersabda: “Katakanlah, aku beriman kepada Allah, lalu istiqomahlah.” (HR. Muslim). Maka, setia dan istiqomah adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan: setia dalam hati dan tindakan, istiqomah dalam waktu dan ujian.

 

Kesetiaan kepada Rasulullah ï·º adalah bentuk cinta sejati. Dalam Islam, mencintai Rasulullah adalah bagian dari keimanan. Beliau bersabda: “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Cinta ini tidak cukup dengan ucapan. Ia harus tercermin dalam: Pertama, meneladani akhlaknya yakni sabar, jujur, amanah, dan santun. Kedua, menghidupkan sunnahnya dari hal-hal besar seperti shalat dan puasa, hingga hal-hal kecil seperti cara makan dan tidur. Bahkan dari doa masuk toilet hingga bagaimana mendirikan negara.

 

Ketiga, menyebarkan risalahnya dengan dakwah yang bijak dan perilaku yang mencerminkan Islam rahmatan lil ‘alamin. Dakwah menyadarkan umat Islam dan non muslim agar menjadi pengikut Rasulullah yang setia. Berdakwah mengajak manusia agar berjalan di atas jalan Allah dan menolak semua jalan selain Islam.

 

Dunia penuh ujian. Kadang kita semangat beribadah, tapi kemudian lalai. Kadang iman menguat, namun terkadang melemah. Inilah pentingnya istiqomah: konsistensi dalam keimanan dan amal saleh.

 

Allah berjanji kepada orang-orang yang istiqomah: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS. Fussilat: 30)

 

Ini menunjukkan bahwa istiqomah bukan hanya membawa ketenangan di dunia, tetapi juga jaminan keselamatan di akhirat. Berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan agar kita tetap menjadi pengikut Rasulullah yang setia dan istiqomah:

 

Pertama, menuntut ilmu agama secara rutin. Ilmu adalah cahaya yang menuntun kita dalam menjalani kehidupan sesuai ajaran Rasulullah. Kedua, menjaga shalat dan ibadah wajib. Ini adalah fondasi keimanan dan benteng dari kemaksiatan.

 

Ketiga, menghidupkan sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Meski sederhana, sunnah memberi keberkahan dan menjaga hati tetap dekat dengan Rasulullah. Keempat, bergaul dengan orang saleh. Lingkungan yang baik membantu kita untuk terus istiqomah.

 

Kelima, berdoa kepada Allah. Karena hanya dengan pertolongan-Nya lah kita bisa istiqomah. Nabi sendiri sering berdoa: “Ya Muqallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinik” (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu).

 

Apa yang akan kita dapat jika menjadi pengikut Rasulullah yang setia dan istiqomah? Di dunia, hati kita akan tenang, hidup penuh berkah, dan dijauhkan dari kesesatan. Di akhirat, kita akan bersama Rasulullah di surga. Beliau bersabda: “Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.” (HR. Bukhari)

 

Bayangkan, bisa bersama Rasulullah di surga, melihat wajah beliau, berada dalam naungan kasih sayangnya yang abadi. Itulah ganjaran terbaik bagi mereka yang setia hingga mati.

 

Menjadi pengikut Rasulullah yang setia dan istiqomah bukanlah sekadar cita-cita mulia, tetapi misi hidup yang harus diupayakan setiap hari. Dunia ini hanya sebentar, namun balasan Allah abadi. Jangan biarkan cinta kepada Rasulullah hanya tinggal slogan. Buktikan dengan amal, perjuangan, dan istiqomah sampai ajal menjemput.

 

Semoga kita termasuk dalam golongan yang mendapat syafaatnya dan dipertemukan dengan beliau di akhirat kelak. Mari kita menjadi pengikut atau follower Rasulullah yang setia dan istiqomah, sampai mati, dunia akhirat.

 

Bagaimana caranya menjadi follower Rasulullah, ikuti acara Maulid Nabi, daftarkan segera di www.satuju.one sekarang juga


(Ahmad Sastra, Kota Hujan, No.1150/26/09/25 : 12.39 WIB) 

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad